Ipda Endry Ajudan Kapolri Minta Maaf usai Pukul dan Ancam Jurnalis di Semarang, Begini Nasibnya
Atas kejadian itu, Endry meminta maaf, terutama kepada jurnalis ANTARA, Makna Zaezar, yang menjadi korban pemukulan.
SERAMBINEWS.COM - Ajudan Kapolri yang melakukan pemukulan dan pengancaman kepada jurnalis di Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah, menyampaikan permintaan maaf.
Insiden tersebut terjadi ketika para jurnalis meliput kegiatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, pada Sabtu (5/4/2025).
Sosok yang melakukan pemukulan dan pengancaman tersebut adalah Ipda Endry Purwa Sefa, anggota Tim Pengamanan Protokoler Kepala Kepolisian RI.
Atas kejadian itu, Endry meminta maaf, terutama kepada jurnalis ANTARA, Makna Zaezar, yang menjadi korban pemukulan.
Permintaan maaf Endry itu disampaikan langsung di Kantor ANTARA Semarang, pada Minggu (6/4/2025).
Endry pun mengakui, sikap kasarnya terhadap awak media tersebut merupakan tindakan yang tidak humanis dan tidak profesional bagi seorang anggota Polri.
Dia berharap setelah kejadian ini, bisa menjadi lebih humanis dan dewasa lagi.
"Kami dari tim pengamanan protokoler mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian di Stasiun Tawang dengan rekan-rekan media."
"Semoga ke depannya kejadian ini, kita jadi lebih humanis, profesional, dan dewasa," ujar Endry di hadapan awak media, Minggu, dilansir Kompas.com.
Baca juga: Situr Wijaya Wartawan Asal Palu Tewas di Kamar Hotel Jakarta Barat, Ada Luka Lebam
Jurnalis ANTARA Terima Permintaan Maaf Ajudan Polri
Menanggapi permintaan maaf dari ajudan Kapolri tersebut, Makna Zaezar mengaku telah memaafkan perlakuan Endry secara pribadi.
Namun, ia meminta agar Endry tetap diproses oleh Mabes Polri untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
"Saya sudah mendengarkan permintaan maaf langsung dari Mas Endry dan Pak Kabid juga."
"Beliau datang dari Jakarta langsung menghampiri malam ini dan mengonfirmasi kejadian kemarin."
"Saya pribadi sudah memaafkan secara manusiawi, cuma ada tindak lanjut dari Polri untuk Mas Endry," ungkap Makna, Minggu.
Polda Jawa Tengah Sesalkan
Polda Jawa Tengah menyesalkan tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh Tim Pengamanan Protokoler Kepala Kepolisian RI, Ipda Endry Purwa Sefa, terhadap jurnalis ANTARA, Makna Zaezar.
Insiden tersebut terjadi saat Makna meliput agenda Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, Kota Semarang, pada Sabtu, 5 April 2025.
Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menyampaikan penyesalan tersebut setelah pertemuan musyawarah untuk menyelesaikan insiden intimidasi di Kantor ANTARA Semarang, pada Minggu (6/4/2025 malam.
Artanto menegaskan bahwa tindakan kasar yang dilakukan oleh Ipda Endry dalam menertibkan kerumunan saat kunjungan Kapolri tidak seharusnya terjadi.
"Kami dari Polda Jateng mewakili institusi Polri menyesalkan insiden ini, yang seharusnya tidak perlu terjadi dan bisa dihindari," ujar Artanto.
Meskipun situasi saat kunjungan Kapolri di Semarang cukup ramai, Artanto menekankan bahwa Tim Pengamanan Protokoler tidak perlu menyerang awak media secara fisik atau mengancam akan memukuli mereka.
"Situasinya sangat ramai, crowded, dan SOP yang dilakukan oleh tim pengamanan protokoler seharusnya tidak memerlukan tindakan emosional, baik secara fisik maupun verbal terhadap Mas Makna," tegasnya.
Dalam insiden tersebut, beberapa awak media dilaporkan dipukul di bagian kepala oleh Endry, kemudian diintimidasi dan diancam akan ditempeleng di sela acara.
Kejadian ini sempat terekam dalam video oleh para jurnalis.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, Ipda Endry Purwa Sefa akan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada awak media.
"Ipda Endry telah menyampaikan permohonan maaf kepada Mas Makna dan telah disampaikan sendiri pada saat rapat tadi. Setelah ini, akan disampaikan secara terbuka," tambah Artanto.
Pihak kepolisian juga akan terus menyelidiki insiden ini dan akan memberikan sanksi jika ditemukan unsur pelanggaran.
"Kita dari kepolisian akan menyelidiki insiden ini, dan apabila ditemukan pelanggaran, kami tidak segan untuk memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku," ungkap Artanto.
Lebih lanjut, Polda Jateng berencana untuk mengevaluasi SOP penertiban keramaian saat kunjungan agar awak media tidak diperlakukan semena-mena dan terhindar dari kekerasan.
"Kita akan mengevaluasi sistem SOP untuk situasi crowded, agar teman-teman wartawan tidak mengalami insiden serupa. Setiap kegiatan akan dievaluasi dan dikaji agar ke depannya lebih baik dalam pelaksanaan tugas kita," tandasnya.
Baca juga: Bebas Ginting Otak Pembunuhan Wartawan di Karo Ambruk Sebelum Sidang, Divonis Penjara Seumur Hidup
Kronologi Kejadian
Peristiwa ini bermula saat sejumlah jurnalis dan humas meliput kegiatan Kapolri di Stasiun Tawang, Semarang, pada Sabtu.
Saat itu, Kapolri tengah mendekati salah satu penumpang yang duduk di kursi roda di area stasiun.
Sejumlah jurnalis, termasuk pewarta foto dan tim humas dari berbagai lembaga pun melakukan peliputan dan mengambil gambar dengan jarak yang wajar.
Namun, situasi tiba-tiba berubah tegang ketika salah satu ajudan Kapolri meminta para jurnalis mundur.
Permintaan tersebut tidak disampaikan secara sopan, tapi secara kasar mendorong para jurnalis dan humas di lokasi.
Merasa situasi semakin tidak kondusif, seorang pewarta foto dari Kantor Berita Antara Foto, Makna Zaezar, memutuskan untuk menjauh dan berpindah ke area peron.
Namun, ajudan yang sama mengejar Makna Zaezar dan melakukan tindak kekerasan.
Ajudan tersebut memukul kepala korban menggunakan tangan.
Tak hanya itu, ajudan Kapolri itu juga mengancam jurnalis lain yang berada di lokasi.
"Kalian pers, saya tempeleng satu-satu," ujar ajudan Kapolri tersebut, Sabtu, dikutip dari TribunJateng.com.
Beberapa jurnalis lain juga melaporkan mengalami kontak fisik dengan didorong dan intimidasi verbal.
Bahkan, seorang jurnalis perempuan mengaku hampir dicekik oleh petugas yang sama.
Tindakan kekerasan ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pasal tersebut menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan sanksi pidana.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul "Saya Tempeleng Satu-satu" Nada Tinggi Ajudan Kapolri Ancam Jurnalis di Semarang
Baca juga: Trump Sebut Tarif sebagai Obat untuk Ekonomi, Pasar Asia Kini Terjun Bebas!
Baca juga: Sinopsis Film Bidaah, Series Malaysia Sedang Viral di Medsos, Ceritakan Ajaran Menyimpang dari Agama
Baca juga: Update Daftar Harga Emas Antam Hari ini, UBS dan Galeri24 Tanggal 7 April 2025
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Polisi Halangi Wartawan Saat Liput Kunker Komisi III DPR RI, Polda Jambi Minta Maaf |
![]() |
---|
PN Tapaktuan Gelar Pertemuan dengan Wartawan: Perkuat Sinergi untuk Transparansi Informasi |
![]() |
---|
Jurnalis Serambi Jadi Pembicara di Workshop Seuramoe Energi Bersama SKK Migas |
![]() |
---|
Dewan Intimidasi Wartawan di Sabang, KKJ: Menambah Catatan Pejabat jadi Pelaku Kekerasan |
![]() |
---|
Perselisihan Anggota DPRK Sabang dan Wartawan Berakhir Damai |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.