Berita Lhokseumawe

Soal Lokasi Pembangunan Kantor Migas Mubadala, Akademisi Sampaikan Alasan Berdasarkan Qanun dan UUPA

“Kantor pengelolaan administratif migas milik Mubadala Energy idealnya dibangun di Kabupaten Aceh Utara,

Penulis: Jafaruddin | Editor: Nur Nihayati
IST
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Al-Banna Lhokseumawe, Muksalmina, MH. 

 

“Kantor pengelolaan administratif migas milik Mubadala Energy idealnya dibangun di Kabupaten Aceh Utara,

Laporan Jafaruddin I Lhokseumawe

SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE – Wacana pembangunan kantor administratif migas Mubadala Energy di luar Aceh Utara menuai tanggapan serius dari kalangan akademisi dan masyarakat.

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Al-Banna Lhokseumawe, Muksalmina, MH, menilai bahwa penempatan kantor di luar wilayah kerja eksplorasi, seperti Sabang, justru bertentangan dengan prinsip dasar tata kelola sumber daya alam yang adil dan efisien.

Hal itu disampaikan Muksalmina menanggapi wacana pembangunan fasilitas kantor administratif migas pasca dimulainya pengeboran eksploratif di Wilayah Kerja Andaman II yang berada di lepas pantai Aceh Utara.

“Kantor pengelolaan administratif migas milik Mubadala Energy idealnya dibangun di Kabupaten Aceh Utara, bukan di Sabang,” ujar Muksalmina.

Menurut Muksalmina, pembangunan kantor migas harus berpijak pada prinsip lex loci operis, yaitu kegiatan usaha sebaiknya dikelola dari lokasi terdekat atau tempat kegiatan itu berlangsung.

Ia menyebutkan, lokasi pengeboran berada sekitar 140 kilometer dari pesisir Aceh Utara, dengan pelabuhan utama Krueng Geukueh di Kecamatan Dewantara sebagai pusat logistik operasional.

“Aceh Utara bukan sekadar lokasi terdekat secara geografis, tetapi merupakan wilayah otoritatif tempat aktivitas eksplorasi berlangsung. Maka, kantor administratif mestinya berdiri di situ juga,” ujar Muksalmina.

Ia merujuk pada Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Ruang Wilayah Aceh yang menetapkan kawasan pesisir Aceh Utara sebagai wilayah strategis pengembangan energi dan sumber daya mineral, termasuk sektor minyak dan gas bumi.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) memberikan kewenangan kepada kabupaten/kota untuk mendapatkan manfaat langsung dari pengelolaan sumber daya alam di wilayahnya.

“Pasal 165 UUPA menegaskan hak kabupaten/kota atas bagian dari hasil pengelolaan migas.

Maka jika kantornya ditempatkan di luar wilayah kerja, ini bisa mencederai keadilan fiskal dan prinsip pembangunan daerah penghasil,” tegasnya.

Sebelumnya, Penjabat Bupati Aceh Utara Dr Mahyuzar, juga telah menyampaikan harapan agar proyek migas yang dikelola perusahaan internasional tersebut dapat melibatkan potensi lokal, baik dalam bentuk tenaga kerja, akomodasi, maupun fasilitas pendukung lainnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved