Bireuen
Piring Situek Pineung Khas Pandrah, Bireuen, Dari Pelepah Pinang, Wadah Jamuan Nan Cantik
Situek pineung digunakan pada saat kenduri pesta perkawinan putra Bupati Bireuen H Mukhlis ST beberapa waktu lalu.
Penulis: Yusmandin Idris | Editor: Nur Nihayati
Situek pineung digunakan pada saat kenduri pesta perkawinan putra Bupati Bireuen H Mukhlis ST beberapa waktu lalu.
Laporan Yusmandin Idris I Bireuen
SERAMBINEWS.COM, BIREUEN – Sejak setahun terakhir di beberapa tempat kenduri terlihat disediakan piring dari pelepah pinang diberi nama situek pineung.
Piring bernama situek pineung ini merupakan wadah makanan ramah lingkungan yang terbuat dari pelepah pinang.
Situek pineung digunakan pada saat kenduri pesta perkawinan putra Bupati Bireuen H Mukhlis ST beberapa waktu lalu.
Bahkan wadah ini dipakai juga selain piring juga disediakan situek tersebut sebagai wadah makan kenduri.
Selain itu, piring situek pineung juga sebagai wadah jamuan untuk para tamu yang hadir di Pendopo Bupati pada lebaran Idul Adha lalu.
Piring situek merupakan salah satu produk lokal yang mulai dikenal luas masyarakat Bireuen, langkah yang dilakukan Bupati Bireuen, H Mukhlis ST, ketua Dekranas, Sadriah SKM MKM menjadi bentuk dukungan nyata terhadap produk lokal dan gerakan peduli lingkungan.
Pada Senin (23/6/2025), Serambinews.com melihat secara dekat lokasi pembuatan piring situk di Desa Panton Bili, Pandrah Bireuen.
Piring situek pineung merupakan hasil produksi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Lestari Indah di Desa Panton Bili, Kecamatan Pandrah, Bireuen menjadi simbol kearifan lokal yang mengedepankan pemanfaatan sumber daya alam secara bijak, sekaligus memberdayakan UMKM di daerah tersebut.
Lahirnya UMKM tersebut ternyata prosesnya panjang.
Ketua KUPS Lestari Indah, Heru Wahyudi menceritakan, tahun 2019 lalu hadir satu lembaga bernama World Resources Institute (WRI) salah satu lembaga independen di Jakarta sejak 2019 lalu di desa tersebut untuk menjaga kelestarian hutan.
Mulai saat itu dilakukan berbagai pertemuan dan mengurus izin pengelolaan hutan dan lahirlah lembaga Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) ditetapkan dalam SK Kementerian Kehutanan.
Muhammad Nasir selaku ketua LPHD mengatakan, usai lahir lembaga
tersebut katanya ditanyakan apa yang bisa dilakukan untuk pengembangan anggota kelompok.
Tim dari WRI menanyakan bahan baku apa yang ada di lingkungan hutan dan desa, maka kelompok menyebutkan, salah satunya pelepah pinang lumayan banyak dan terbuang percuma dan lainnya.
Maka lahirlah beberapa KUPS yaitu KUPS Madu Banggalang, KPUS Lestari Indah dan KUPS Aneuk Rimba.
Tahun 2022 muncul covid-19 maka semua harapan.seperti hilang dan tim WRI juga tidak muncul lagi saat covid.
“Kami semua pasrah, tim mungkin tidak datang lagi karena covid,” ujarnya.
Awal tahun 2023, tim dari Jakarta ternyata hadir lagi dan kelompok
menyambut gembira, program yang telah disusun beberapa tahun lalu digerakkan lagi.
WRI kemudian mengarahkan dan membina anggota kelompok untuk mengikuti pelatihan, pelatihan di berbagai daerah sampai ke Padang, Sumatera Barat untuk melihat proses menjadikan pelepah pinang menjadi piring.
Usai menerima pelatihan maka mengalami kendala tidak ada mesin,
kemudian WRI membantu satu unit mesin, mesin tersebut keluaran India.
Melihat sepintas mesin memang sederhana, namun banyak komponen sangat khusus sehingga apabila rusak harus dipesan dari India.
Heri Wahyudi ditemani Muhammad Dani selaku operator mesin dan sejumlah kaum ibu mengatakan, awal 2024 mesin tiba, maka mulailah memproses pelepah pinang menjadi piring situek dan beberapa jenis wadah lainnya.
Pelepah pinang yang awalnya sebagai limbah mulai dimanfaatkan dan bernilai jual.
Satu pelepah pinang dibeli kelompok tersebut mulai dari Rp 200 – 500/pelepah sesuai kualitasnya.
Pelepah pinang umumnya diantar ke gudang, kemudian disortir mana yang baik dan bagus.
“Prosesnya dari bahan baku hingga menjadi piring situek lima kali proses, kemudian dilakukan pengepakan dan dikirim ke pemesan,” ujar Muhammad.
Hingga saat ini, katanya usaha tersebut melibatkan 26 anggota kelompok umumnya kaum ibu, tugasnya masing-masing dan bergantian dalam proses, sehingga anggota kelompok memahami tugas dengan baik mulai pengumpul sampai bahan jadi.
Harga jual satu piring situk Rp 2.000-2.500/piring, harga wadah lainnya seperti mangkok sesuai ukuran dan bentuk.
Pemasaran dilakukan selain melalui instagram juga rekan-rekan secara berjenjang.
Sejak beberapa waktu lalu, Ketua Dekranasda Bireuen, Ibu Sadriah SKM MKM sering memesan piring situek untuk berbagai acara.
Bahkan, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Aceh sudah beberapa kali memesan dan sudah dipesan lagi untuk kebutuhan berbagai kegiatan perguruan tinggi tersebut.
Heri Wahyudi mengatakan, memproduksi piring situek dilakukan dengan satu unit mesin buatan India, setiap hari mampu
memproduksi 280 piring/hari.
“Sekarang masih terbatas pada satu mesin, andainya ada dua unit mesin lagi maka usaha akan berkembang, anggota kelompok dapat ditambah dan berbagai permintaan dapat dipenuhi,” ujarnya.
Hadirnya usaha tersebut selain memanfaatkan pelepah pinang
juga memberdayakan anggota kelompok dan meningkatkan ekonomi
masyarakat, pelepah pinang tidak terbuang lagi.
Apabila ada mesin tambahan akan diupayakan berbagai produk lain dengan berbagai inovasi. (*)
Tingkatkan Literasi Siswa, SMKN 1 Jeunieb Bireuen Hadirkan Pojok Baca di Kantin Sekolah |
![]() |
---|
Kalahkan Incumbent, Petani Sawit Terpilih Sebagai Keuchik Tanjong Mesjid Bireuen |
![]() |
---|
Genjot Produksi Pertanian, Wagub Fadhlullah Serahkan Alsintan untuk 3 Kabupaten |
![]() |
---|
PIM Bersama Umuslim Luncurkan Sekolah Keluarga di Blang Mee Bireuen |
![]() |
---|
Sehari Empat Kali Musibah Kebakaran, Damkar Bireuen Nyaris Kalang Kabut |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.