Tian Bahtiar Direktur Pemberitaan JAKTV Jadi Tersangka, Terima Rp478 Juta untuk Sudutkan Kejagung
Dana tersebut diberikan dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, kepada Tian tanpa adanya kontrak tertulis.
SERAMBINEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Pemberitaan JAKTV Tian Bahtiar sebagai tersangka karena membuat berita dengan framing negatif terhadap Kejagung.
Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar disebut menerima dana sebesar Rp478 juta untuk membuat konten-konten yang diduga menyudutkan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dana tersebut diberikan dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, kepada Tian tanpa adanya kontrak tertulis.
"Jadi ini mendapatkan uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai Direktur JakTV," kata Kapuspen Kejagung Harli Siregar, dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025) dini hari.
"Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JakTV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan. Sehingga itu ada indikasi dia (Tian Bahtiar) menyalahgunakan kewenangannya selaku Direktur Pemberitaan," tambahnya.
Dalam praktiknya, Marcella dan Junaedi memesan Tian Bahtiar untuk membuat berita-berita negatif yang bersifat menyudutkan Kejaksaan Agung terkait penanganan sejumlah perkara.
Di antaranya perkara korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.
Tak hanya kasus itu, mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan perkara importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.
Baca juga: Kejagung Tegaskan Penetapan Tersangka Direktur JakTV Bukan soal Pemberitaan tapi Dugaan OOJ
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, Tian Bahtiar mempublikasikan konten-konten yang diduga menyudutkan Kejagung tersebut, baik di media sosial, media online, dan JakTV News.
Di samping itu, kata Abdul Qohar, tersangka Tian Bahtiar membuat narasi-narasi positif untuk timnya, Marcella dan Junaedi.
Misalnya dengan membuat konten yang menjelaskan perihal metodologi perhitungan kerugian negara yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam perkara-perkara tersebut tidak benar.
"Membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan," ucap Qohar.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan atau obstruction of justice.
Abdul Qohar mengatakan, perkara ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap dan atau gratifikasi di balik putusan lepas atau onslag tiga terdakwa korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
“Penyidik pada Jampdisus Kejaksaan Agung mendapat alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga orang tersangka,” ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Selasa (22/4/2025) dini hari.
Baca juga: Kejagung Ungkap Cara Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta Mengatur Vonis Lepas Kasus Korupsi Ekspor CPO
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan atau obstruction of justice.
Diketahui, advokat Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS), dan Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB) ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan atau obstruction of justice.
Kejaksaan Agung menyebut advokat Marcella Santoso dan Junaedi Saibih membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan sejumlah kasus.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, upaya penggagalan tersebut diduga mereka lakukan dalam penyidikan kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.
Tak hanya kasus itu, mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan perkara importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.
"Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan," kata Qohar, dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025).
Kemudian, dia juga menyebut, Marcella dan Junaedi membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talk show mengenai kasus-kasus tersebut di beberapa media online.
Kegiatan-kegiatan itu diduga untuk menarasikan secara negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan.
"Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media Tik Tok dan YouTube," jelasnya.
Konten-konten negatif tersebut, menurut Qohar, merupakan pesanan langsung dari Marcella dan Junaedi kepada Tian Bahtiar.
"Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya, yaitu MS dan JS. Kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan," ucapnya.
Baca juga: 3 Hakim ‘Nakal’ Bergaji Rp 34,8 Juta Perbulan Ditangkap Kejagung RI, Terima Suap Dikasus Ekspor CPO
Kejagung Tegaskan Penetapan Tersangka Direktur JakTV Bukan soal Pemberitaan tapi Dugaan OOJ
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menegaskan penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap vonis onslag atau lepas korupsi ekspor crude palm oil (CPO), bukan terkait pemberitaan dari media tempatnya bekerja.
Harli mengungkapkan, penetapan tersangka tersebut, lantaran Tian diduga melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) dalam kasus tersebut.
"Bahwa yang dipersoalkan (penetapan tersangka Tian Bahtiar) oleh Kejaksaan bukan soal pemberitaan karena kita bukan anti kritik. Namun, ada perintangan dan rekayasa di situ," katanya dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Di sisi lain, terkait proses sanksi etik terhadap Tian, Harli mengatakan pihaknya menghormati Dewan Pers untuk melakukannya.
"Bahwa terkait proses etik dan penilaian karya jurnalistik, kami menghormati Dewan Pers untuk melakukan itu," tuturnya.
Harli menegaskan, pihaknya tidak akan ikut campur terkait proses pemberian sanksi etik oleh Dewan Pers.
Dia mengungkapkan, Kejagung hanya akan fokus dalam tindak pidana yang dilakukan oleh Tian.
"Sesuai kewenangan kami tentu diarahkan pada pasal-pasal yang ada di Undang-Undang Tipikor," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu turut buka suara terkait penetapan tersangka terhadap Tian.
Dia mengungkapkan, pihaknya tidak akan ikut campur terkait penyidikan tindak pidana oleh Kejagung terhadap Tian.
"Kalau memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti prosesnya," kata Ninik.
Kendati demikian, Ninik menegaskan urusan konten pemberitaan jika terjadi pelanggaran etik maka merupakan ranah Dewan Pers.
"Terkait dengan pemberitaan untuk menilai apakah sebuah karya pemberitaan itu masuk kategori karya jurnalistik atau bukan, ini adalah kewenangan etik dan yang melakukan penilaian adalah Dewan Pers sebagaimana yang ditunjuk di dalam UU 40 Tahun 1999," jelasnya.
Ninik pun setuju dengan Jaksa Agung, ST Burhanuddin bahwa dalam penetapan tersangka terhadap Tian, maka pihaknya perlu untuk saling menghormati terkait wewenangnya.
"Untuk ini maka saya selaku Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan dan masing-masing menjalankan tugasnya, sebagaimana mandat yang diberikan oleh undang-undang kepada kami," ujarnya.
Hendarto Bos PT SMJL Ditahan KPK, Dana Kredit Negara Rp1,7 Triliun Dipakai Judi dan Beli Aset |
![]() |
---|
Jika Bupati Sudewo Tak Jadi Tersangka, Warga Pati Ancam Geruduk KPK |
![]() |
---|
3 Mobil Hilang dari Rumah Dinas Immanuel Ebenezer Usai OTT KPK: Land Cruiser hingga Mercy |
![]() |
---|
Kekayaan Irvian Bobby Mahendro, Koordinator K3 Dapat Rp 69 Miliar, Cuma Punya 1 Rumah dan Mobil |
![]() |
---|
Sosok Irvian Bobby Mahendro, Koordinator K3 Kemenaker Dapat Rp 69 Miliar dari Peras Buruh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.