Pengetahuan
5 Agustus 2025 Jadi Hari Terpendek? Ini Fakta dan Penyebabnya Menurut Ilmuan
"Selama dekade terakhir, rata-rata panjang hari cenderung menyusut, terutama dalam lima tahun terakhir,” ujar Nicholas Stamatakos,
Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Ansari Hasyim
5 Agustus 2025 Jadi Hari Terpendek? Ini Fakta dan Penyebabnya Menurut Ilmuan
SERAMBINEWS.COM-Pada Selasa, (5/8/2025), Bumi mengalami salah satu hari terpendek yang pernah tercatat sejak pengamatan resmi dimulai lebih singkat 1,25 milidetik dibandingkan durasi normal 24 jam.
Meskipun perbedaan ini tidak bisa dirasakan secara langsung oleh manusia, fenomena ini justru menjadi sorotan para ilmuwan karena menunjukkan pola percepatan rotasi Bumi yang terus berlanjut dalam beberapa tahun terakhir.
"Selama dekade terakhir, rata-rata panjang hari cenderung menyusut, terutama dalam lima tahun terakhir,” ujar Nicholas Stamatakos, seorang astronom dari Earth Orientation Department di U.S. Naval Observatory dikutip via Kompas.com (5/8/2025).
Secara umum, panjang hari Bumi biasanya bertambah secara perlahan akibat gesekan pasang surut air laut yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi Bulan.
Namun, fenomena yang terjadi belakangan ini justru menunjukkan arah yang berlawanan dan para peneliti masih mencari jawaban yang tidak sesederhana dugaan awal.
Baca juga: Hari ini, 5 Agustus 2025 Jadi Hari Terpendek Sepanjang Tahun, Mengapa Bisa Terjadi?
Hari Lebih Singkat: Bukan Hanya Fenomena Musiman
Jika kamu mengira hari-hari yang lebih pendek hanya terjadi karena pergeseran musim panas di belahan Bumi utara, anggapan itu kurang tepat.
Panjang hari yang dimaksud di sini tidak berkaitan dengan durasi cahaya matahari, melainkan dengan waktu yang dibutuhkan Bumi untuk menyelesaikan satu rotasi penuh terhadap Matahari yang dikenal sebagai solar day.
Pada tahun 2025 ini, terdapat tiga hari di mana durasi rotasi Bumi tercatat lebih pendek dari 86.400 detik (24 jam):
9 Juli (lebih singkat 1,23 milidetik)
22 Juli (lebih singkat 1,36 milidetik)
5 Agustus (lebih singkat 1,25 milidetik)
Walaupun perbedaannya sangat kecil bahkan lebih cepat dari kedipan mata (sekitar 100–400 milidetik) fenomena ini tetap memiliki arti penting bagi dunia sains dan teknologi.
Baca juga: 2 Gunung Berapi Rusia Meletus, Ahli Ingatkan Gunung di Zona Cincin Api Pasifik Termasuk Indonesia
Apa Penyebabnya?
Rotasi Bumi tidak selalu konstan dan bisa dipengaruhi oleh kombinasi faktor-faktor kompleks. Berikut beberapa penjelasan utama:
Pengaruh Bulan
Posisi Bulan terhadap ekuator Bumi dapat mempercepat atau memperlambat rotasi.
Ketika posisinya lebih dekat ke ekuator, tarikan gravitasinya sedikit memperlambat rotasi. Sebaliknya, saat berada lebih dekat ke kutub, tarikan ini justru membantu mempercepat rotasi Bumi.
Variasi Atmosfer
Atmosfer Bumi dan kerak padat saling berbagi momentum.
Saat kecepatan atmosfer menurun selama musim panas akibat perubahan aliran jet, kerak Bumi secara otomatis harus berputar lebih cepat untuk menjaga momentum keseluruhan tetap stabil.
Perlambatan Inti Bumi
Para ilmuwan menduga bahwa inti dalam Bumi yang terdiri dari material cair telah mengalami perlambatan dalam 50 tahun terakhir.
Sebagai kompensasi atas pelambatan ini dan untuk mematuhi hukum kekekalan momentum sudut, bagian luar Bumi perlu berputar lebih cepat.
“Kami tidak tahu pasti mengapa, atau apa yang akan dilakukan inti Bumi ke depannya,” kata Duncan Agnew, ahli geofisika dari Scripps Institution of Oceanography.
Baca juga: Geliat Burni Telong dan Masa Kelam Kala Awan Gelap Menyelimuti Langit Aceh
Apakah Ini Hari Terpendek dalam Sejarah?
Sejak digunakannya sistem waktu atomik pada tahun 1955, beberapa hari terakhir memang tercatat sebagai yang terpendek dalam sejarah pengukuran modern.
Namun, jika menengok lebih jauh ke masa lampau, panjang hari di era purba ternyata jauh lebih singkat dibanding sekarang.
Sebagai contoh, sekitar 70 juta tahun lalu, satu tahun terdiri dari 372 hari, karena satu hari hanya berlangsung sekitar 23,5 jam. Bahkan, pada 430 juta tahun lalu, panjang satu hari hanya sekitar 21 jam.
Informasi ini diperoleh melalui analisis ilmiah terhadap cangkang moluska dan fosil koral.
Jadi, meskipun tren jangka panjang menunjukkan hari-hari semakin panjang akibat pengaruh gravitasi Bulan, fluktuasi jangka pendek seperti yang terjadi sekarang tetap menjadi objek penelitian penting bagi para ilmuwan.
Baca juga: 5 Fenomena Langit pada Agustus 2025: Puncak Hujan Meteor hingga Black New Moon
Dampaknya Terhadap Teknologi dan Sistem Waktu
Dalam praktiknya, bila waktu astronomi yang dihitung berdasarkan rotasi Bumi menjadi lebih lambat daripada waktu atomik yang sangat presisi, maka para ilmuwan akan menambahkan leap second atau detik kabisat agar keduanya kembali sinkron.
Sejak tahun 1972, sudah sebanyak 27 leap second ditambahkan. Namun, dengan percepatan rotasi Bumi yang terjadi saat ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah, kita mungkin akan menghadapi negative leap second.
Artinya, waktu astronomi akan melaju lebih cepat dibanding waktu atom, sehingga harus dikurangi satu detik agar tetap sinkron. Hal ini memunculkan kekhawatiran besar, terutama di sektor teknologi.
Pada tahun 2012, penambahan detik kabisat sempat menyebabkan gangguan pada sistem operasi Linux dan server lainnya.
Meta bahkan menyatakan, “Negative leap second bisa berdampak besar pada perangkat lunak yang mengasumsikan waktu selalu bertambah.”
Baca juga: Daftar Negara dengan Satelit Aktif Terbanyak di Dunia, Indonesia Punya Berapa Satelit?
Apakah Perubahan Iklim Turut Berperan?
Penelitian NASA menunjukkan bahwa perubahan iklim juga dapat menggeser distribusi massa Bumi, terutama melalui mencairnya es di kutub, kenaikan permukaan laut, dan pengurangan cadangan air tanah.
Semua perubahan ini bisa memperlambat rotasi Bumi, serupa dengan seorang skater yang membuka tangan untuk mengurangi kecepatan putarannya.
“Analisis kami menunjukkan bahwa selama satu abad terakhir, perubahan iklim modern berkontribusi menambah panjang hari sekitar 0,6 hingga 0,7 milidetik,” ungkap Surendra Adhikari, ilmuwan sistem Bumi di Jet Propulsion Laboratory.
Yang menarik, dampak dari perubahan iklim ini justru bertentangan dengan percepatan rotasi yang tengah diamati saat ini. Kondisi ini membuat proyeksi jangka panjang menjadi semakin kompleks dan sulit diprediksi.
Apa yang Bisa Kita Harapkan?
Meski perubahan dalam hitungan milidetik ini tidak berdampak langsung pada aktivitas harian manusia, hal tersebut sangat penting bagi komunitas ilmiah seperti astronom, insinyur sistem, hingga ahli geodesi.
“Prediksi akurat tentang panjang hari lebih dari enam bulan ke depan saat ini belum memungkinkan,” kata Stamatakos.
Dengan berbagai ketidakpastian yang ada, rotasi Bumi menjadi pengingat bahwa bahkan sesuatu yang kita anggap paling stabil seperti panjang satu hari ternyata bukanlah hal yang benar-benar tetap.
Matahari memang akan terbit esok hari, namun berapa lama ia bersinar tiap harinya? Pertanyaan itu masih menjadi misteri yang terus digali oleh sains modern.
Baca juga: Selat Hormuz Tetap Berisiko Selagi Gencatan Senjata, Kapal Dagang Internasional Palsukan Identitas
(Serambinews.com/Sri Anggun Oktaviana)
Hindari! 5 Barang Ini Dipercaya Mengundang Sial di Rumah |
![]() |
---|
Mau Shalat Jumat di Mana? Ini Daftar Khatib dan Imam Jumat Hari Ini di Banda Aceh |
![]() |
---|
Di 71 Masjid Aceh Besar, Ini Daftar Khatib dan Imam Shalat Jumat Hari Ini 19 September 2025 |
![]() |
---|
Stadion Blang Paseh Pidie Dibangun Pagar Pengamanan Baru, yang Lama Dibongkar |
![]() |
---|
Ketua DPRK Lhokseumawe Komit Dukung Kebebasan Pers |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.