Breaking News

Berita Internasional

Wajah Lain Jepang , Prostitusi Jalanan Sasar Turis Asing

Di balik gemerlap lampu neon dan hiruk-pikuk malam di Kabukicho, distrik hiburan terbesar di Shinjuku, Tokyo, tersembunyi wajah lain...

|
Editor: Nurul Hayati
SERAMBINEWS.COM/TIARA FATIMAH
Masyarakat Jepang yang mayoritas pekerja berlalu-lalang di kawasan Shimbashi, Tokyo. Foto diambil Senin, (23/05/2016). 

Mereka mengaku aktif beroperasi sejak pertengahan Mei.

Jaringan Virtual: Grup Chat, Foto Polisi, dan Peta Aman

Investigasi mengungkap adanya jaringan digital tertutup yang dipakai para pelaku untuk berbagi informasi.

Di dalamnya mereka membagikan foto-foto polisi yang menyamar, menandai lokasi razia dan memberikan kode “zona aman” untuk beroperasi.

Tarif layanan berkisar antara ¥20.000 hingga ¥30.000 (sekitar Rp 2,6 juta–Rp 3,9 juta) per sesi.

Salah satu pelaku dilaporkan sanggup melayani lima klien per hari dan mengumpulkan lebih dari ¥110 juta (setara Rp 14,3 miliar) dalam dua tahun terakhir.

Baca juga: Gempa Diramal Guncang Jepang, Warga di Pulau Terpencil Diungsikan, Maskapai Batalkan Penerbangan

 Dilema Hukum: Antara Zona Abu-abu dan Regulasi Ketat

Prostitusi di Jepang adalah topik kompleks yang melibatkan aspek hukum, budaya, ekonomi, dan sejarah.

Meskipun secara hukum prostitusi dilarang sejak tahun 1956, praktiknya tetap berlangsung melalui berbagai celah dan bentuk layanan alternatif.

Secara hukum, prostitusi dengan definisi penetrasi seksual berbayar adalah ilegal di Jepang berdasarkan Anti-Prostitution Law tahun 1956. 

Undang-undang Jepang mendefinisikan prostitusi sebagai hubungan seksual dengan orang asing sebagai imbalan uang.

Untuk menghindari pelanggaran hukum, banyak tempat menawarkan layanan seksual tidak langsung, seperti pijat erotis, mandi bersama, atau sekadar menemani bicara.

Namun, celah hukum membuat berbagai bentuk layanan seksual non-penetratif seperti fashion health dan delivery health tetap marak.

Kegiatan ini berada di wilayah “zona abu-abu” legalitas, dan razia baru digencarkan bila menyangkut eksploitasi anak atau keterlibatan sindikat kriminal (yakuza).

Jepang memiliki sejarah panjang industri seks, dari yuukaku (daerah prostitusi resmi) di era Edo hingga comfort women di masa perang.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved