Soal Orang Gangguan Jiwa Masuk Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2019, Begini Tanggapan Mahfud MD

Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahfud MD

Lebih lanjut, Mahfud MD mengungkapkan, di balik kemunduran pasca Reformasi, ada kemajuan yang perlu disyukuri, seperti independennya KPU.

"Tergantung cr melihat. Kalau sy melihatnya responsif, tapi apa salahnya reaktif?

Dari beberapa kemunduran pasca reformasi, ada banyak kemajuan, antara lain, @KPU_RI yg independen dan bisa diawasi.

Ini hrs disyukuri.

Segi2 negatif reformasi tentu ada, tp wajar.

Masak, bagus semua?," ungkap Mahfud MD.

Diberitakan sebelumnya dari tayangan tvOneNews, Kamis (22/11/2018), komisioner KPU, Viryan Azis mengatakan bahwa poin yang ditegaskan KPU adalah soal menyelamatkan hak pilih.

Hal itu juga termasuk pada orang yang menyandang disabilitas mental.

"Sekali lagi poinnya kita ingin menyelamatkan hak pilih warga negara, kami sepanjang bulan Oktober kemarin melakukan semangat melindungi hak pilih, semangat melindungi hak pilih itu melekat pada warga negara."

"Maknanya adalah selama dia warga negara Indonesia sepanjang memiliki data (diri) akan kita data, jadi ada dua kelompok sasaran kami yakni disabilitas mental dan warga yang belum memiliki data kependudukan sama sekali," ujar Viryan.

Sementara itu, diberitakan Tribunnews, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman menjelaskan mengenai mekanisme pemungutan suara bagi pemilik suara di Pemilu 2019 yang menyandang gangguan jiwa.

Arief Budiman mengatakan bagi pasien gangguan jiwa yang memiliki hak pilih diwajibkan menyertakan surat keterangan dokter saat akan memberikan suaranya.

 “Hal tersebut sudah ada regulasinya, untuk kondisi tersebut yang paling dibutuhkan adalah surat keterangan dokter yang menyatakan seseorang sanggup menggunakan hak pilih, sepanjang tak mengganggu bisa memilih, kalau mengganggu ya tidak bisa,” jelas Arief Budiman usai menjadi pembicara dalam Koordinasi Nasional KPU RI di Ecovention Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (17/11/2018).

Arief Budiman menegaskan mekanisme untuk pemilih dengan kondisi seperti itu sangat beragam tergantung gangguan jiwa yang dialami dan kondisi masing-masing lokasi.

“Tetap boleh memilih karena tidak semua yang terganggu kondisinya tidak bisa menentukan pilihan, ada gangguan yang tak pengaruhi kemampuan gunakan hak pilih,” kata Arief Budiman.

Baca: Sosok Panglima GAM Abdullah Syafii, Syahid dalam Pertempuran Bersama Istri Cut Fatimah

Baca: Beredar Video Pengibaran Bintang Bulan Gunakan Balon Udara, Diduga di Tiga Lokasi di Pidie

Halaman
123

Berita Terkini