Laporan Khalidin | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Isu adat budaya masih menjadi masalah sensitif di Kota Subulussalam sampai saat ini.
Terkini, proyek pengecatan rangka baja jembatan Rundeng, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam mendapat isu miring yang mengarah seakan penghilangan icon budaya setempat.
Camat Rundeng, Irwan Faisal pun angkat bicara melalui keterangan persnya yang dikirim kepada Serambinews.com, Jumat (15/11/2019).
Faisal mengatakan jembatan yang membentang kecamatan Rundeng tersebut semula dicat dengan motif warna tabir, salah satu ciri khas budaya etnis Singkil. Namun, kata Faisal, tahun ini ada kegiatan renovasi salah satunya pergantian warna cat.”Tahun ini ada program pengecatan ulang dan renovasi konstruksinya,” kata Faisal
Dijelaskan, pengecetan jembatan ini merupakan program Pemerintah Provinsi Aceh selaku pemilik aset. Faisal juga mengatakkan sejak dibangun tahun 2001 silam belum pernah dilakukan perawatan termasuk pengecatan.
Nah, tahun ini ada program pengecatan dan perawatan konstruksi seperti penguatan baut dan mur jembatan hingga pengaspalan ulang.
Dalam pengecatan ulang rangka baja ini mengacu pada standar nasional yakni silver pekat. Hal ini diperkuat pernyataan Dian, PPTK renovasi ruas Jalan Rundeng Krueng Luas kepada Camat Rundeng.
Terhadap hal ini, Faisal meminta masyarakat tidak salah tafsir seolah penggantian warna jembatan yang semula bermotif tabir atau pelangi.
Ditegaskan, penggantian warna cat jembatan Rundeng murni proyek dan program Pemerintah Provinsi Aceh bukan kewenangan daerah.
Hal terpenting, kata Faisal, penggantian cat jembatan Rundeng terlepas dari kepentingan politik dan etnis.
”Intinya, tidak ada masalah politik atau etnis di sini. Pengecatan jembatan ke standar nasional adalah program pemerintah Aceh. Maka kami imbau warga jangan terprovokasi isu-isu yang mengarah pada sentiment etnis atau lainnya,” pungkas Faisal.
Faisal pun berjanji 2021 mendatang akan dialokasikan anggaran rehab atau pengecatan dengan warna motif tabir sehingga dikembalikan ke warna khas daerah seperti pernah dilakukan.
Untuk sekarang, lanjut Faisal harus mengikuti apa yang sudah ditetapkan dalam program kegiatan di provinsi.
Ini disampaikan Faisal menyusul santernya isu di lapangan seolah-olah ada upaya kesengajaan mengganti warna karena terkait isu budaya. Masalah ini juga tak luput dari bahasan warganet di Subulussalam.