Berita Lhokseumawe

Mimbar Bebas Tika Beut UIN SUNA Lhokseumawe Gugat Narasi Tunggal Sejarah Aceh

Diskusi yang digelar halaman Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) ini mengangkat tema “Apa yang Hilang dari Sejarah Aceh?”

Penulis: Jafaruddin | Editor: Mursal Ismail
Dokumen Panitia
DISKUSI TERBUKA - Komunitas Tika Beut UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe kembali menghadirkan diskusi terbuka bertajuk Mimbar Bebas pada Selasa, 1 Juli 2025. 

Diskusi yang digelar halaman Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) ini mengangkat tema “Apa yang Hilang dari Sejarah Aceh?”

Laporan Jafaruddin I Lhokseumawe

SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Komunitas Tika Beut UIN Sultanah Nahrasiyah atau UIN SUNA Lhokseumawe kembali menghadirkan diskusi terbuka bertajuk Mimbar Bebas pada Selasa, 1 Juli 2025.

Diskusi yang digelar halaman Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) ini mengangkat tema “Apa yang Hilang dari Sejarah Aceh?”

Narasumber utama Baiquni Hasbi MA PhD, sejarawan Aceh lulusan University of North Carolina at Chapel Hill, Amerika Serikat.

Dalam pemaparannya, Baiquni menyampaikan bahwa sejarah seharusnya tidak hanya dilihat sebagai kumpulan cerita masa lalu, melainkan sebagai alat untuk membaca dan memahami masa kini.

Ia menegaskan bahwa sebagai anak muda, perlu kritis terhadap sejarah yang selama ini dibaca dan dengar.

Menurutnya, terkadang sejarawan Muslim hanya menulis tentang keislaman dan menghapus unsur-unsur lainnya, padahal sejarah itu tidak pernah netral.

Baca juga: Bazmal Unimal Salurkan Bantuan Cepat untuk Mahasiswa di Lhokseumawe yang Rumah Kosnya Terbakar

“Semua yang ada di dunia ini harus dipertanyakan. Saat membaca sejarah, penting untuk bertanya: siapa penulisnya? Kepada siapa tulisan itu ditujukan? Dan apa motif di baliknya?” ujarnya.

Baiquni juga menyinggung isi Hikayat Raja-raja Pasai, di mana disebutkan bahwa Sultan Malikussaleh dulunya dikenal dengan nama Meurah Silu, yang memiliki keterkaitan erat dengan unsur Hindu-Buddha.

Ia bahkan menjelaskan bahwa sejarah tentang ayah dan ibu Meurah Silu turut memperlihatkan proses Islamisasi yang tidak serta-merta, melainkan melalui pertemuan budaya dan keyakinan yang kompleks.

Wakil Dekan III FUAD UIN Sultanah Nahrasiyah, Dr Rizqi Wahyudi, MKom.I, yang turut hadir dalam diskusi ini, memperkuat pernyataan Baiquni.

Ia menambahkan bahwa narasi sejarah yang sering didengar bisa jadi telah lama diagendakan dan dipolitisasi.

“Menceritakan sejarah atau makna dari sesuatu seringkali tidak lepas dari kepentingan. Tanpa kita sadari, ada agenda politik yang tersembunyi di balik narasi tersebut,” jelasnya.

Baca juga: Ini Lokasi Rencana Pembangunan Batalyon Baru di Gayo Lues dan Tanggapan Kades Sangir

Ketua Komunitas Tika Beut Jihan Fanyra, juga membagikan pengalamannya bahwa banyak teman-temannya dari luar Aceh yang mempertanyakan hal-hal sempit tentang Aceh.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved