Guru Besar LIPI Sebut Orang Istana Tak Setuju Perppu KPK: Apa Mereka Deal dengan Koruptor

Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua LSM GPLAK Agara, Amri Sinulingga saat berada di Gedung KPK-RI Jakarta.

Guru Besar LIPI Sebut Orang Istana Tak Setuju Perppu KPK: Apa Mereka Deal dengan Koruptor

SERAMBINEWS.COM - GURU Besar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mempertanyakan apakah orang dekat Jokowi ingin membunuh KPK?

Orang dekat Presiden Joko Widodo atau Presiden Jokowi terkesan menghalang-halangi Presiden yang ingin menerbitkan Perppu UU KPK.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) menjadi salah satu cara untuk mengatasi pelemahan terhadap KPK.

Perppu UU KPK saran sejumlah tokoh saat bertemu dengan Presiden Jokowi pada 26 September 2019 lalu menyusul unjuk rasa mahasiswa di sejumlah tempat di Indonesia.

Prof Syamsuddin Haris, guru besar politik LIPI, mempertanyakan komitmen sejumlah orang dekat Presiden Jokowi dalam penangan korupsi di Indonesia.

"Kenapa ya orang2 di lingkar istana akhir2 ini terkesan turut mendesak Presiden @jokowi agar tidak terbitkan Perppu @KPK_RI," ujar Syamsuddin Haris melalui akun twitternya.

Prof Syamsuddin Haris bertanya, apakah orang dekat Jokowi ingin membunuh KPK dan melakukan kesepakatan dengan para koruptor.

"Jika ya, ini benar2 mprihatinkan. Smoga mata-hati pak Jokowi berpihak pd kepentingan bangsa kita," ujar Syamsuddin Haris.

Baca: Marc Marquez, Si Baby Alien Juara Dunia MotoGP 2019 di Sirkuit Internasional Chang, Thailand

Baca: Seorang Anggota DPRD Ditangkap Atas Kasus Dugaan Ijazah Palsu, Ini 4 Faktanya

Wakil Presiden Jusuf Kalla tak setuju Jokowi terbitkan Perppu UU KPK dan menyarankan yang tak setuju lakukan judicial review. (photocollage/wartakotalive.com/tribunnews.com/kompas.com)

Simak status lengkap Prof Syamsuddin Haris berikut ini.

Syamsuddin Haris @sy_haris: Kenapa ya orang2 di lingkar istana akhir2 ini terkesan turut mendesak Presiden @jokowi agar tidak terbitkan Perppu @KPK_RI.

Apakah mereka ada deal dgn para koruptor yg mau mbunuh KPK? Jika ya, ini benar2 mprihatinkan. Smoga mata-hati pak Jokowi berpihak pd kepentingan bangsa kita.

Pernyataan Syamsuddin Haris ini tidak jelas ditujukan kepada siapa karena hanya menyebut orang di lingkar istana tak setuju Jokowi terbitkan Perppu UU KPK.

Tetapi sebelumnya diberitakan, Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah salah satu pihak yang tidak sependapat adanya Perppu UU KPK tersebut.

“Ya kan ada jalan yang konstitusional yaitu judicial review di MK (Mahkamah Konstitusi). Itu jalan yang terbaik karena itu lebih tepat. Kalau Perppu itu masih banyak pro-kontranya,” kata Jusuf Kalla, Selasa (1/10/2019) seperti ditulis Kompas.com.

Seperti diketahui, Syamsuddin Haris adalah salah satu tokoh yang gencar menyuarakan agar Presiden Jokowi terbitkan Perppu UU KPK untuk menyelamatkan KPK.

Simak beberapa cuitan Syamsuddin Haris terkait Perppu UU KPK berikut ini.

@sy_haris Oct 3: Pihak2 yg mengaitkan penerbitan Perppu KPK dgn pemakzulan thdp Presiden

@jokowi, bukan hanya tdk paham konstitusi kita, tapi jg membodohi publik. Pasal 7B UUD 1945 jelas mengatur bhw usul pemberhentian hanya bisa diajukan jika Presiden/Wapres mlakukan pelanggaran hukum. Apa saja?

@sy_haris Oct 3: Cakupan pelanggaran hukum yg dimaksud Pasal 7B ayat (1) UUD 1945 terang benderang menyebut berupa pengkhianatan thdp negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, atau perbuatan tercela, dan/atau Presiden/Wapres tdk lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wapres.

@sy_haris Oct 3: Karena itu yg perlu diwaspadai bukan hanya persekongkolan para koruptor yg hendak membunuh @KPK_RI, tetapi jg mewaspadai persekongkolan politik yg menggunakan isu penerbitan Perppu KPK yg sepenuhnya mrpkn otoritas Presiden utk menjatuhkan @jokowi.

Baca: Ini Tiga Tokoh yang tidak Setuju Presiden Jokowi Terbitkan Perppu KPK Beserta Alasannya

Baca: Pakar Hukum Jelaskan soal Logika UU KPK di ILC, Begini Reaksi Fahri Hamzah dan Masinton

Jusuf Kalla Tak Setuju Perppu UU KPK

Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) adalah langkah terakhir yang bisa diambil oleh Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Sejumlah revisi atas UU ini telah ditetapkan dan disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu, meskipun dinilai melemahkan KPK dan mendapat gelombang penolakan cukup besar dari berbagai elemen masyarakat.

Meski Perppu menjadi satu-satunya pilihan yang bisa dilakukan Presiden untuk memenuhi kehendak sebagian besar masyarakat menyelamatkan KPK, ada beberapa tokoh yang memandang Perppu tidak perlu diterbitkan.

Pendapat itu tentunya dilatarbelakangi oleh berbagai alasan.

Dan berikut ini adalah tokoh-tokoh yang menolak Presiden mengeluarkan Perppu tentang KPK.

1. Jusuf Kalla

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan kurang setuju jika Jokowi menerbitkan Perppu sebagai langkah mengatasi polemik RUU KPK yang sudah terlanjur disahkan oleh DPR.

Menurutnya ada jalan lain yang masih bisa ditempuh oleh Presiden, salah satunya melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK).

“Ya kan ada jalan yang konstitusional yaitu judicial review di MK (Mahkamah Konstitusi). Itu jalan yang terbaik karena itu lebih tepat. Kalau Perppu itu masih banyak pro-kontranya,” kata JK, Selasa (1/10/2019).

Alasan lain yang dikemukakan JK, mengeluarkan Perppu sama halnya dengan menjatuhkan kewibawaan Pemerintah yang sebelumnya baru saja menyetujui DPR melakukan revisi.

“Karena baru saja Presiden teken berlaku, langsung Presiden sendiri tarik. Kan tidak bagus. Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah kalau baru teken berlaku kemudian kita tarik. Logikanya di mana?” ujar JK.

2. Yasonna Laoly

Mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga tidak mendukung jika Presiden menerbitkan Perppu.

Ia beranggapan keputusan untuk merevisi UU KPK adalah hal yang sudah tepat sehingga tidak perlu ditinjau kembali apalagi dengan mengeluarkan Perppu.

“Sebaiknya jangan. Ini kan kita maksudkan untuk perbaikan governance-nya KPK,” kata Yasonna yang kini sudah menjadi anggota DPR, Rabu (2/10/2019).

Politisi partai PDI-Perjuangan ini menyarankan jika masih ingin membahas UU KPK sebaiknya melalui jalur konstitusional dan berhenti mendesak Presiden menerbitkan Perppu.

“Jangan membudayakan menekan-nekan. Sudahlah. Kita atur secara konstitusional saja,” ujar Yasonna.

3. Arsul Sani

Partai-partai koalisi pendukung Jokowi juga turut menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap pembentukan Perppu.

Ketidaksetujuan itu sudah disampaikan pada Presiden oleh para ketua umum parpol dalam satu pertemuan di Istana.

Koalisi menyebut penerbitan Perppu menjadi langkah akhir yang paling final dan bisa diambil jika memang dibutuhkan.

Sebelum itu, masih ada jalan konstitusional yang bisa ditempuh. Hal itu disampaikan oleh Sekjen PPP Arsul Sani, Senin (30/9/2019).

“Kami tidak beri masukan secara spesifik. Hanya tentu partai politik menyampaikan bahwa opsi Perppu harus menjadi opsi paling terakhir karena ada opsi lainnya yang mesti dieksplor juga,” ujar Arsul.

Ia menambahkan, sudah semestinya Presiden mempertimbangkan masukan yang diberikan oleh partai-partai politik yang mendukungnya, karena bagaimanapun perolehan suara yang didapatkan Jokowi di pemilihan presiden kemarin banyak berasal dari hasil kerja partai politik.

“Harus ingat juga parpol merepresentasikan, mungkin suara parpol yang ada di Pak Jokowi 60 persen dari seluruh jumlah pemilih. Berarti 100 jutaan. Itu signifikan. Tidak mungkin rakyat mempercayakan parpol yang ada di parlemen kalau semua dianggap mengkhianati amanah rakyat,” jelas dia.

Jika sudah seperti ini, masyarakat tinggal menanti keputusan apa yang akan diambil oleh sang Kepala Negara.

Apakah dia akan menuruti bisikan partai politik yang berada di sekitar istana, atau teriakan rakyat di jalanan terbuka yang memintanya membatalkan UU KPK melalui Perppu.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul PROF LIPI Sebut Orang Istana Tak Setuju Perppu KPK: Apa Mereka Deal dengan Koruptor, Ingin Bunuh KPK

Editor: Suprapto

Berita Terkini