Sedangkan latar digunakan musik klasik karya komponis kelas dunia, seperti Antonio Vivaldi, Bach, Beethoven ditambah instrumen yang direkam dari stasiun radio internasional.
Butuh waktu satu minggu untuk merekam drama radio ini dan berhasil dengan sukses.
Kemudian Hasan Tiro memperbanyak kaset tersebut dan menyebarkannya ke seluruh Aceh.
2. Seorang Nasionalis dan Cinta Indonesia
Sosok Hasan Tiro tidak selamanya mengobarkan semangat perlawanan terhadap Pemerintah RI.
Ia ternyata juga sosok yang sangat nasionalis. Beberapa literatur menyebutkan, pada masa remajanya Hasan Tiro pernah menjadi penggerek bendera Merah Putih, di sebuah tempat di Lamlo (dulu bernama Lamulo), tak jauh dari rumahnya.
Setelah itu ia merantau ke Bireuen dan Yogyakarta. Ia sempat menjadi orang kepercayaan Waperdam Sjafruddin Prawiranegara, lalu dikirim Pemerintah Indonesia menjadi staf Atase Penerangan di Kantor Peroetoesan Tetap Pemerintah Republik Indonesia (PTRI) di New York, AS.
Di kota tempat PBB bermarkas itu pula ia menamatkan program doktor pada Columbia University.
3. Tidak Mencampuri Urusan Bisnis dengan Politik
Dalam bukunya, The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Teungku Hasan di Tiro disebutkan meski pun berada dalam pengintaian Pemerintah Indonesia, selama di Amerika, Hasan Tiro merasa dirinya sukses besar dalam dunia bisnis.
Ia masuk ke jaringan bisnis besar dan berhasil menembus lingkaran pemerintahan di banyak negara, seperti di AS, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan, kecuali Indonesia.
Ia menghindari berhubungan dengan Indonesia. Dari hasil keuletannya itu, Hasan Tiro memiliki relasi bisnis dekat dengan 50 pengusaha ternama AS.
Perusahaan-perusahaan mereka bergerak dalam bidang petrokimia, pengapalan, konstruksi, penerbangan, manufaktur, dan industri pengolahan makanan.
Hasan Tiro punya hubungan kerja sama dengan beberapa perusahaan itu.
Sebagai seorang konsultan, dia banyak memimpin delegasi-delegasi pengusaha AS untuk bernegosiasi dalam transaksi bisnis besar di Timur Tengah, Eropa, dan Asia.
Salah satu kunjungan adalah tahun 1973. Hasan Tiro melawat ke Riyadh dan disambut Raja Faisal.