Abu Hofsah kemudian mengiriminya uang sebesar 1.000 dolar Australia, atau sekitar Rp 10,4 juta, untuk membayar tiket pesawat.
Aldiansyah tiba di Turki pada Maret 2016, dan sempat tinggal di sebuah rumah di Kota Gaziantep, sebelum dikirim ke timur Suriah.
Malam hari, Aldiansyah didatangi oleh seorang Muharrib (pejuang) yang memberi tahu bahwa sudah saatnya mereka pergi ke perbatasan.
Baca: Bangun Kembali Kota yang Dihancurkan ISIS, Irak Butuh Rp 1.354 Triliun
Maka mereka bersepuluh naik mobil, dan kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki.
"Kami menyeberang sungai dan terus berjalan. Kemudian menemukan barikade dari bahan logam. Tentara Turki menembaki kami, tapi kami berhasil tiba," papar Aldiansyah.
Aldiansyah masuk ke Suriah April 2017, lebih lambat dibandingkan anggota asing ISIS yang lain.
Meski begitu, dia tetap bangga. Sebab, dia berhasil melewati perbatasan Turki dengan selamat meski militer melakukan penjagaan ketat.
Waktu kedatangannya bertepatan saat ISIS telah tedorong ke selatan dan tidak lagi memiliki akses ke perbatasan.
Aldiansyah melanjutkan, selama di Suriah, dia dilatih oleh orang Indonesia dengan nama alias Abu Walid Al Indonesiya, dan warga negara Filipina bernama Abu Abdulrohman Al Phillipini.
Dia dilatih untuk menggunakan berbagai jenis senjata ringan. Latihan militer itu digelar di Provinsi Hama, dan berlangsung selama 20 hari.
Baca: Dua Bom Bunuh Diri Milik ISIS Meledak di Irak, 11 Orang Tewas dan 31 Lainnya Terluka
"Saya belajar menggunakan empat senjata. Termasuk AK, granat berpelontar roket (RPG), dan senapan mesin PKC," ujar Aldiansyah.
Aldiansyah mengaku hanya mengenal lima warga negara Indonesia di Suriah meski pemerintah yakin ada ratusan orang yang bergabung dengan ISIS.
Selain itu, Aldiansyah menyatakan tidak pernah masuk ke Raqqa untuk berperang.