SERAMBIEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen TNI (Purn), Kivlan Zen, Djuju Purwantoro, mengatakan, salah satu tersangka yang diduga menunggangi aksi unjuk rasa menolak hasil Pilpres 2019, di Jakarta, pada 21-22 Mei 2019 pernah menjadi sopir paruh waktu Kivlan.
Djuju menyebutkan tersangka bernama Armi itu pernah bekerja sebagai sopir Kivlan selama tiga bulan.
"Dalam hal ini ada seseorang yang bernama Armi yang ikut bekerja paruh waktu bersama Pak Kivlan. Dia salah satu tersangka pemilik senjata api secara tidak sah," ujar Djuju, di Polda Metro Jaya, Kamis (30/5/2019) dilansir Kompas.com.
Djuju juga mengatakan, kliennya mengetahui empat dari enam orang yang telah ditetapkan polisi sebagai tersangka.
Baca: Bagai Cerita Sinetron, Pemuda di Ciamis Hamili Gadis di Bawah Umur yang Ternyata Adik Kandungnya
Baca: VIDEO - Aneka Olahan Mi Meriahkan Penganan Berbuka Puasa di Aceh
"Pak Kivlan tahu (empat orang tersangka), maksudnya tahu tapi tidak kenal," kata Djuju Purwantoro.
Enam orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka berinisial HK, AZ, IR, TJ, AD, dan AF.
Dari keenam tersangka tersebut, kepolisian menyita empat senjata api ilegal.
Dua senpi di antaranya rakitan.
Rencana bunuh pejabat
Dalam jumpa pers di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, Senin (27/5), Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal menjelaskan ada tiga pihak yang menunggangi demonstrasi 21-22 Mei yang berakhir dengan kerusuhan.
Mereka adalah kelompok teroris, kelompok penyelundup senjata dari Aceh kepada mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayor Jenderal Purnawirawan Soenarko, dan satu kelompok lagi yang ditugaskan membunuh empat pejabat negara.
Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menunjukkan senjata api laras panjang rakitan yang dibeli tersangka HK dalam konferensi pers kasus kepemilikan senjata di Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019). (Tangkapan layar Kompas TV)
Kelompok yang merencanakan pembunuhan empat pejabat negara tersebut dipimpin oleh tersangka berinisial HK, bertempat tinggal di Perumahan Cisar, Cibinong, Kabupaten Bogor.
"HK ini perannya adalah pemimpin, mencari senjata api, mencari eksekutor tapi juga sekaligus menjadi eksekutor; serta memimpin tim turun pada aksi 21 Mei 2019," kata Iqbal dikutip Tribunnews.com dari VOA Amerika.
Iqbal mengatakan HK juga memimpin timnya turun ke lapangan dalam unjuk rasa pada 21 Mei lalu di depan gedung Bawaslu sembari membawa sepucuk senjata revolver Taurus Colt 38.
Tersangka kesatu, HK menerima uang Rp 150 juta dan ditangkap pada 21 Mei pukul 13:00 di lobi Hotel Megaria, Cikini, Jakarta Pusat.
Tersangka kedua adalah AZ, beralamat di Kelurahan Sarua, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Dia berperan mencari dan sekaligus menjadi eksekutor.
Baca: Manifes Pesawat Prabowo Subianto Bisa Beredar di Publik, Sandiaga Bingung
Baca: Soal Ancaman Pembunuhan Wiranto, Luhut hingga Gorries Mere, Ryamizard Ryacudu Sebut Manuver Politik
Baca: Wiranto, Luhut, Budi Gunawan dan Gories Mere Jadi Sasaran Pembunuhan, Diduga Ini Penyebabnya
Dia ditangkap pada 21 Mei sekitar pukul 13:30 di Terminal 1 Bandar Udara Soekarno Hatta, Tangerang.
Kemudian tersangka ketiga IR, beralamat di Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Perannya sebagai eksekutor dan sudah menerima uang sebesar Rp 5 juta. Dia ditangkap pada 21 Mei sekitar pukul 20:00 di Pos Peruri, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Tersangka keempat berinisial TJ, alamat di Cibinong, Bogor. Dia berperan sebagai esekutor dan menguasai senjata api rakitan laras pendek Colt 22 dan senjata api rakitan laras panjang Colt 22.
Dia telah menerima uang Rp 55 juta. Dia ditangkap pada Jumat, 24 Mei, sekitar pukul 08:00 di parkiran Indomaret, Sentul, Citeureup, Bogor.
Tersangka kelima inisial AD, bertempat tinggal di Rawa Badak Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara.
Dia merupakan penjual tiga senjata api rakitan jenis Meyer – laras panjang dan laras pendek – kepada tersangka berinisial HK. AD menerima hasil penjualan senjata api itu senilai Rp 26,5 juta.
Dia ditangkap pada 24 Mei sekitar pukul 08:00 di daerah Swasembada, Jakarta Utara.
Tersangka keenam berinisial AF, beralamat di Kelurahan Rajawali, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Perempuan ini merupakan pemilik dan penjual senjata api ilegal Taurus kepada tersangka HK.
Dia menerima uang hasil penjualan senjata api sebesar Rp 50 juta. Dia ditangkap pada 24 Mei di kantor Bank Republik Indonesia (BRI) di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat.
Baca: 4 Purnawirawan Jadi Target Kelompok untuk Dibunuh, Laksamana (Purn) TNI Ini Ungkap Alasannya
Pemilikan senjata
Sebelumnya, Djuju mengatakan, penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan kliennya sebagai tersangka dugaan kepemilikan senjata api ilegal.
Kendati demikian, penyidik tidak menahan Kivlan.
Status tersangka ditetapkan pada Rabu (29/5/2019) sore setelah penyidik melakukan pemangkapan pada Kivlan.
Penyidik kemudian melakukan pemeriksaan terhadap Kivlan sejak Rabu pukul 16.00 hingga Kamis dini hari.
Unsur pidana
Kepada awak media, Djudju Purwantoro menyatakan, kliennya tidak memenuhi unsur pidana seperti yang disangkakan dalam kasus dugaan makar tersebut.
"Kepada Bapak Kivlan ini adalah perbuatan makar sesuai yang diatur di pasal 107 atau 110 di KUHP, itu kan kami melihat itu terlalu tendensius penyidik itu, terlalu mengada-ada, karena unsur-unsur dinamakan atau definisi makar itu sangat tidak relevan dan sangat tidak terpenuhi unsur-unsur itu," ujar Djudju, di Gedung Awaloedin Djamin, Bareskrim Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2019) dikutip Tribunnews.com.
Ia menegaskan Kivlan tidak memiliki niat dan permulaan perbuatan permulaan untuk menggulingkan pemerintahan yang berkuasa.
Sehingga dirinya menilai sangkaan pada kliennya sungguh mengada-ada dan sangat tendensius.
Saat disinggung tentang kata-kata 'diskualifikasi', Djudju membantahnya.
Menurutnya, ada peraturan yang memang menjabarkan ketentuan mendiskualifikasi calon presiden.
"Mendiskualifikasi sebagai calon presiden memang diatur dalam UU kita nomor 17, memang ada untuk itu. Jadi dalam hal ini Bawaslu sebagai pengawas pelaksanaan Pemilu 2019 sesuai dengan peraturan KPU," kata dia.
"Apabila prosedur tidak sesuai atau ilegal dan ditemukan hal-hal yang sifatnya melanggar hukum, maka dalam hal ini calon terpilih bisa saja didiskualifikasi dengan syarat-syarat ketentuan yang ada dan itu legal," pungkas Djudju.
Kivlan dilaporkan oleh seorang wiraswasta bernama Jalaludin dengan dugaan penyebaran berita bohong dan makar.
Laporan tersebut telah diterima dengan nomor LP/B/0442/V/2019/ BARESKRIM tertanggal 7 Mei 2019.
Pasal yang disangkakan adalah Pasal 14 an/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 107 jo Pasal 119 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 jo Pasal 107 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
[Sumber: Kompas.com/Voa Indonesia/Tribunnews.com]
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mantan Sopir Kivlan Zen Tersangka Pemilik Senjata Api, Diduga Terkait Rencana Pembunuhan 4 Pejabat