Qanun Bendera

Komisi I DPRA Pertanyakan Surat Pembatalan Qanun Bendera ke Kemendagri

Penulis: Subur Dani
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisi I DPRA bertemu pihak Kemendagri di Jakarta, Selasa (17/9/2019) guna mempertanyakan kebenaran surat pembatalan Qanun Bendera dan Lambang Aceh.

Laporan Subur Dani | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Komisi I DPRA akhirnya bertemu dengan pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mempertanyakan kebenaran surat pembatalan Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang beredar luas dua bulan lalu.

Ketua Komisi I Azhari Cagee bersama beberapa anggota, Asip Amin, Abdullah Salaeh, Iskandar Usman Al-Farlaky, dan HM Saleh datang menemui para pejabat di Kantor Kemendagri di Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Azhari Cagee Cs diterima oleh Kuswanto selaku Kepala Seksi Otsus Aceh di Kemendagri, Roni Saragih selaku Kasubdit Prodak Hukum Daerah Wilayah I, dan Agus Rahmanto selaku Kasubdit Wilayah IV.

Baca: Mantan Keuchik Paloh Teungeh Keumala Serahkan Dana Kerugian Negara, Capai 1 Milliar Lebih

“Kita perlu mempertanyakan ini kepada Kemendagri, karena surat pembatalan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 beberapa waktu lalu telah membuat ketidakpastian hukum di Aceh terkait bendera dan lambang Aceh,” kata Azhari Cagee, menghubungi Serambinews.com dari Jakarta siang ini.

Hingga berita ini diturunkan, Azhari Cagee belum menjelaskan kesimpulan dari pertemuan tersebut.

Yang jelas, pihaknya mengkonfrontir Kemendagri terkait kebenaran surat tersebut.

“Ini penting, karena selama ini kita tidak pernah menerima surat tersebut,” ujarnya.

Seperti diketahui, sejak dua bulan terakhir, selembar surat yang tertulis atas nama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beredar di dunia maya.

Surat Nomor: 188.34/2723/SJ itu dikeluarkan 26 Juli 2016 dan menyatakan membatalkan Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.

Sontak, surat itu mengagetkan publik di Aceh, terutama para politisi Partai Aceh yang selama ini vokal memperjuangkan bendera dan lambang Aceh.

Namun, DPRA menganggap, surat yang muncul tiba-tiba itu terkesan janggal, karena meski sudah dikeluarkan pada Juli 2016 dan ditembuskan ke DPRA, namun hingga kini DPRA belum pernah menerimanya.

Bahkan, Plt Gubernur Aceh dalam konferensi pers di DPRA, Senin 5 Agutus juga mengaku tak pernah menerima surat tersebut. Akhirnya, Nova juga meragukan kebenaran surat itu. (*)

Berita Terkini