Kupi Beungoh

Mengupas Potensi Ancaman Koperasi Merah Putih

Di tengah-tengah ketimpangan sosial yang semakin menonjol, koperasi merah putih menawarkan harapan baru dengan model ekonomi kerakyatan.

Editor: Agus Ramadhan
FOR SERAMBINEWS.COM
Pegiat hukum, Irfan Maulana SH 

*) Oleh: Irfan Maulana, S.H. 

Pembentukan Koperasi Merah Putih adalah aktualisasi dari semangat kolektif dalam menciptakan ekonomi yang berpihak rakyat.

Di tengah-tengah ketimpangan sosial yang semakin menonjol, koperasi merah putih menawarkan harapan baru dengan model ekonomi kerakyatan. 

Akan tetapi, di balik semangat optimis yang mengiringi pembentukan Koperasi Merah Putih, sekiranya juga ada beberapa potensi ancaman nyata yang layak dikaji dengan serius.

Sebagian ancamanan tersebut bukan hanya soal teknis saja, bahkan yang struktural dan kultural juga menjadi tantangan besar yang bisa berpotensi menggerogoti sendiri dasar koperasi tersebut.

1. Kurang Profesionalitas Manajemen

Manajemen koperasi tidak hanya mencakup tata kelola buku keuangan dan administrasi.

Tetapi manajemen juga berarti pembentukan kepercayaan dan akuntabilitas koperasi.

Koperasi Merah Putih berisiko terancam dengan pengelolaan yang tidak berdasar sistem yang ketat, dan akan menimbulkan risiko kebocoran dana, salah urus, dan muncul ketidakpercayaan anggota yang masif.

Ditambah lagi, masalah lebih serius adalah ancaman tentang kurangnya kompetensi pengurus koperasi itu sendiri.

Pengurus yang akan terpilih bukan berdasarkan kompetensinya, namun berdasarkan relasi kekuasaan, bahkan ada unsur-unsur politik, sehingga tidak memiliki keahlian yang memadai.

Sebagai konsekwensi, koperasi akan dipimpin berdasarkan perintah dengan asal-asalan, kurang kreatif, dan akan cenderung sulit dalam menyesuaikan diri dengan kondisi zaman terkini.

Pada zaman teknologi digital seperti sekarang ini, Koperasi Merah Putih sangat memerlukan sumber daya manusia yang kompeten agar dapat berkembang, maju dan berkelanjutan.

2. Ancaman Korupsi yang Menggerogoti dari Dalam

Potensi ancaman pada Koperasi Merah Putih selanjutnya adalah aksi korupsi.

Jika tidak digunakan sistem pengawasan internal dan eksternal yang kuat bersama laporan keuangan yang transparan, maka terjadinya penyalahgunaan wewenang pada Koperasi Merah Putih sangatlah mudah, hal tersebut akan membuka celah manipulasi, penipuan, hingga kredit fiktif yang merugikan koperasi secara kolektif.

Terjadinya praktik korupsi akan berakhir pada terjadinya kerugian secara finansial hingga menyebar ke aspek yang lebih fundamental yaitu hilangnya kepercayaan publik.

Koperasi yang didirikan atas dasar kepercayaan secara kolektif akan runtuh ketika anggotanya merasa dirugikan oleh kelompok pengurus.

Demikianlah hal itu menyebabkan Koperasi Merah Putih harus menyadari sejak awal mengenai pentingnya pencegahan korupsi dengan menjalankan sistem operasional yang transparan, audit independen, serta melakukan pengawasan internal aktif oleh anggota.

3. Kalah Saing dengan Lembaga Keuangan Digital

Koperasi Merah Putih hadir di tengah sistem ekonomi yang penuh persaingan, lembaga keuangan berbasis digital seperti fintech, bank digital, dan aplikasi peminjaman yang beroperasi secara daring mulai merajai pasar karena memiliki keunggulan, antara lain layanan cepat, akses mudah hanya dari genggaman, dan terus berinovasi.

Lembaga model ini sangat fleksibel dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di era modern.

Maka dari itu, jika Koperasi Merah Putih masih menggunakan cara konvensional tanpa memanfaatkan sistem digitalisasi, maka akan terancam tertinggal dan tidak relevan lagi bagi anggotanya, khususnya generasi muda yang lebih maju secara teknologi.

Keterlambatan dalam mengikuti perkembangan teknologi dapat menyebabkan minat anggota menurun, bisnis merosot, dan kepercayaan masyarakat pun hilang.

Oleh karena itu, koperasi perlu berani berinovasi dengan mengadopsi sistem digital, menawarkan produk berbasis aplikasi, dan menciptakan penawaran yang kompetitif agar tetap bertahan di lanskap keuangan yang serba digital dan dinamis.

4. Intervensi Politik : Racun Organisasi

Salah satu bahaya tersembunyi yang banyak tidak disadari di dalam badan koperasi adalah intervensi politik.

Koperasi Merah Putih yang seharusnya menjadi lembaga ekonomi berbasis gotong royong pun justru sangat rentan disusupi oleh kepentingan politik praktis.

Selama aktor-aktor politik melakukan campur tangan dalam proses pengambilan keputusan atau penentuan kepengurusan, orientasi koperasi pun bisa bergeser dari kepentingan anggota ke kepentingan segelintir elit atau kelompok tertentu.

Dengan demikian, keputusan strategis tidak lagi mencerminkan aspirasi kolektif, tetapi untuk kepentingan politik jangka pendek. Dampak intervensi politik ini sangat membahayakan, seperti timbul konflik internal, polarisasi anggota, bahkan stagnasi program kerja.

Koperasi yang sepantasnya harus dapat menjadi ruang aman dan netral dibawa jadi medan perebutan kuasa tidak sehat.

Jika tidak diantisipasi, racun ini mampu merusak integritas, soliditas, dan masa depan koperasi secara keseluruhan.

Oleh karena itu, menjaga independensi koperasi dari setiap jenis intervensi politik mutlak diperlukan agar menjaga idealisme koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat yang demokratis dan berdaya.

5. Ketergantuan terhadap Bantuan Pemerintah

Sebagian besar dana koperasi Merah Putih akan di dukungan oleh dana pemerintah.

Itu tentu merupakan stimulus awal yang baik. Namun, ketergantungan yang berlebihan akan melemahkan kekuatan ketahanan koperasi dalam jangka panjang.

Jika Koperasi Merah Putih menjadi terlalu bergantung pada sumbangan, subsidi, atau intervensi eksternal, maka koperasi akan rentan ketika sumber bantuan berhenti dan berpotensi akan mengalami ketergantuan terhadap bantuan pemerintah.

Oleh karena itu, Koperasi Merah Putih perlu diarahkan untuk membangun model bisnis yang mandiri, sehat, dan berkelanjutan.

Kemandirian ekonomi bukan sekadar retorika, tetapi harus diubah menjadi strategi jangka panjang.

Penutup: Optimisme Kritis, Tidak Pesimisme Apatis

Artikel ini bukan untuk menyebarluaskan rasa pesimisme terhadap Koperasi Merah Putih.

 Justru sebaliknya, penjelasan potensi ancaman adalah wujud tanggung jawab moral untuk tercapainya tujuan pembentukan koperasi ini agar tidak rusak.

Potensi ancaman harus dibahas sejak awal agar langkah koreksi dapat dilakukan preventif.

Banyak koperasi terdahulu yang gagal bukan karena idenya keliru, tapi karena aplikasinya yang jelek, tidak profesional, dan banyak dilanda konflik dalam atau kepentingan dari luar.

Dengan profesionalitas manajemen, dominasi ketat, inovasi berkelanjutan, serta partisipasi aktif semua anggota, Koperasi Merah Putih bisa berkembang menjadi simbol bangkitnya ekonomi rakyat yang sebenarnya.

Potensi ancaman haruslah dipajang sebagai cermin reflektif, bukan batu sandungan.

Karena sebenarnya, yang menghalangi gerakan besar bukanlah tantangan luar, melainkan kelalaian dari dalam.

Koperasi bukanlah jalan pintas, melainkan jalan panjang yang harus dijalani dengan penuh kesabaran, konsistensi, dan integritas.

Maka, marilah kita jaga Koperasi Merah Putih agar tidak mundur dari jalur perjuangannya, bukan hanya sebagai alat atau proyek politik, melainkan sebagai kekuatan rakyat itu sendiri. (*)

*) PENULIS adalah pegiat hukum.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved