Konflik Israel dan Palestina

Upaya Gencatan Senjata Baru di Gaza, Kini Hamas Tunjukkan Sinyal Positif, Israel Masih Bungkam

 Selain itu, kesepakatan juga mencakup pembebasan semua sandera Israel yang masih ditahan oleh Hamas, dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina yang

Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS/anadoulu agency
PENGUNGSI PALESTINA - Warga Palestina melanjutkan kehidupan sehari-hari mereka di tengah puing-puing bangunan yang hancur di Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, meskipun serangan Israel sedang berlangsung di Gaza pada 21 Maret 2025. 

  Upaya Gencatan Senjata Baru di Gaza, Kini Hamas Tunjukkan Sinyal Positif, Israel Masih Bungkam

SERAMBINEWS.COM-Mediator dari Qatar dan Mesir kembali mengajukan proposal baru untuk mengakhiri konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.

Dilansir dari BBC News (22/4/2025), seorang pejabat senior Palestina yang mengetahui langsung jalannya negosiasi mengatakan kepada BBC News bahwa usulan tersebut mencakup gencatan senjata jangka panjang, pembebasan sandera, dan penarikan pasukan Israel secara total dari wilayah Gaza.

Dalam proposal terbaru ini, mediator menawarkan gencatan senjata yang bisa berlangsung antara lima hingga tujuh tahun. 

 Selain itu, kesepakatan juga mencakup pembebasan semua sandera Israel yang masih ditahan oleh Hamas, dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina yang kini berada di penjara-penjara Israel.

Perang secara resmi juga akan dihentikan, dan pasukan Israel ditarik sepenuhnya dari Jalur Gaza.

Sebagai bagian dari proses tersebut, delegasi senior Hamas dijadwalkan akan melakukan kunjungan penting ke Kairo, Mesir, untuk melakukan konsultasi lebih lanjut.

Baca juga: Bela Palestina, Amerika Lancarkan Serangan Udara Ratusan Kali Sebulan Terakhir ke Yaman

Delegasi ini akan dipimpin oleh Mohammed Darwish, kepala dewan politik Hamas, dan Khalil al-Hayya, kepala tim negosiator kelompok tersebut.

Sementara itu, pemerintah Israel belum memberikan komentar resmi terkait proposal mediasi terbaru ini.

Ketegangan kembali meningkat sejak gencatan senjata terakhir berakhir sebulan lalu, ketika Israel kembali melancarkan serangan ke Gaza.

 Baik Israel maupun Hamas saling menyalahkan atas kegagalan untuk memperpanjang masa gencatan tersebut.

Beberapa hari sebelum pertemuan ini, Hamas telah menolak usulan dari pihak Israel yang mensyaratkan pelucutan senjata Hamas sebagai imbalan atas gencatan senjata selama enam minggu.

 Hamas menolak tawaran tersebut karena tidak ada jaminan bahwa Israel benar-benar akan menghentikan perang.

Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tetap bersikeras bahwa perang tidak akan dihentikan sampai Hamas dihancurkan dan seluruh sandera Israel dibebaskan.

Sementara itu, Hamas menuntut jaminan bahwa perang akan berakhir terlebih dahulu sebelum mereka membebaskan semua sandera.

Pejabat Palestina yang terlibat dalam pembicaraan tersebut juga menyebutkan bahwa Hamas telah memberikan sinyal kesediaan untuk menyerahkan kendali pemerintahan di Gaza kepada entitas Palestina yang disepakati secara nasional maupun regional.

 Ini bisa berarti Otoritas Palestina (PA) yang saat ini berbasis di Tepi Barat, atau badan pemerintahan baru yang akan dibentuk.

Namun, Netanyahu secara tegas menolak kemungkinan PA kembali memerintah Gaza.

Gaza telah dikuasai oleh Hamas sejak tahun 2007, setelah mereka merebut kekuasaan dari PA dalam konflik internal berdarah.

Meski proses mediasi ini masih dalam tahap awal dan belum bisa dipastikan hasilnya, sumber tersebut menggambarkan bahwa upaya kali ini cukup serius.

 Ia juga menekankan bahwa Hamas menunjukkan "fleksibilitas yang belum pernah terjadi sebelumnya", terutama dalam hal politik dan struktur pemerintahan.

Konflik terbaru ini berawal dari serangan besar-besaran Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan membawa 251 orang sebagai sandera ke Gaza.

Sebagai respons, Israel melancarkan serangan militer besar-besaran ke Gaza.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, hingga kini sekitar 51.240 warga Palestina telah tewas, kebanyakan dari mereka adalah warga sipil.

Di tengah konflik yang masih berlangsung, Kedutaan Besar Palestina di Kairo telah meminta semua stafnya untuk pindah sementara ke kota Arish di Mesir, yang terletak di dekat perbatasan dengan Gaza.

Mereka sebelumnya bertugas mengatur evakuasi medis warga Gaza ke rumah sakit-rumah sakit di Mesir, serta membantu penyaluran bantuan kemanusiaan.

Langkah ini menunjukkan adanya kekhawatiran akan memburuknya situasi di lapangan.

Baca juga: Menlu Israel Ancam Prancis karena Berencana Akui Negara Palestina Bulan Depan

 (Serambinews.com/Sri Anggun Oktaviana)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved