MEDAN - Zuraida Hanum, otak pembunuhan hakim Pengadilan Negeri Medan Jamaluddin, akhirnya buka suara soal motifnya membunuh suaminya. Zuraida ternyata sakit hati karena dirinya sering diselingkuhi oleh sang suami.
Hal itu diungkapkan Zuraida saat mengikuti rekonstruksi pembunuhan Hakim Jamaluddin yang digelar di Cafe Everyday, Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (13/1/2020). Dalam rekonstruksi itu Zuraida mencurahkan isi hatinya kepada Jefri Pratama, selingkuhannya yang juga menjadi eksekutor pembunuhan hakim Jamaluddin.
Ada beberapa tempat yang dijadikan lokasi rekonstruksi kemarin. Rekonstruksi pertama digelar di warung Everyday, Ring Road Citywalk Medan. Di tempat itu, Zuraida bertemu dengan Jefri pada 25 November 2019. Di sanalah mereka kemudian mulai merencanakan pembunuhan. Di tempat ini pula Zuraida curhat ke Jefri mengenai rumah tangganya yang kian tak harmonis.
Dalam rekonstruksi kemarin, Zuraida yang dihadirkan dengan menggunakan sendal jepit berwarna putih dan memakai rok bermotif bunga yang berwarna merah muda terlihat menunduk sembari memegang microphone. Dengan nada serak, ia yang menggunakan alat pengeras suara yang disediakan pihak kepolisian mengatakan dirinya rasanya mau mati saja karena banyak masalah dengan suaminya.
”Suami saya terus menerus berselingkuh dengan perempuan-perempuan lain. Dia selalu mengkhianati saya,” kata Zuraida saat rekonstruksi di Warung Everyday. ”Saya lagi hamil pun dia bawa perempuan ke rumah. Saya sudah mengadu ke keluarganya dan mengadu ke kakak kandungnya, adik kandungnya, tapi mereka tak berdaya apa-apa.”
Zuraida bahkan mengaku sudah minta cerai. Namun, Jamaluddin pada saat itu tak mengizinkannya karena malu. ”Saya coba minta cerai, katanya, 'Jangan coba-coba minta cerai dengan saya, karena perceraian kedua, saya akan malu karena saya seorang hakim,'” ujar Zuraida menirukan ucapan Jamaluddin pada saat itu. Karena tak bisa cerai itulah Zuraida merasa tersakiti dan kemudian merencanakan pembunuhan terhadap suaminya.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Andi Rian, Jefri awalnya menolak permintaan Zuraida. "Jefri Pratama menyarankan Zuraida menggugat cerai (Jamaluddin) ke pengadilan,” kata Andi Rian.
Namun saran Jefri itu ditolak Zuraida. Ia kukuh meminta Jefri membunuh suaminya. ”Dia (Zuraida Hanum) malu kalau cerai di pengadilan,” sambungnya.
Dari sanalah mereka kemudian meminta bantuan Reza Fahlevi. Reza diminta membantu Jefri sebagai eksekutor pembunuhan. Kepada Reza, Zuraida menjanjikan hadiah umrah. Ia menyampaikan hal itu saat rekonstruksi di Cofee Town di Jalan Ngumba Surbakti, Kota Medan.
Zuraida mengatakan sebelum membunuh Jamaluddin, Reza terlebih dahulu meminta imbalan. Imbalannya adalah Reza ingin ibunya, adiknya serta dia pergi ke umrah ke Tanah Suci setelah eksekusi pembunuhan hakim Jamaluddin. Total biaya umrah pada saat itu disepakati mencapai Rp 100 juta.
”Saya tidak janjikan uang Rp 100 juta, tapi untuk biaya umrah, saya sampaikan,” kata Zuraida, Senin (13/1). "Maksud saya, Rp 100 juta ini untuk umrah berempat bersama ibunya dan adiknya Reza".
Adapun imbalan untuk Jefri usai membunuh Jamaluddin adalah menikah dengan Zuraida. Jefri diketahui menyandang status duda setelah bercerai dengan istri pertamanya. Jefri sendiri memiliki satu anak yang sedang mengenyam pendidikan di satu sekolah yang sama dengan anaknya Zuraida yang masih berusia 7 tahun.
Setelah kesepakatan tercapai, Zuraida lantas memberikan uang Rp 2 juta kepada Reza. Uang itu bukan sebagai upah untuk membunuh Jamaluddin, tapi untuk membeli sejumlah peralatan untuk membunuh. Di antaranya sarung tangan dan ponsel. Sarung tangan digunakan untuk menutupi jejak sidik jari, sedangkan ponsel untuk mereka saling berkomunikasi satu sama lain.
”Setelah terima uang Rp 2 juta Reza belanja (perlengkapan pembunuhan), termasuk membeli handphone sekali pakai dua biji. Ini digunakan antara Jefri dan Reza,” ujar salah seorang penyidik.
Menurut Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, Reza membeli barang-barang itu di Pasar Melati yang menjadi lokasi rekonstruksi keempat. Ponsel yang dibeli Reza itu kemudian digunakan untuk berkomunikasi dengan Jefri. Diduga Reza pada saat itu hendak menyembunyikan keterlibatannya sehingga berkomunikasi dengan Jefri menggunakan ponsel dan nomor berbeda. Usai melancarkan aksinya, dua ponsel itu dibuang. Namun Tatan tidak menjelaskan ke mana mereka membuang dua ponsel itu.