Kisah 2 Mantan Tentara Anak Saat Konflik Ambon, Dulu Saling Berperang dan Kini Bersahabat

Editor: Faisal Zamzami
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ronald Regang (kiri) dan Iskandar Slameth saat roadshow BBC Get Inspired di Universitas Merdeka Malang, Kamis (14/2/2018).(KOMPAS.com/ FARID ASSIFA)

Situasi itu menimbulkan kebencian dan dendam kepada lawannya yang berbeda keyakinan.

Apalagi, ketika itu ia mendengar isu bahwa keluarga ayahnya satu kampung dibunuh.

Ketika itu, Ronald terpisah dengan ibu dan adiknya yang mengungsi ke Manado.

Ia sendiri bertahan bersama ayahnya di Ternate untuk menjaga keamanan kampung.

Konflik kian memanas antara warga berbeda agama itu di Ternate.

Ronald pun mengungsi ke Manado dengan harapan bertemu sang ibu dan adiknya.

Namun ternyata, ia mendengar kabar bahwa ibu dan adiknya mengungsi ke Ambon.

Ia pun pergi ke Ambon menumpang kapal feri pengangkut minyak.

Di Pelabuhan Gudang Arang, Ambon, Ronald bertemu kakak sepupunya. Di sana, ia diajak bergabung dengan pasukan paling depan.

Ronald yang saat itu trauma, bingung, dan bimbang akhirnya memutuskan untuk berperang meski usianya masih belia.

Saat itu, Ronald pertama kali berperang dengan membawa jeriken bensin untuk membakar rumah lawan.

“Saya hanya punya dua pilihan, yakni membunuh atau dibunuh. Saya pun tidak ada pilihan lain selain harus membunuh demi menyelamatkan diri,” kata dia.

Hingga 2002, Ronald sering terlibat dalam banyak medan pertempuran, mulaid dari Ambon sampai Pulau Seram–Masohi.

Bahkan, ia pernah berperang di Teluk Ambon dengan menggunakan speed boat.

“Menjadi pasukan Agas yang kecil dan cepat serta gesit membuat pasukan saya berada di garis depan. Nyawa pun tidak ada artinya saat itu. Banyak lawan yang telah dibunuh dan banyak kawan pun yang terbunuh," kata dia.

Halaman
1234

Berita Terkini