* IUP Masuk Kawasan Hutan Lindung
SUKA MAKMUE – Anggota Komite II DPD RI asal Aceh, H Sudirman alias Haji Uma menyatakan, PT Emas Mineral Murni (EMM) tidak pernah mengajukan permohonan dan mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Perihal ini diungkapkan senator asal Aceh itu kepada Serambi, Rabu (19/12), setelah dia menerima surat balasan dari KLHK menjawab surat yang dikirimkannya ke kementerian itu terkait izin usaha PT EMM di Nagan Raya dan Aceh Tengah. “Dalam surat balasan dari KLHK kepada kita terkait status PT EMM, pihak KLHK menyebutkan bahwa tidak terdapat IPPKH atau permohonan IPPKH atas nama PT EMM,” ungkap Haji Uma.
Salinan surat balasan tersebut, jelas Haji Uma, telah diserahkannya kepada Walhi Aceh untuk dijadikan sebagai salah satu alat bukti atas gugatan mereka di Pengadilan Tata Usaha Jakarta Timur yang sudah memasuki sidang tahap penyampaian bukti pada Rabu (19/12) kemarin.
Haji Uma menjelaskan, dalam surat balasan KLHK Nomor S.1483/PKN/PLA 0/11/2018 itu disebutkan, acuan bagi penggunaan kawasan hutan mengacu kepada UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, dan terakhir diubah dengan PP Nomor 105 Tahun 2015.
“Berdasarkan ketentuan aturan perundang-undangan tersebut, penggunaan kawasan hutan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung,” ujarnya. “Sedangkan, penggunaan kawasan hutan di luar kepentingan kehutanan harus mendapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” imbuh dia.
Sedangkan hasil overlay areal Izin Usaha Tambang (IUP) PT EMM di Nagan Raya dan Aceh Tengah dengan peta kawasan hutan Aceh sesuai lampiran keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.103/MenLHK-II/2015, beber Haji Uma, ternyata areal IUP PT EMM berada pada kawasan Hutan Lindung (HL) seluas 6.019 hektare (Ha) dan berada pada Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 3.981 Ha.
“Jika mengacu pada aturan yang ada, harusnya PT EMM memiliki IPPKH. Jadi, sangat rancu jika kemudian mereka bisa mendapatkan Izin Usaha Tambang (IUP). Apa yang terjadi ini merupakan pelanggaran aturan perundang-undangan,” tegas Haji Uma.
Sementara itu, Kepala Teknik Tambang PT EMM, Herbert Simatupang yang dikonfirmasi Serambi, Rabu (19/12), mengakui, perusahaan tersebut memang belum mengajukan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), karena belum melakukan kegiatan di pertambangan yang masuk kawasan hutan Beutong Ateuh Banggalang.
Dijelaskannya, hal tersebut berdasarkan Undang-undang Tahun 1999 tentang Kehutanan perihal penggunaan kawasan hutan pada sektor pertambangan. Sehingga, jika PT EMM belum melakukan kegiatan pada kawasan hutan, maka belum perlu mengajukan IPPKH.
“Apakah kita salah karena belum memiliki IPPKH? Tentu tidak. Karena, undang-undang yang mengatakan demikian. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba adalah prosedur untuk menaikkan status dari kegiatan eksplorasi menjadi usaha produksi. Jadi, pada saat kita akan melakukan kegiatan di kawasan hutan, baru kita melakukan permohonan untuk mendapatkan IPPKH,” jelas Herbert Sima Tupang.
Di sisi lain, Herbert membenarkan, pihaknya saat ini sedang menghadapi proses persidangan menghadapi gugatan dari Walhi di pengadilan. Untuk itu, dia meminta semua pihak agar menunggu apa keputusan dari pengadilan. “Saya mengapresiasi gugatan tersebut karena negara kita adalah negara hukum, dan setiap kelompok masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat diakui kedudukannya di undang-undang. Sehingga mari kita kawal bersama apa keputusan pengadilan nantinya,” tukas Herbert Simatupang.(c45)