20 Tahun Perdamaian Aceh, Humam Hamid: Perjanjian Helsinki Akhiri Perang, Damai Aceh Belum Menang
Humam Hamid menegaskan, meski Perjanjian Helsinki 2005 berhasil mengakhiri perang di Aceh, pekerjaan untuk memenangkan damai masih jauh dari selesai.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Nur Nihayati
SERAMBINEWS.COM - Tokoh masyarakat sipil Aceh, Ahmad Humam Hamid, menegaskan bahwa meski Perjanjian Helsinki 2005 berhasil mengakhiri perang di Aceh, pekerjaan untuk memenangkan damai masih jauh dari selesai.
Pernyataan tersebut disampaikan Humam Hamid dalam pidato pada acara Peringatan 20 Tahun Perdamaian Aceh yang digelar ERIA School of Government di Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Humam, yang terlibat aktif dalam advokasi HAM, perdamaian selama konflik, serta proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascatsunami, mengawali pidato dengan penghormatan kepada ERIA.
Menurutnya, lembaga ini telah “mengabadikan memori publik di tengah kompleksitas nasional, regional, dan global.”
Ia mengisahkan pengalamannya yang unik, hidup melewati dua bencana besar sekaligus yakni konflik bersenjata puluhan tahun dan tsunami 2004 yang memporakporandakan Aceh.
“Perjanjian Helsinki lahir bukan dari euforia kemenangan, melainkan dari kebijaksanaan untuk berhenti,” ujar Humam dalam rilis yang diterima Serambinews.com, Kamis (14/8/2025).
Baca juga: Profesor Humam Hamid Hadiri Forum Internasional Refleksi Aceh Damai di Jakarta
Peran Tokoh Nasional dan Internasional dalam Perdamaian Aceh
Dalam pidatonya, Humam menegaskan bahwa keberhasilan mencapai kesepakatan damai tidak lepas dari peran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mendorong proses negosiasi, membangun kepercayaan, serta memberi mandat penuh kepada tim perunding.
Ia juga menyoroti peran Martti Ahtisaari, Hamid Awaluddin dan Malik Mahmud sebagai jembatan penting menuju kesepakatan.
Semua itu dibangun di atas landasan kebijakan yang telah diletakkan oleh Presiden B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.
Otsus Besar, Kesejahteraan Aceh Masih Tertinggal
Selama 18 tahun terakhir, Aceh telah menerima lebih dari Rp100 triliun dana otonomi khusus (Otsus), ditambah pendapatan dari sektor migas dan berbagai transfer fiskal lainnya.
Jumlah itu menjadikan Aceh salah satu provinsi dengan kapasitas fiskal terbesar di Indonesia.
Namun, Humam mengingatkan bahwa besarnya dana tersebut belum sepenuhnya terkonversi menjadi kesejahteraan yang merata.
Baca juga: Anies-Muhaimin Diagendakan Ngopi Pagi Bersama Prof Humam Hamid Besok di Ie Masen Ulee Kareng BNA
“Jika damai diukur dari rendahnya angka kemiskinan, dari layanan kesehatan yang layak, dari gizi anak yang terbebas dari stunting, dan dari tata kelola yang bersih, maka damai di Aceh belum menang,” tegasnya.
Pesan Humam Hamid untuk Pemimpin Aceh
Menutup pidatonya, Humam menyerukan agar para pemimpin Aceh memandang pemerintahan pascakonflik bukan sebagai kelanjutan perang dengan cara lain, melainkan sebagai kesempatan untuk melayani rakyat.
“Dua puluh tahun lalu dunia membantu Aceh mengakhiri perang. Dua puluh tahun mendatang, sejarah akan mengukur apakah hadiah itu benar-benar menjadi milik rakyatnya,” pungkasnya.
Tentang ERIA School of Government
ERIA School of Government adalah lembaga yang berfokus pada pengembangan kebijakan publik di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, dengan misi membangun kapasitas kepemimpinan berbasis riset, dialog, dan kolaborasi internasional.
(*)
Ini Prakiraan Cuaca Sebagian Aceh Besok Hingga Senin, 1 September 2025 |
![]() |
---|
RPIA Medco Tumbuhkan Potensi Anak dan Warga di Aceh Timur |
![]() |
---|
Jumat Berkah, Kapolres Aceh Singkil Sumbangkan Semen untuk Pembangunan Masjid At-Taqwa |
![]() |
---|
Pabrik Pupuk Iskandar Muda di Aceh Utara Terbakar, Warga: Terdengar Suara Ledakan |
![]() |
---|
Tari Ratoh Jaroe Sambut Kedatangan Delegasi Dunia di Pelabuhan Ulee Lheue |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.