Kemenkeu Blokir Anggaran BPKS, Senilai Rp 61 M untuk Tahun 2020

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ALFIAN, Koordinator MaTA

BANDA ACEH - Sebanyak Rp 61 miliar dari Rp 144 miliar lebih anggaran Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) tahun 2020 diblokir oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Selain itu, pagu anggaran 2020 juga lebih sedikit dibandingkan tahun 2019 yang mencapai  Rp 220 miliar.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian yang ditemui di kantornya, Senin (2/12), mengatakan, Kemenkeu RI memblokir anggaran BPKS tahun 2020 karena ada perencanaan yang diusulkan tidak didukung oleh data dan dasar hukum yang kuat.

"Pemblokiran itu rata-rata lebih kepada alokasi anggaran untuk pelayanan dan manajemen. Ini artinya, secara prinsip masih terjadi kelemahan secara manajemen di BPKS, meskipun anggaran itu masih bisa dibuka setelah perencanaan itu diperbaiki," kata Alfian.

BPKS yang berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2000, seharusnya persoalan manajemen tidak lagi menjadi masalah pada tahun 2020. "Kerja BPKS ini besar, maka dibutuhkan profesionalitas secara kerja dan manajemen," ujarnya.

Dari data Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BPKS tahun 2020 yang diperoleh Serambi, disebutkan, jumlah dana yang tidak bisa dicairkan Rp 61.754.070.000. Dana itu terdiri atas belanja barang Rp 18.086.365.000  dan belanja modal Rp 43.667.705.000.   

Alfian menduga, pemblokiran itu karena BPKS tidak mengisi rencana bisnis dan anggaran (RBA) yang dikeluarkan Dirjen Keuangan. "Ada kemungkinan saat pusat sudah memberikan deadline usulan anggaran, di sini (BPKS) belum siap perencanaan," jelasnya.

Di saat perencaan anggaran belum siap, Alfian menduga, pihak BPKS memaksakan diri memasukan usulan anggaran dengan harapan saat dikoreksi akan dilengkapi lagi. Kondisi itulah yang membuat Kemenkeu RI memblokir usulan anggaran BPKS.

Dengan diblokirnya anggaran tersebut, Koordinator MaTA Alfian menilai bahwa manajemen BPKS sangat lemah. Maka, lanjutnya, wajar jika pengalokasian anggaran untuk tahun 2020 jauh berkurang dari anggaran tahun 2019 yang mencapai Rp 220 miliar.

BPKS yang kini sudah berusia 19 tahun, menurut MaTA, belum melahirkan program pemberdayaan ekonomi rakyat. Program lembaga itu hanya berkutat pada pembangunan kapasitas internal dan penataan aset. Tahun 2020 ada Rp 2,5 miliar anggaran untuk penataan aset.

"Seharusnya sekarang tidak lagi berbicara penataan kapasistas tapi sudah peningkatan ekonomi masyarakat. Tapi faktanya yang kita temukan, secara perencanaan di DIPA 2020 masih bermasalah. Secara manajemen perlu perubahan total yang harus dilakukan BPKS," pungkas Alfian.

LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mengkritisi proses rekrutmen calon manajemen Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Koordinator MaTA, Alfian menilai, proses rekrutmen itu kurang ketat karena calon incumbent bisa mendaftar tanpa harus nonaktif dari jabatannya.

"Proses rekrutmennya saat ini kurang ketat. Kita berharap dengan BPKS ini yang sudah sangat lama dan dibentuk badan ini berdasarkan undang-undang, seharusnya lebih ketat," katanya kepada Serambi di kantornya, Senin (2/11).

Pemerintah Aceh selaku pihak yang melakukan seleksi, menurut Alfian, seharusnya bisa menambahkan syarat bahwa calon incumbent harus nonaktif dari jabatannya jika ingin mengikuti seleksi pemilihan calon manajemen BPKS yang baru.

Seperti diketahui beberapa hari lalu, panitia seleksi (pansel) mengumumkan secara terbuka 15 nama yang dinyatakan lolos seleksi administrasi calon manajemen BPKS. Dari 15 orang, tiga di antaranya merupakan petinggi BPKS yang saat ini kembali ikut mendaftar.

Adapun ketiga petinggi BPKS itu yaitu Islamuddin ST (Plt Wakil Kepala) yang mendaftar sebagai kepala dan wakil kepala. Dua lainnya, Fauzi Umar (Deputi Teknik dan Pembangunan) dan Agus Salim SE MSi (Deputi Komersil), masing-masing melamar sebagai wakil kepala.

Halaman
12

Berita Terkini