SERAMBINEWS.COM, MANILA - Seorang nelayan Indonesia yang disandera kelompok ekstremis Abu Sayyaf di Filipinia tewas tenggelam saat akan diselamatkan.
Militer Filipina mengatakan, dua orang sandera lainnya bisa diselamatkan.
Militer Filipina, Sabtu (6/4/2019) mengatakan, mereka disandera di sebuah pulau terpencil selama enam pekan setelah pulau itu dikepung militer.
Para nelayan Indonesia itu diculik saat tengah melaut pada Desember tahun lalu.
"Para anggota Abu Sayyaf yang menyandera para nelayan itu melarikan diri ke Pulau Simusa di wilayah selatan Filipina pada Jumat lalu," kata juru bicara militer Letnan Kolonel Gerry Besana.
Kelompok Abu Sayyaf itu kabur sambil membawa para sanderanya.
Saat itulah, seorang nelayan bernama Heri Ardiansyah bisa diselamatkan saat para anggota Abu Sayyaf hendak kabur.
Sayangnya, seorang nelayan bernama Hariadin tenggelam dan meninggal dunia dalam peristiwa itu.
Satu sandera lain yaitu warga Malaysia bernama Jari Abdullah diselamatkan militer Filipina sehari sebelumnya.
Jari mengalami luka tembak dan saat ini sudah mendapatkan perawatan medis di rumah sakit militer.
"Pulau itu sudah kami blokade selama 41 hari. Para penculik itu mungkin berpikir bisa lolos dari pengawasan kami dengan cara berenang," kata Besana.
Dalam operasi tersebut, lanjut Besana, setidaknya tujuh orang anggota Abu Sayyaf tewas.
Militer Filipina mendapatkan informasi soal lokasi para sandera itu pada akhir Februari.
Saat akan memblokade pulau, militer meminta warga yang jumlahnya sedikit untuk pindah.
Abu Sayyaf adalah kelompok militan yang berbasis di wilayah selatan Filipina yang kerap terlibat pengeboman dan penculikan untuk mendapatkan uang tebusan sejak 1990-an.
Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok ini juga mengincar kapal kargo, kapal tunda, hingga kapal nelayan di perairan yang kurang ketat pengawasannya di perbatsan Malaysia dan Indonesia.
"Saat ini warga Belanda Ewald Horn yang diculik 2012, seorang pelaut Vietnam, dan empat Filipina masih disandera Abu Sayyaf," ujar Besana.
Sementara Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, Hariadin tewas akibat tenggelam di laut setelah terbebas dari penyanderaan.
Hariadin bersama Heri Ardiansyah, WNI sandera lainnya, berusaha berenang ke Pulau Bangalao guna menghindari serangan angkatan bersenjata Filipina terhadap penyandera.
Heri Ardiansyah dapat diselamatkan.
"Pemerintah Indonesia menyampaikan ungkapan duka cita yang mendalam kepada keluarga almarhum Hariadin. Kementerian Luar Negeri telah berkomunikasi dengan keluarga kedua WNI di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dan di Sandakan, Malaysia, mengabarkan peristiwa tersebut," ujar Iqbal melalui keterangan tertulis, Sabtu (6/4/2019).
Iqbal menyatakan Heri Ardiansyah dan jenazah Hariadin telah tiba di pangkalan militer Westmincom di Zamboanga City, Sabtu (6/4/2019), untuk diserahterimakan kepada wakil Pemerintah Indonesia.
Selanjutnya Pemerintah Indonesia akan melakukan proses pemulangan ke Indonesia pada kesempatan pertama.
Sejak akhir Februari 2019, Divisi 11 Angkatan Bersenjata Filipina yang didukung oleh Tim BAIS TNI malakukan operasi pembebasan sandera dan terus memberikan tekanan kepada para penyandera.
Dalam perkembangan terakhir, para penyandera terdesak di Pulau Simisa, Provinsi Sulu, Filipina Selatan.
Heri Ardiansyah dan Hariadin diculik bersama seorang WN Malaysia, Jari Abdullah.
Mereka diculik di Perairan Kinabatangan, Sandakan, Malaysia pada 5 Desember 2018.
Ketiganya diculik oleh kelompok bersenjata di Flipina Selatan saat sedang bekerja di kapal penangkap ikan SN259/4/AF.
"Sejak tahun 2016, sebanyak 36 WNI disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Dari jumlah tersebut seluruhnya berhasil dibebaskan, namun satu orang sandera WNI meninggal dalam proses pembebasan tersebut," lanjut dia.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) memastikan bahwa seorang nelayan asal kabupaten Wakatobi bernama Hariadin disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina.
Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhardt mengatakan, penyanderaan itu terjadi sejak Desember 2018 lalu.
Harry mengatakan, kepastian itu didapatkan setelah pihaknya mengecek kartu keluarga Hariadin.
Nelayan itu diketahui lahir di Ambeua, Kecamatan Kaledupa pada 5 Agustus 1973.
Hariadin beralamat di Dusun La Bantea, Desa Kalimas, Kacamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi.
Hariadin bersama keluarganya telah merantau dan bekerja di Malaysia sejak tahun 2012.
Ia pun masih terdaftar sebagai warga Dusun La Bantea, sebagaimana tercantum dalam kartu keluarga (KK) miliknya yang dikeluarkan pada 16 Januari 2018.
"Dalam KK itu, Hariadin tercatat memiliki seorang istri dan tiga anak laki-laki," ujar Harry melalui pesan Whatsapp, Kamis (21/2/2019).
Baca: Tirukan Pidato Tokoh Politik, Prabowo: Kemiskinan Menurun, Menurun dari Kakek ke Cucu
Baca: Bupati Aceh Tamiang Tarik Undian Satu Unit Sepmor Matic, Ini Peserta yang Beruntung
Baca: Warga Bireuen Ikut Senam Jantung Sehat dalam Rangka Sosialisasi Pemilu 17 April
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Satu WNI Sandera Abu Sayyaf Tewas Tenggelam saat Diselamatkan"