Penambang Galian C tak Setor Retribusi

Editor: hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Puluhan truk pengangkut pasir memarkirkan kendaraannya di depan Pos Pungutan Retribusi di lintasan Meulaboh-Jeuram kawasan Suak Puntong, Kecamatan Kuala Pesisir, Nagan Raya, Rabu (2/9). Aksi ini dilakukan guna memprotes ketiadaan tempat parkir yang memadai sekaligus mempersoalkan biaya retribusi yang dipungut Rp 10.000/trip oleh petugas terkait.SERAMBI/TEUKU DEDI ISKANDAR

KUTACANE - Pengusaha tambang galian C tidak pernah menyetor retribusi ke kas Pemkab Aceh Tenggara meskipun tambang tersebut sudah beroperasi bertahun-tahun. Kondisi ini sangat merugikan masyarakat Agara. Padahal, retribusi tersebut sudah diatur dalam Perbup Nomor 7 tahun 2014.

“Tambang galian C tidak satupun membayarkan retribusi PAD ke Pemkab Agara. Ini sangat merugikan daerah,” kata Kabid Pendapatan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Tenggara, M Rizal Ketaren SE MSi, kepada Serambi, Senin (1/7).

Sesuai Perbup Nomor 7 tahun 2014 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Bebatuan, retribusinya sebesar Rp 4.000 per kubik. Kalaulah semua pengusaha tersebut membayar pajak, maka akan sangat menguntungkan daerah. “Pasti sangat membantu sekali pendapatan asli daerah dalam membangun infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat di Bumi Sepakat Segenap,” katanya.

Mi Rizal mengaku akan terus menelusuri aktivitas galian C di Agara, termasuk dengan menggandeng pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tenggara untuk penagihan retribusi.

Terkait hal itu, Ketua Pembina LSM Satyapila Aceh Tenggara, Dr Nasrulzaman, mengatakan, kebocoran PAD sangat besar di Agara bukan saja pada sektor pertambangan galian C, tetapi juga pada sektor-sektor lain.

Ada dinas yang diharapkan menjadi sumber utama PAD, tetapi dalam realisasi PAD yang berhasil didapatkan sangat tidak sesuai. Ada juga setoran yang tidak mereka berikan kepada pihak BPKD Agara. “Bupati Raidin agar lebih jeli melirik sumber PAD dan bersikap tegas terhadap pihak yang akan dijadikan sebagai sumber PAD untuk kepentingan rakyat Agara,” katanya.

Salah satu proyek yang diduga tidak membayarkan retribusi adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTM) Lawe Sikap di Kecamatan Babussalam, Aceh Tenggara. Pihak rekanan disinyalir tidak pernah membayarkan pajak mineral bukan logam dan bebatuan mencapai Rp 4.000 per kubik untuk kebutuhan galian C dalam proyek dimaksud. Bukan hanya itu, pihak perusahaan pembangunan proyek PLTM Lawe Sikap juga disinyalir tidak tuntas membayarkan setoran pajak bumi dan bangunan (PBB) dan nihilnya setoran pajak penghasilan final yang disetorkan ke kas negara (PPH) sebesar 2,5 persen dari harga jual.

“Juga setoran biaya perolehan hak atas tanah baru (BPHTB) sebesar 5 persen dari nilai jual tanah yang dikurangi Rp 60 juta dari nilai harga jual tanah. Hal ini merugikan pendapatan asli daerah (PAD) dan terindikasi terjadi korupsi dan merugikan Pemkab Agara,” katanya.

Dinas Harus Dievaluasi
Ketua Lembaga Pemberantas Korupsi (LPK) Aceh Tenggara, Datuk Raja Mat Dewa, mengatakan, Pemkab Agara melalui BPKD diharapkan mampu menggali sumber PAD untuk menyejahterakan masyarakat, karena potensi PAD sangat banyak di Agara.

Dikatakan, dinas-dinas yang dibebankan target PAD tapi tidak berhasil dalam realisasi, maka harus dievaluasi untuk dicari tahu penyebab sekalian memberikan reward and punishment kepada pejabat yang bersangkutan.(as)

Berita Terkini