Berita Pidie

Klaim Diapresiasi Internasional, Wamen Sebut Program Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Dilanjutkan

Kata Mugiyanto, pemerintah pusat akan melanjutkan program tersebut terhadap korban agar pemulihan tersebut komprehensif. 

Penulis: Muhammad Nazar | Editor: Saifullah
Serambi Indonesia
FOTO BERSAMA - Wamen HAM, Mugiyanto (baju batik nomor dua dari kiri), berfoto bersama dengan Menko Kumham & Imipas RI, Yusril Ihza Mahendra, Wamen PU, Diana Kusumastuti, dan Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, disela-sela peresmian Memorial Living Park di.Rumoh Geudong, Gampong Bili, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, Kamis (10/7/2025). 

Laporan Muhammad Nazar | Pidie

SERAMBINEWS.COM, SIGLI - Wakil Menteri (Wamen) Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia, Mugiyanto menyatakan, pemerintah pusat akan melanjutkan progran pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh. 

Program itu awalnya telah dilakukan pada masa Presiden RI, Joko Widodo.

Di mana, negara telah mengakui ada 12 pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Dari 12 pelanggaran HAM berat tersebut, tercatat tiga pelanggaran HAM berat terjadi di Aceh.

Yaitu, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Pidie (1989).

Lalu, peristiwa Simpang KKA, Aceh Utara (1989).

Terakhir, peristiwa Jambo Keupok, Aceh Selatan (2003). 

"Proses pemulihan terhadap korban di tiga lokasi tersebut, akan terus dilanjutkan,” ujar  Wamen HAM, Mugiyanto disela-sela peresmian Memorial Living Park di Kompleks Rumoh Geudong Gampong Bili, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, Kamis (10/7/2025).

“Pogram itu telah dimulai pada masa Presiden Joko Widodo dengan mengeluarkan Inpres Nomor 2," ungkap Mugiyanto.

Peresmian Memorial Living Park itu juga dihadiri Menko Kumham dan Imipas RI, Yusril Ihza Mahendra, Wamen PU, Diana Kusumastuti, Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, dan Wakil Bupati Pidie, Alzaizi. 

Kata Mugiyanto, pemerintah pusat akan melanjutkan program tersebut terhadap korban agar pemulihan tersebut komprehensif. 

Menurutnya, sesuai Inpres Nomor 4 tentang 19 Kementrian dan Lembaga, di mana nantinya masing-masing kementrian memiliki tanggungjawab terhadap korban. 

Yaitu, sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan anak korban.

Seperti keinginan pendidikan, maka Kementrian Pendidikan nantinya akan take-over untuk memenuhi hak korban dan anak korban.

"Begitu juga menyangkut pekerjaan yang dinginkan anak korban yang telah disampaikan dalam pertemuan tadi, yang nantinya tetap akan diurus," jelasnya. 

Tutur Wamen HAM, pemulihan korban ke depan, tentunya harus secara komprehensif dan tidak boleh sekali. 

Sebab, pemulihan sebetulnya yang dilakukan pemerintah terhadap warga yang menjadi korban pelanggaran HAM berat, bukan kompensasi. 

Sebab, di Indonesia diberikan pemulihan dengan kompensasi tentunya harus dengan keputusan pengadilan. 

"Kami lakukan pemulihan terhadap korban karena telah diatur dalam ketentuan internasional. Korban memiliki hak untuk pemulihan dan jaminan dari pemerintah," tegasnya. 

Dikatakan dia, upaya-upaya memulihkan hak-hak korban, sekaligus mencegah peristiwa tersebut tidak terjadi lagi di masa mendatang.

"Pemerintah melanjutkan program pemulihan terhadap korban karena kami mendapatkan apresiasi dari korban dan komunitas internasional," pungkasnya.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved