"Saya melihat disini memang masih jauh dari harapan kita baik dari segi fisik maupun kualitas SDM anak didik dan guru serta minimnya fasilitas yang memadai," ujarnya
Katanya, bagaimana anak-anak dan guru bisa meningkatkan kualitas mutu pendidikan kalau sarana dan prasarana kurang memadai.
"Saya juga melihat ruang kelas masih semipermanen, yang sangat menyentuh hati kami, tadi ada satu kelas yang dibelakangnya ada peta Indonesia, ini penting dimana anak-anak setiap hari harus melihat peta Indonesia.
Tetapi apa yang kami lihat, gambar petanya sudah rusak-rusak dan petanya pun belum standar, bagaimana anak-anak bisa melihat bahwa pengayaan tentang keIndonesiaan kalau peta sendiri tidak lengkap.
Ini salah satu sedikit dari sarana dan prasarana pada anak didik yang harus kita perbaiki," terangnya.
Agus Widiatmoko menambahkan, dalam membangun dan mencerdaskan anak bangsa tidaklah mudah, indikasinya pengurus dan guru disini sudah sangat luar biasa, mampu membuat sekolah secara mandiri.
Bahkan murid-muridnya tidak muat dan terpaksa harus menolak lamaran siswa setiap tahunnya.
"Semangat inilah yang harus kita apresiasikan, mudah-mudahan kedepan Kemendikbud akan mendukung bagaimana meningkatkan kuantitas dan kualitas sekolah yang ada di dayah ini baik salafi maupun Pendidikan formal," kata Agus.
Menurutnya, dayah berperan besar dalam sejarah peradaban Aceh pada masa kesultanan jauh sebelum bangsa Eropa datang.
"Dayah sebagai sumber intelektual kaum cendekiawan dalam kesultanan, nah ini yang harus kita bangkitkan kembali.
Dimana dayah-dayah sekarang dan masa depan menjadi tempat-tempat pemondokan para cendikiawan yang nantinya juga mempunyai peranan yang besar dalam pembangunan masyarakat Aceh.
Ini yang harus kita kuatkan di dayah saat ini," tutup Kasubdit Geografi Sejarah Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI. (*)