* Dua Terdakwa Rindukan Anak dan Istri
JAKARTA - Terdakwa kasus tindak pidana korupsi Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), Irwandi Yusuf dengan suara sedikit tertahan, mengatakan ingin pulang ke Aceh. Ibunya yang sudah tua dan ia masih punya anak, dijadikan alasan oleh Irwandi agar keinginannya itu dikabulkan majelis hakim.
“Saya ingin pulang ke Aceh. Ibu saya sudah tua....” kata Irwandi Yusuf seraya mengakhiri nota pembelaan pribadinya yang disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (1/4) malam.
Pada saat yang sama dua terdakwa lainnya, Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri juga menyampaikan pembelaan (pleidoi) pribadinya di depan majelis hakim.
Mengenakan kemeja batik cokelat tua dan celana hitam, Irwandi memulai nota pembelaannya dengan terlebih dahulu menyampaikan penghormatan kepada majelis hakim, kuasa hukum, jaksa, dan pengunjung sidang, serta wartawan yang meliput sidang tersebut.
Irwandi lalu menguraikan latar belakang dirinya terlibat dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan keinginannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Aceh yang selama ini sangat memprihatinkan, akibat konflik dan tsunami.
“Saya bersyukur karena dalam persidangan ini bisa menyampaikan kebenaran yang hakiki. Dan saya percaya majelis hakim yang memeriksa perkara ini telah mencatat dan mempertimbangkan semua bukti dan fakta yang timbul dalam persidangan,” kata Irwandi.
Ia juga menyinggung dirinya pernah menjadi tahanan dan dihukum sembilan tahun penjara, tapi 19 bulan setelah di dalam penjara ia kemudian bebas karena tsunami. Lembaga pemasyarakatan (LP) tempat ia ditahan di Banda Aceh musnah diterjang tsunami dan Irwandi selamat. Lalu ia berangkat ke Helsinki, Finlandia, bergabung dengan tim perunding GAM di sana.
“Pascaperundingan damai di Helsinki 2005, saya yang pertama disuruh pulang ke Aceh menjalankan kesepakatan perundingan di bawah payung Aceh Monitoring Mision atau AMM. Tugas saya adalah mengumpulkan senjata yang disepakati dan membubarkan satuan-satuan GAM dan semua berhasil kami laksanakan. Bahkan untuk pengumpulan senjata, saya masih mengumpulkannya ketika jadi gubernur, baik senjata di tangan GAM maupun yang di tangan milisi bentukan pemerintah,” ujar Irwandi.
Selanjutnya, Irwandi memaparkan peran dirinya dalam berbagai bidang, termasuk pemberantasan terorisme tahun 2010 di Jalin, Jantho, Aceh Besar bersama Polri, dan peran-peran lainnya yang sangat penting. Antara lain, saat menjabat gubernur periode pertama tahun 2007 lalu ia mengeluarkan kebijakan moratorium logging dan kebijakan lainnya yang menjadi inspirasi bagi kebijakan nasional; memperpanjang moratorium pemberian izin tambang; pembentukan badan dayah; program jaminan kesehatan Aceh atau JKA; pemberian beasiswa permanen bagi 120 ribu orang anak yatim dan fakir miskin milai SD sampai SMA, dan itu masih berlaku sampai sekarang; pengaturan keuangan peumakmu gampong di tingkat nasional jadi dana bantuan desa; pembangunan tol Trans-Sumatra inisiatifnya dari Aceh 2010.
Pada bagian lain pembelaannya juga disampaikan Irwandi telah membangun 96.000 rumah untuk anak yatim dan orang miskin, korban konflik, dan translokasi.
Gerakan membangun rumah duafa terus berlanjut pada periode kedua kepemimpinan Irwandi tahun 2017. Menurutnya, telah dibangun hampir 200 rumah.
Bidang olahraga, Irwandi mengirim 30 remaja Aceh usia 15 tahun berlatih sepak bola di Paraguay dan mereka kini tersebar di klub nasional sebagai profesional.
Irwandi juga menyampaikan berhasil menurunkan angka kemiskinan di Aceh dari 33,4 persen tahun 2016 menjadi 17,8 persen. Atas prestasi itu, kata Irwandi, dirinya memperoleh banyak penghargaan dari dalam dan luar negeri.
Abaikan fakta sidang
Terhadap tuntutan jaksa KPK, Irwandi mengatakan jaksa terlalu banyak berpedoman kepada surat dakwaan dan mengabaikan fakta persidangan.