* Untuk Tahap Kedua dari Non-BL ke BL
BANDA ACEH - Untuk memberikan kemudahan kepada penduduk Aceh yang masih memiliki kendaraan berpelat non-BL ( B, BK, D, F, dan lainnya), Pemerintah Aceh mulai, 5 September 2018 sampai dengan 90 hari kerja ke depan, menghapuskan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) bagi masyarakat Aceh yang ingin memutasikan kendaraan pelat non-BL miliknya ke pelat BL.
“Kemudahan itu dikeluarkan Pemerintah Aceh melalui Peraturan Gubernur Aceh Nomor 90 Tahun 2018 tentang Pembebasan/Keringanan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Kedua untuk Kendaraan Bermotor Nomor Polisi Luar Aceh, “ kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh, Jamaluddin MSi Ak didampingi Kabid Pendapatan, Sofyan kepada Serambi di ruang kerjanya, Kamis.
Menurut Jamaluddin, ada beberapa tujuan atau alasan mengapa Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah MT mengeluarkan Pergub Nomor 90 Tahun 2018 itu. Pertama, untuk menghapuskan pengenaan pajak mutasi BBNKB sebesar 1 persen dari nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) bagi kendaraan bermotor yang pelat atau nomor polisinya dimutasi dari non-BL ke BL.
Alasan kedua, masih banyak kendaraan bermotor yang beroperasi di Aceh, baik kendaraan pribadi maupun niaga, terutama di daerah perbatasan yang menggunakan nomor polisi luar Aceh, seperti pelat BK, B, D, F, dan lainnya. “Ironisnya, pemilik kendaraan berpelat luar itu, dari hasil evaluasi yang kami lakukan, baik melalui razia maupun sensus kendaraan bermotor tahun lalu, pemiliknya justru ber-KTP Aceh,” ungkap Jamaluddin.
Fakta lain yang mendukung bahwa masih banyak kendaraan yang beroperasi di Aceh itu menggunakan pelat non-BL, salah satunya terindikasi dari realisasai penerimaan PKB di kabupaten tertentu di Aceh. Untuk daerah perbatasan seperti Aceh Tenggara, misalnya, realisasi penerimaan PKB-nya hingga 6 September 2018 baru Rp 2,7 miliar dari 5.710 unit kendaraan bermotor yang sudah membayar pajak. Padahal, jumlah kendaraan bermotor di sana 10.000-15.000 unit.
Gayo Lues malah lebih rendah lagi realisasi penerimaan PKB-nya, yakni baru Rp 1,8 miliar dari 3.722 kendaraan yang sudah bayar PKB. Padahal, jumlah kendaraan bermotornya di sana lebih dari 10.000 unit. Itu artinya, baru sekitar 30 persen kendaraan bermotor yang berpelat BL di sana. Hal ini diakui pemkab setempat bahwa ada sekitar 70 persen kendaraan roda empat di Gayo Lues yang masih menggunakan pelat non-BL. Mereka bayar PKB kendaraan pelat non BL-nya terbanyak ke wilayah samsat Sumut.
Di Aceh Singkil juga begitu. Realisasi penerimaan PKB-nya baru Rp 4 miliar dari 7.531 unit kendaraannya yang sudah membayar pajak. Aceh Tamiang juga kurang lebih sama. Realisasi penerimaan PKB-nya Rp 6,6 miliar dari 21.624 unit kendaraan yang sudah membayar pajak.
Kemudian Kota Langsa, jumlah PKB-nya baru Rp 7 miliar dari 18.850 unit kendaraan yang telah bayar PKB, dan Aceh Tengah Rp 8,8 miliar dari 20.581 unit kendaraan yang sudah bayar pajak.
Realisasi penerimaan PKB di daerah perbatasan itu apabila dibandingkan dengan realisasi PKB dari Kota Lhokseumawe jauh di bawahnya. Realisasi penerimaan PKB Kota Lhokseumawe sudah mencapai Rp 14,1 miliar dari 31.332 unit kendaraan bermotor yang sudah membayar pajak.
Kemudian Aceh Utara Rp 12 miliar dari 31.103 unit kendaraan bermotor yang juga sudah bayar pajak, Bireuen Rp 18 miliar dari 45.025 kendaraan bermotor yang sudah bayara pajak. Pidie Rp 14 miliar dari 35.756 unit kendaraan yang sudah bayar pajak, Aceh Besar Rp 18,7 miliar dari 37.241 unit kendaraan yang sudah bayar pajak, dan Banda Aceh Rp 67,8 miliar dari 126.730 unit kendaraan yang sudah bayar PKB.
Pergub Nomor 90 Tahun 2018 itu, kata Jamaluddin, merupakan lanjutan dari kebijakan yang dibuat pemerintahan sebelumnya, yakni menghapus pajak BBNKB pertama bersama tunggakan pajak kendaraan bermotor (PKB) yang telah dilakukan pada tahun lalu. Kebijakan itu mendapat respons positif dan luas dari publik maupun pemilik kendaraan bermotor pelat non-BL maupun pelat BL.
“Berdasarkan hasil survei yang kita lakukan enam bulan lalu, jumlah kendaraan bermotor, terutama angkutan umum dan pribadi milik penduduk Aceh yang berpelat non-BL yang beroperasi di Aceh masih sangat banyak,” ujar Jamaluddin.
Bahkan untuk daerah perbatasan, seperti Aceh Timur, Kota Langsa, Kota Subulussalam, Kabupaten Aceh Tamiang, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Tengah, dan Bener Meriah, rasio kendaraan bermotor roda empatnya antara pelat non-BL dengan BL berkisar pada angka 70:30 atau 60:40. Artinya, lebih banyak yang berpelat non-BL. Hal itu juga bisa dilihat dari realisasi penerimaan PKB tahun ini bila dibandingkan dengan penerimaan PKB dari daerah nonperbatasan.
“Sementara dari pengamatan yang kita lakukan, kendaraan roda empat berpelat non-BL itu umumnya milik penduduk Aceh. Alasan mereka menggunakan pelat non-BL adalah karena sering berpergian ke Sumut supaya lebih nyaman, tidak sering distop polisi lalu lintas, dan kalau hendak menjual dan mengganti mobil bekas maupun baru untuk mobil berpelat non-BL, lebih cepat lakunya di Medan,” kata Jamaluddin mengutip jawaban sejumlah responden.