“Datanglah esok sore lagi, saya akan menunggumu di sini,” kata saya lagi.
Dia setuju akan kembali lagi esok sorenya. Dia tersenyum. Saya juga.
Akhirnya dia pergi meningalkan saya. Dia pergi seperti kupu-kupu, terbang melayang di atas padang ilalang dengan sayap putihnya. Saya melambaikan tangan untuknya. Dia pun membalasnya. Saya bahagia. Saya merasa seperti melambung ke langit ke tujuh. Sungguh.
Saya lalu berlari pulang. Langkah kaki saya terasa ringan tanpa beban. Bahkan saya juga merasa seperti kupu-kupu, terbang dari ranting ke ranting lain dan melayang menuju pulang. Saya merasa hidup ini telah berubah setelah berjumpa dengan perempuan bersayap itu. Saya kembali jatuh cinta. Saya bahagia.
Saya lalu menceritakan pada semua orang yang saya temui dalam perjalanan pulang tentang pertemuan saya dengan perempuan bersayap itu. Tapi, hah, tidak ada yang peduli. Semua mengacuhkan saya. Saya terus berlari pulang. Saya harap ibu di rumah akan mempercayai saya.
Tapi, ternyata tidak. Ibu menggeleng-gelengkan kepala. Rupanya ibu pun tidak mempercayai saya.
Malamnya saya tidak bisa tidur. Perempuan bersayap selalu melayang dalam pikiran saya. Kadang saya tersenyum sendiri mengenang pertemuan sore tadi itu. Saya mulai menyanyi sendiri. Suara saya keraskan. Saya harap perempuan bersayap mendengar lagu rindu yang saya dendangkan. Tapi orang-orang malah melempar kamar saya dengan benda keras. Bunyinya berdentum mengagetkan saya .
Mereka menyuruh saya diam dan tidak bernyanyi lagi. Tapi saya tidak peduli. Saya terus bernyanyi. Kamar saya kembali dilempari. Saya baru berhenti bernyanyi ketika ibu berlutut di kaki saya sambil menangis. Saya tidak mengerti mengapa ibu tidak ingin melihat saya bahagia.
Apakah ibu tidak mencintai saya?
***
Esok sorenya saya kembali merasa seperti kupu-kupu. Saya terbang meninggalkan rumah dan menuju ke sebuah tempat yang di tumbuhi ilalang. Di dalam perjalanan orang-orang semakin riuh mempergunjingkan saya. Tapi saya tidak peduli. Saya hanya peduli pada perempuan bersayap yang kini barangkali telah menunggu saya.
Benar saja. Ternyata dia lebih dulu sampai daripada saya. Bergegas saya berlari ke arahnya. Dia tersenyum melihat kemunculan saya. Dia memeluk saya. Saya memeluk dia.Tiba-tiba saja tubuh kami telah berjatuhan di tengah ilalang yang bergoyang. Kami berdua merasa terbakar. Kami bercinta…
Sore itu kami tidak jadi menangkap kupu-kupu. Setelah bercinta kami duduk-duduk sambil berbicara berbagai ihwal. Sampai pada kesimpulan, dia akhirnya menuntut saya untuk menikahinya.
“Saya bersedia menikahimu,” kata saya tanpa pikir panjang.
“Apa kamu sungguh-sungguh.”