Liputan Eksklusif Aceh

20 Tahun Damai Aceh, Rektor UTU Minta Pusat tidak Abaikan Kewenangan Daerah

“Secara pribadi, saya sangat bersyukur atas perdamaian yang sudah kita capai selama dua dekade ini,” kata Rektor. 

|
Penulis: Sadul Bahri | Editor: Saifullah
For Serambinews.com
PESAN DAMAI REKTOR - Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Prof Dr Ishak Hasan menyampaikan bahwa perdamaian yang telah diraih harus terus dirawat dan diperjuangkan. 

Ketiga, perbaikan ekonomi yang berkelanjutan. 

Menurutnya, Aceh memiliki potensi sumber daya alam yang besar, namun belum dimanfaatkan secara maksimal. 

Ia mendorong masyarakat untuk menanamkan semangat kerja keras dan kemandirian agar tidak terus bergantung pada bantuan.

Rektor UTU juga menekankan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga dan melanjutkan semangat perdamaian. 

Ia berharap, anak-anak muda di Aceh tidak hanya memiliki pengetahuan akademik, tetapi juga keterampilan (soft skill dan hard skill) serta karakter yang mulia.

“Mereka harus tampil mengambil peran. Pemerintah harus membantu dengan menyediakan beasiswa, pelatihan, dan dukungan dana. Tapi pada akhirnya, usaha harus datang dari diri sendiri,” kata Prof. Ishak.

Baca juga: Dipusatkan di Taman Bustanussalatin, Acara Peringatan Hari Damai Aceh Dihadiri Tamu Internasional

Ia juga menekankan bahwa generasi muda Aceh harus berpikir global namun tetap berpijak pada nilai-nilai lokal, termasuk ajaran Islam yang menjadi bagian dari identitas Aceh.

MoU Belum Tuntas, Dana Otsus Harus Dipertahankan

Dalam pertemuan bersama mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono baru-baru ini, Prof Ishak menyampaikan langsung bahwa sejumlah butir dalam MoU Helsinki belum sepenuhnya diimplementasikan. Salah satu sorotannya adalah terkait dana otonomi khusus (Otsus).

“Dana Otsus jangan dibatasi waktunya. Masih banyak kantong-kantong kemiskinan di Aceh. Tanpa dukungan anggaran, pembangunan sulit dilakukan,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa terbatasnya lapangan kerja dan belum tumbuhnya sektor usaha membuat Aceh sangat membutuhkan dukungan fiskal berkelanjutan.

Terkait isu agama dan budaya, Prof Ishak menegaskan bahwa Islam di Aceh bersifat inklusif dan tidak seharusnya menjadi penghalang masuknya investasi yang baik. 

Ia menyoroti pentingnya membangun persepsi positif terhadap penerapan syariat di Aceh.

“Jangan sampai hal seperti hukuman cambuk menakutkan investor. Harus ada komunikasi yang jelas kepada dunia luar,” jelasnya.

Ia juga mendukung masuknya investasi di sektor pertambangan selama tidak merusak lingkungan dan adanya sistem bagi hasil yang adil. Menurutnya, elite politik dan ulama di Aceh harus lebih fleksibel dalam menghadapi perkembangan global.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved