Berita Pidie

Peneliti Tulisan Kuno Tgk Taqiyuddin Muhammad Sebut Pidie sebagai Pusat Peradaban Islam Aceh

Hal ini dibuktikan dengan penemuan banyak benda bersejarah yang meliputi batu nisan, arsitektur bangunan, zawiyah (lembaga pendidikan), hingga para pe

Editor: mufti
Kolase Serambinews.com/handover
Tgk Taqiyuddin Muhammad, Peneliti Sejarah dan Kebudayaan Islam di MAPESA Aceh. 

SERAMBINEWS.COM, SIGLI – Peneliti Epigrafi Islam asal Bireuen, Tgk Taqiyuddin Muhammad menyebut Pidie sebagai salah satu pusat peradaban di Aceh pada masa lalu. Hal ini dibuktikan dengan penemuan banyak benda bersejarah yang meliputi batu nisan, arsitektur bangunan, zawiyah (lembaga pendidikan), hingga para perajin yang masih melestarikan kerajinan masa lampau. “Dari serangkaian penelitian awal yang kami lakukan, diperoleh bukti ternyata Pidie adalah kawasan atau kabupaten di Aceh yang paling banyak menyimpan sejarah, hingga saat ini,” kata Tgk Taqi kepada Serambinews.com di Sigli, Pidie, Rabu (21/5/2025).

Untuk diketahui, Teungku H. Taqiyuddin Muhammad, Lc. adalah seorang epigrafer, sejarawan dan ulama yang berasal dari Aceh. Dia dikenal karena perannya dalam penelitian inskripsi makam-makam kuno Islam di Aceh. Keahliannya dalam membaca tulisan kuno berbahasa Arab ini, membuatnya diangkat sebagai pembina dan penasihat oleh Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) dan Central Information of Samudra Pasai Heritage (Cisah).

Dalam belasan tahun terakhir ini, Tgk Taqiyuddin bersama para relawan Mapesa, Cisah, serta pakar sejarah dari Universitas Syiah Kuala (USK) dan UIN Ar-Raniry, telah mengungkap isi kandungan ribuan epigrafi nisan kuno peninggalan Kesultanan Samudra Pasai, Kerajaan Lamuri, hingga Kesultanan Aceh yang sebelumnya terbengkalai.

Meuseuraya

Sejak awal bulan Mei 2025, Tgk Taqiyuddin bersama para pengurus dan relawan Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) melakukan penelitian lanjutan di pedalaman Kabupaten Pidie. Di antara kawasan yang mendapatkan perhatian penuh adalah Cot Gunduek dan Keulibeut di Kecamatan Pidie. 

“Cot Gunduek sudah kita lakukan penelitian beberapa waktu lalu, ternyata banyak sekali ditemukan batu nisan yang diperkirakan sebagai areal pemukiman warga atau wilayah inti kerajaan Pidie pada masa lalu,” ujar Tgk Taqi yang ditemui Serambinews.com di warkop Cek Min Kupi, Sigli, Rabu kemarin.

Dalam kesempatan itu Tgk Taqi yang merupakan Pembina Mapesa, didampingi oleh pengurus Mapesa seperti Irfan M Nur, Amarullah Yacob, Munzir alias Bang Gaes, dan lainnya. 

Turut pula hadir mantan Ketua DPRK Pidie, Mahfuddin Ismail, serta anggota DPRK Pidie dari Partai Aceh, Ibrahim CIA.

Menurut Tgk Taqi, para peneliti dan relawan Mapesa menemukan ratusan batu nisan kuno di kawasan yang kini telah mencakup beberapa desa dalam Kecamatan Pidie, terutama dari Keulibeut, Cot Gunduek, Labui, hingga Teubeng. Hal ini kemudian mendorong Mapesa untuk melaksanakan kegiatan Meuseuraya Akbar di kawasan tersebut.

“Insya Allah Meuseuraya Akbar akan dilaksanakan pada tanggal 25-29 Mei 2025. Ini merupakan program dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia untuk melestarikan warisan budaya di Aceh,” kata Irfan M Nur, pengurus Mapesa.

Tgk Taqiyuddin melanjutkan, Meuseuraya adalah kegiatan gotong royong yang telah menjadi tradisi pada masa kesultanan Aceh. Khusus dalam konteks ini, Meuseuraya yang dilakanakan oleh Mapesa akan mencakup kegiatan gotong royong membersihkan areal pemakaman kuno, kenduri jirat, dan lainnya. 

Meuseuraya di Cot Gunduek ini merupakan salah satu dari serangkaian kegiatan utama bertajuk Meuseuraya Akbar, yang meliputi; Pameran Kebudayaan, di Gedung Meusapat Ureung Pidie, Tur Anak di situs sejarah Pidie, Workshop Kebudayaan, di Hotel Safira Sigli, Khanduri Jeurat dan Meuseuraya, di Cot Gunduek, serta Duek Pakat, di Hotel Safira Sigli. 

Tgk Taqiyuddin Muhammad, Lc yang merupakan alumnus MUQ Langsa dan Universitas Al-Azhar Mesir ini, mengajak seluruh masyarakat Aceh, untuk menghadiri semua agenda dalam kegiatan Meuseuraya Akbar ini. Menurutnya, melalui kegiatan seperti ini para ahli, peneliti, dan masyarakat bisa saling berdiskusi, bertukar informasi, dan akan tumbuh kesadaran untuk melestarikan warisan indatu yang pernah berjaya pada masa lalu.(nal)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved