Sejarah Pacu Jalur yang Curi Perhatian Dunia, Perlombaan Perahu Masyarakat Melayu Teluk Kuantan Riau

Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur dijadikan ajang hiburan untuk memperingati hari kelahiran Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus.

Editor: Amirullah
Dok Kemenparekraf via Kompas.com
Pacu Jalur, tradisi lomba perahu ala masyarakat Melayu Riau yang mencuri perhatian dunia. Pada 2014 lalu, pemerintah telah menetapkannya sebagai bagian integral dari Warisan Budaya Nasional Tak-benda dari Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau Indonesia (Dok Kemenparekraf via Kompas.com) 

SERAMBINEWS.COM - Tradisi mendayung warisan Melayu Riau ini bukan sekadar perlombaan—tapi simbol kebersamaan, spiritualitas, dan semangat juang yang telah hidup sejak abad ke-17.

Kini, Pacu Jalur jadi sorotan nasional dan dunia, bahkan muncul istilah baru: Aura Farming dari sosok ikonik Togak Luan, anak kecil penari di ujung perahu.

Apa makna filosofis di balik tradisi ini? Siapa saja tokoh kecil yang mencuri perhatian dunia?

Simak kisah penuh makna dari Sungai Batang Kuantan yang mendunia!

Diketahui orang-orang penting di negara ini tiba-tiba membicarakan Pacu Jalur, tradisi perlombaan perahu ala masyarakat Melayu di sekitar Batang Kuantan di Teluk Kuantan (Kota Taluk), Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Terlebih setelah perlombaan ini menjadi viral hingga mancanegara.

Sejarah Pacu Jalur

Mengutip situs PAN-RB, sejarah Pacu Jalur tercatat sejak abad ke-17, saat jalur atau perahu digunakan sebagai alat transportasi utama masyarakat Rantau Kuantan di sepanjang Sungai Kuantan. Pada masa itu, jalur berfungsi sebagai sarana untuk mengangkut hasil bumi dari hulu hingga hilir.

Jalur-jalur itu, seiring berkembangnya waktu, kemudian dihias dengan berbagai ornamen budaya lokal, seperti ukiran kepala ular dan buaya, yang menambah nilai estetika dan kebanggaan masyarakat setempat.

Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur dijadikan ajang hiburan untuk memperingati hari kelahiran Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus. Setelah Indonesia merdeka, tradisi ini terus berkembang dan digunakan untuk memeriahkan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kini, Pacu Jalur telah menjadi pesta rakyat tahunan yang sangat meriah dan tercatat sebagai warisan budaya takbenda yang mendunia. Festival ini diadakan setiap tahun di Sungai Batang Kuantan dan selalu berhasil menarik perhatian masyarakat, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.

Mengutip Antara, Pacu Jalur adalah pesta rakyat kebanggaan masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Disebutkan bahwa tradisi ini berakar sejak abad ke-17, ketika perahu panjang yang oleh masyarakat setempat disebut "jalur" menjadi bagian dari moda transportasi utama masyarakat sekitar Sungai Kuantan.

Sungai ini membentang dari Hulu Kuantan di hulu dan Cerenti di hilir. Selain mengangkut 40 sampai 60 manusia, jalur biasa digunakan untuk mengangkut hasil perkebunan seperti pisang dan tebu.

Masih menurut Antara, seiring waktu, jalur-jalur itu kemudian dihias sedemikian rupa dengan ukuran-ukiran yang artistik. Motifnya bermacam-macam, dari kepala ular, buaya, harimau, dan lain sebagainya. Belum lagi hiasan lain seperti payung, tali hias, selendang warna-warni, tiang tengah, lambai-lambai, yang semakin membuat jalur indah dipandang.

Konon katanya, hiasan pada jalur menentukan status sosial seseorang. Jika ada jalur yang berhias mewah, itu artinya pemiliknya adalah orang dengan status sosial tinggi. Entah kepala ada atau tokoh masyarakat.

Mengutip Kotajalur.kuansing.go.id, sekitar satu abad kemudian, masyarakat setempat kemudian menemukan sisi lain jalur: sebagai ajang adu kecepatan. Dari situlah kemudian digelar lomba adu cepat antar-jalur yang kelak populer dengan sebutan Pacu Jalur.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved