SERAMBINEWS.COM - Dorongan pengesahan revisi Undang Undang Terorisme (UU Terorisme) perlu memperhatikan kondisi masyarakat.
Terdapat berbagai polemik sehingga terdapat tarik ulur dalam revisi UU Terorisme.
Meski begitu, poin-poin yang terdapat dalam revisi UU Terorisme perlu diperhatikan agar tidak mengancam suatu kelompok masyarakat tertentu.
Baca: Terduga Teroris yang Tewas Ditembak di Cianjur Pernah Daftar Polisi, Mulai Berubah Sejak Lulus SMA
"Jangan sampai UU Terorisme nanti lebih menakutkan dari terorisme itu sendiri," ujar Pengamat Terorisme Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi.
Poin dalam UU Terorisme dapat disalahgunakan bila terdapat ketidakjelasan.
Khairul mencontohkan soal penyadapan yang memerlukan kejelasan kapan tindakan penyadapan dapat dilakukan.
Baca: Empat Terduga Teroris Tewas Ditembak Berencana Serang Mako Brimob, Terkait Jamaah Ansharut Daulah
Selain poin yang jelas, Khairul bilang pada revisi UU Terorisme belum terdapat norma terhadap hal utama yang dibahas.
Hal itu akan membuat pengertian terorisme menjadi tidak jelas.
"RUU Tindak Pidana Terorisme ini belum punya rumusan normatif yang jelas tentang terorisme, radikalisme dan deradikalisasi itu sendiri," terang Khairul.
Baca: Jadi Korban Kekejaman Napi Terorisme hingga Gigi Rontok, Begini Kondisi Terkini Iptu Sulastri
Meski begitu, Khairul sepakat penting adanya UU Terorisme.
Revisi UU Terorisme dapat memperbaiki sisi lemah payung hukum pemberantasan terorisme.
Khairul menjelaskan selama ini belum ada klausul yang membahas mengenai pencegahan.
Selain itu juga revisi UU Terorisme mencantumkan pengaturan untuk digunakannya pendekatan kesejahteraan sosial sebagai upaya rehabilitasi dan deradikalisasi.
Baca: Untung Sangaji: Saya Sering Hadapi Teroris
Hal yang juga penting dibahas dalam revisi UU Terorisme adalah peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Sampai hari ini posisi BNPT paling lemah karena sebelumnya tak memiliki payung hukum setingkat UU," jelas Khairul.