Konflik Israel dan Palestina

Israel Akan Perluas Operasi Militer di Gaza, Benjamin Netanyahu: Operasi Gideon’s Chariots

Rencana ini disetujui secara bulat oleh kabinet keamanan Israel dan diberi nama operasi “Gideon’s Chariots”.

Penulis: Gina Zahrina | Editor: Muhammad Hadi
X @netanyahu
NETANYAHU - Foto ini diambil dari publikasi X Netanyahu pada Jumat (21/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Netanyahu berpidato terkait perpanjangan gencatan senjata. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebut hal ini sebagai “langkah akhir” dalam perang melawan Hamas.  

SERAMBINEWS.COM - Pemerintah Israel bersiap melakukan perluasan operasi militer di Jalur Gaza, dalam sebuah langkah yang disebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai “langkah akhir” dalam perang melawan Hamas. 

Rencana ini disetujui secara bulat oleh kabinet keamanan Israel dan diberi nama operasi “Gideon’s Chariots”.

Netanyahu menyatakan bahwa pasukan Israel tidak hanya akan masuk ke Gaza untuk melakukan serangan, tetapi akan menetap dan menguasai wilayah yang direbut, termasuk membentuk zona penyangga di sepanjang perbatasan Gaza.

“Satu hal yang akan jelas: tidak akan ada pasukan masuk dan keluar,” tegas Netanyahu dalam pesan videonya yang diunggah di X, Senin (5/5/2025) seperti yang dikutip dari CNN.

Dan operasi "Kereta Perang Gideon" atau Gideon’s Chariots di Gaza disetujui kabinet keamanan Israel untuk menaklukkan Hamas dan membebaskan semua sandera.

Warga Gaza Akan Dipindahkan ke Selatan

Melansir dari halaman CNN, dalam rencana ini, seluruh penduduk Gaza akan dipindahkan ke bagian selatan dengan dalih perlindungan sipil. 

Namun, banyak pihak menilai langkah ini berisiko memperparah krisis kemanusiaan dan dianggap sebagai bentuk pemindahan paksa.

Baca juga: VIDEO Usai Kebakaran, Israel Kini Dilanda Banjir dan Hujan Es

Pejabat senior keamanan Israel mengatakan operasi akan dimulai setelah kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Timur Tengah pekan depan, yang dipandang sebagai “jendela negosiasi” untuk kesepakatan pertukaran sandera. 

Jika kesepakatan gagal, maka operasi akan dimulai dengan skala penuh dan tidak akan berhenti sampai semua tujuan tercapai.

Perbedaan Pandangan Soal Tujuan Utama Perang

Sementara Netanyahu dan beberapa menteri menyatakan tujuan utama adalah menundukkan Hamas, juru bicara militer Israel Brigjen Effie Defrin mengatakan prioritas tertinggi adalah pemulangan para sandera.

“Yang utama adalah memulangkan para sandera. Setelah itu, barulah mengalahkan Hamas,” kata Defrin menanggapi pertanyaan tentang pesannya kepada keluarga sandera.

Pernyataan ini mendapat kecaman dari Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, yang menyebut militer tidak berwenang menentukan kebijakan strategis. 

Keluarga para sandera juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa perluasan perang justru akan membahayakan nyawa para sandera.

Baca juga: VIDEO Rencana Israel Duduki Jalur Gaza Selamanya Dilawan Hamas

Kemungkinan Aneksasi Gaza dan Penolakan Penarikan Pasukan

Menteri Keuangan sekaligus anggota kabinet keamanan, Bezalel Smotrich, mengatakan bahwa aneksasi Jalur Gaza adalah kemungkinan nyata jika Israel berhasil menguasai wilayah tersebut.

Ia juga menolak kemungkinan penarikan pasukan, bahkan jika Hamas setuju untuk membebaskan sandera.

“Begitu kami menguasai Gaza, kami tidak akan mundur. Ini soal keamanan dan kedaulatan,” kata Smotrich dalam konferensi di Yerusalem pada hari Minggu yang mengacu pada keputusan kabinet.

Kekhawatiran Internasional dan Krisis Kemanusiaan Memburuk

Sejak serangan terbaru dimulai pada pertengahan Maret, lebih dari 2.400 warga Palestina tewas, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.  Total korban jiwa sejak awal perang mencapai lebih dari 52.000 orang.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan keprihatinan mendalam atas perluasan serangan dan kemungkinan operasi jangka panjang Israel di Gaza

PBB memperingatkan bahwa hal ini berpotensi menambah jumlah korban sipil secara signifikan.

“Sekjen PBB sangat khawatir atas rencana Israel memperluas operasi darat dan memperpanjang pendudukan militer di Gaza,” ujar juru bicara PBB, Farhan Haq mengatakan kepada wartawan pada hari Senin.

Baca juga: VIDEO - Rudal Houthi Tembus Pertahanan Udara Israel, Kawah Raksasa Terbentuk di Tel Aviv

Blokade Bantuan dan Mekanisme Baru yang Diperdebatkan

Israel masih memblokir seluruh bantuan kemanusiaan ke Gaza selama lebih dari dua bulan. 

Lembaga penyiaran publik Israe, Kan 11, dalam laporannya melaporkan bahwa konfrontasi telah terjadi selama pertemuan pada hari Minggu mengenai dimulainya kembali pengiriman bantuan dengan dengan dua anggora dari kabinet sayap kanan.

Pemerintah Israel menyebut ini sebagai tekanan terhadap Hamas, namun organisasi kemanusiaan menilai ini melanggar hukum internasional dan bisa menyebabkan kelaparan massal.

Kini, Amerika Serikat dan Israel tengah merancang mekanisme baru pengiriman bantuan yang akan dikelola oleh yayasan swasta, untuk memastikan bantuan tidak jatuh ke tangan Hamas. 

Namun, rencana ini ditolak oleh Hamas dan berbagai lembaga kemanusiaan karena dianggap sebagai bentuk kontrol politik terhadap bantuan.

Operasi militer Israel yang semakin meluas di Gaza menunjukkan pergeseran dari strategi serangan terbatas dan menjadi pendudukan wilayah. 

Sementara itu, krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk, dan ketegangan antara kepentingan militer, politik, serta tekanan internasional kian meningkat.

(Serambinews.com/Gina Zahrina)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved