Sabang

Junaidi Polisi Inspiratif, Sosok Ayah bagi Anak Yatim di Rumah Tahfidz Raudhatul Quran

"Saya lihat terlalu banyak anak yang kehilangan orang tua, kehilangan masa depan. Itu tidak boleh jadi hal biasa," kenangnya pelan.

Penulis: Aulia Prasetya | Editor: Eddy Fitriadi
zoom-inlihat foto Junaidi Polisi Inspiratif, Sosok Ayah bagi Anak Yatim di Rumah Tahfidz Raudhatul Quran
For Serambinews.com
POLISI INSPIRASI - Dr Junaidi saat sedang bersama santri di Rumah Tahfidz Raudhatul Qur’an. 

Laporan Aulia Prasetya | Sabang

SERAMBINEWS.COM, SABANG - Tak ada yang menyangka, dibalik ketegasan sebagai seorang kasat di unit Reserse Kriminal Polres Sabang, tersembunyi jiwa lembut sebagai ayah dan tangan yang selalu siap merangkul.

Ia berseragam coklat, memimpin penyidikan, dan berdiri paling depan memburu keadilan. Namun ketika ia melepas seragamnya, ia duduk berila, membimbing anak - anak yatim membaca Al - Qur'an dengan suara lirih dan penuh kasi.

Dialah Dr. Junaidi, S.Sos., S.H., M.S.M., M.H., seorang polisi, pendidik, pemikir dan ayah bagi puluhan anak yatim di Aceh Besar, mereka memanggilnya "Waled"

Bagi sebagian orang, Waled adalah gelar untuk ulama. Tapi bagi anak-anak di Rumah Tahfidz Raudhatul Qur’an, itu adalah panggilan cinta untuk seorang ayah yang mereka tidak miliki. Seorang ayah yang hadir bukan karena darah, tapi karena kasih dan pengorbanan.

Lahir di Aceh Utara pada 31 Desember 1978, Junaidi memulai kariernya bukan dari pintu depan. Ia masuk melalui jalur tamtama, pangkat paling bawah di tubuh Polri. Tahun 1999, ia berdiri sebagai Bharada Bhayangkara Dua, Ia ditempatkan di satuan Brimob dan telah mengemban tugas berat di berbagai wilayah konflik seperti Poso, Ambon, hingga Aceh.

Ia tak hanya menyaksikan peluru dan api, tapi juga wajah - wajah anak kecil yang kehilangan keluarga karena perang. Sejak itu, ada luka yang diam - diam bersarang di hatinya luka yang kemudian tumbuh menjadi tekad.

"Saya lihat terlalu banyak anak yang kehilangan orang tua, kehilangan masa depan. Itu tidak boleh jadi hal biasa," kenangnya pelan.

Perlahan, ia menapaki tangga karier. Dari satuan Brimob ke satuan reserse. Dari operasi keamanan ke podium akademik. Ia menempuh pendidikan tinggi hingga bergelar doktor di bidang manajemen.

Kini, ia bukan hanya Kasat Reskrim, tapi juga dosen, penulis buku, hingga assessor di Assessment Center Polda Aceh. Tapi di balik semua gelar itu, ada satu identitas yang paling ia banggakan yaitu Pendiri Rumah Tahfidz Raudhatul Qur’an.

Tahun 2020, saat dunia dilanda pandemi, Junaidi membangun rumah yang berbeda dari rumah biasa. Bukan tempat tinggal, tapi tempat pengasuhan jiwa. Rumah yang menjadi pelukan bagi mereka yang kehilangan. Rumah Tahfidz itu kini membina 82 santri, sebagian besar anak yatim piatu dan dari keluarga tak mampu.

"Saya hanya ingin mereka punya harapan. Punya tempat pulang. Punya sosok ayah," katanya dengan suara yang nyaris pecah.

Ia tidak hanya membiayai. Ia hadir, mengajar, mendengar, dan memeluk. Bahkan, para santri dan warga sekitar memanggilnya Waled. Sebutan itu melekat karena keikhlasan, bukan karena jabatan. Bahkan di kantor dan di lapangan, rekan kerja dan bawahannya kadang ikut - ikutan memanggilnya begitu.

“Cuma kadang - kadang saya merasa sungkan dipanggil ‘Waled’ oleh anak - anak di pengajian atau bahkan oleh rekan kerja dan anggota. Tapi mungkin karena mereka melihatnya dari rasa hormat dan kedekatan,” ujar Junaidi sambil tersenyum.

Sebagai akademisi, Dr. Junaidi telah menulis berbagai karya strategis yang menjadi rujukan di bidang kebijakan publik dan pemberdayaan masyarakat. Ia juga menyabet penghargaan “Dosen Prestasi,” menciptakan inovasi aplikasi Off Office di Biro SDM Polda Aceh, hingga memperoleh Sertifikat Manajemen Risiko Publik dari BPKP.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved