Breaking News

Kesenian Daerah

Hadiri FGD Dewan Kesenian Aceh, Nasir Djamil Sebut Urgensi Qanun Kesenian

Diketahui, berbagai bentuk kesenian Aceh saat ini hanya dapat dilihat di berbagai acara seremoni. Kegiatan-kegiatan berkesenian yang dulu

Penulis: Sara Masroni | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/FOR SERAMBINEWS
QANUN KESENIAN - Anggota DPR RI, Dr M Nasir Djamil saat menjadi pemantik dalam FGD digelar DKA Provinsi Aceh di Banda Aceh, Sabtu (2/8/2025). 

“Agar para pelaku seni di Aceh tidak bingung, mana yang boleh dan mana yang tidak dan kami merasa aman untuk berkesenian,” ujarnya.

Hal ini juga diamini oleh para pelaku seni yang hadir sebagai peserta FGD. Banyak sanggar tari di kampung-kampung saat ini mengalami mati suri karena stigma sebagian masyarakat yang mengatakan jika kegiatan menari itu kurang baik. Sehingga anak-anak banyak yang menjadi takut untuk pergi ke sanggar-sanggar tari.

“Karena itu perlu adanya satu aturan yang mengatur sehingga kita memiliki kekuatan untuk tetap melakukan kegiatan berkesenian,” ungkap salah satu pelaku seni tari, Nurul.

Sementara perwakilan Majelis Adat Aceh (MAA), Yus Dedi menambahkan, ada beberapa praktik baik dari pemerintah masa lalu yang dapat dicontoh untuk pengembangan kesenian di Aceh saat ini. 

“Masa Gubernur Ibrahim Hasan, seniman mendapat perhatian yang lebih, dan menjadikan kesenian lebih hidup, karena para seniman merasa diapresiasi dan juga terlihat keberpihakan pemerintah pada bidang kesenian,” ujar Yus.

Hal senada juga ditambahkan oleh pelaku seni yang juga aktif dalam berbagai event, Sarjev. 

Dikatakannya, pemerintah harus lebih peduli pada seniman misalnya jika ada kegiatan atau undangan dari luar, maka harus lebih mendahulukan kepentingan para seniman, bukan tim official yang biasanya kemungkinan jumlahnya lebih banyak dari para seniman yang diberangkatkan.

Di akhir diskusi, Ketua DKA provinsi Aceh menyampaikan, sebagai lembaga yang dibentuk pemerintah Aceh dengan salah satu tugasnya adalah mengontrol kegiatan seni budaya berdasarkan adat istiadat dan syariat Islam, maka Qanun Kesenian Aceh dibutuhkan untuk dapat menjalankan tugas dengan lebih maksimal.

Selain perlunya perlindungan terhadap para pelaku seni dan kegiatan berkesenian melalui Qanun Kesenian, juga dibutuhkan revitalisasi seni Aceh. 

“Revitalisasi seni Aceh ini harus dilakukan sebagai bentuk upaya pelestarian kesenian Aceh agar nantinya tidak hanya diketahui anak cucu kita lewat buku-buku, atau video-video saja karena sudah tidak ada kegiatannya secara nyata,” jelas Afifuddin.

“Upaya revitalisasi kesenian Aceh ini juga dapat menjadi sarana untuk mempromosikan pariwisata dan meningkatkan ekonomi lokal,” tutupnya.

Kegiatan ini dihadiri perwakilan dari beberapa DKA kabupaten/kota Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Aceh Besar. Hadir pula perwakilan dari MPU, MAA, Kodam Iskandar Muda, Polda Aceh, ISBI Aceh, dan para pelaku seni di Aceh.

Hasil dari FGD ini akan dirumuskan untuk selanjutkan akan dijadikan rencana aksi bagi pengembangan dan pelestarian seni di Aceh. Hasil FGD ini juga akan diserahkan kepada Gubernur Aceh, Muzakir Manaf sebagai bagian dari tugas DKA yaitu, memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Pemerintah Aceh mengenai kebijakan seni dan budaya.(*)

 

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved