Berita Aceh Timur

Aduh! Angka Perceraian Melonjak di Aceh Timur, Dominan Istri Gugat Suami, Ekonomi Jadi Pemicu Utama

Aslahul Umam menjelaskan, bahwa dari total perkara tersebut, mayoritas merupakan cerai gugat, yaitu perceraian yang diajukan oleh pihak istri.

Penulis: Maulidi Alfata | Editor: Saifullah
Pixabay
ANGKA PERCERAIAN NAIK - Ilustrasi perceraian. Angka perceraian naik hingga 8 persen di Aceh Timur sepanjang tahun 2024, dengan didominasi istri gugat cerai suami. 

Laporan Maulidi Alfata | Aceh Timur

SERAMBINEWS.COM, IDI – Angka perceraian di Kabupaten Aceh Timur mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2024. 

Berdasarkan data dari Mahkamah Syar’iyah Aceh Timur, tercatat sebanyak 516 perkara perceraian sepanjang tahun 2024.

Naik sekitar 8 persen, dibanding tahun 2023 yang berjumlah 474 perkara.

Humas Mahkamah Syar’iyah Aceh Timur, Aslahul Umam menjelaskan, bahwa dari total perkara tersebut, mayoritas merupakan cerai gugat, yaitu perceraian yang diajukan oleh pihak istri.

"Jumlah cerai gugat mencapai 414 perkara atau sekitar 78,29 persen, sedangkan cerai talak yang diajukan oleh suami hanya 112 perkara atau 21,71 persen," jelas Aslahul, Selasa (20/5/2025).

Ia menambahkan, faktor ekonomi menjadi penyebab dominan di balik tingginya angka perceraian

Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan rumah tangga sering kali memicu pertengkaran, krisis kepercayaan, hingga berujung pada perceraian.

Meningkatnya angka perceraian menunjukkan bahwa stabilitas rumah tangga sangat dipengaruhi oleh kesejahteraan ekonomi dan komunikasi yang baik antar pasangan. 

Ketika kebutuhan dasar seperti pangan, papan, pendidikan anak, dan biaya kesehatan tidak terpenuhi, tekanan dalam rumah tangga semakin tinggi.

“Jika pasangan suami istri bisa saling memahami peran masing-masing dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan hidup, angka perceraian dapat ditekan," ujar Aslahul.

Sebagai langkah preventif, Mahkamah Syar’iyah Aceh Timur mendorong masyarakat untuk mengikuti konseling pra-nikah dan pasca-nikah, serta memanfaatkan lembaga mediasi yang tersedia sebelum mengambil langkah hukum.

Dengan pemahaman yang cukup tentang hak dan kewajiban dalam pernikahan, serta keterampilan mengelola konflik, pasangan suami istri diharapkan bisa mempertahankan keutuhan rumah tangga dan menciptakan keluarga yang harmonis di tengah tekanan ekonomi.

“Perceraian sejatinya adalah langkah yang sangat fatal,” papar dia. 

“Bayangkan, dari sekian banyak kasus perceraian, berapa banyak anak yang akhirnya harus kehilangan suasana keluarga yang harmonis,” terang Aslahul. 

“Ini bukan hanya soal perpisahan dua orang dewasa, tapi juga tentang dampak emosional yang dirasakan anak-anak," tuturnya.(*) 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved