SERAMBINEWS.COM - Warga di Manado, Sulawesi Utara, tetap minat makan olahan daging kelelawar, meski sudah mendengar kabar virus corona yang diduga berasal dari mamalia terbang itu.
Feibe Tampanguma, warga Karombasan mengatakan, ia dan keluarganya memang suka makan kelelawar.
"Tapi, tidak rutin. Dalam sebulan itu hanya satu atau dua kali saya buatkan masakan daging kelelawar buat keluarga," kata Feibe saat diwawancarai sementara membeli daging kelelawar di Pasar Pinasungkulan Manado, Selasa (28/1/2020).
Adanya kabar virus corona yang diduga salah satunya berasal dari kelelawar, Feiby mengaku, ia tidak kuatir.
"Kalau sudah dibersihkan dan dimasak dengan benar, sudah tidak masalah," ujar Feibe.
Menurut dia, masakan daging kelelawar bisa dibuat bervariasi.
"Kalu saya paling banyak dibuat santan kering," kata Feibe yang juga suka makan olahan tikus hutan dan ular.
Lingkan Gunde, warga Mapanget mengatakan, dirinya sangat suka makan daging kelelawar.
Agar bisa mendapatkan rasa yang ia sukai, daging kelelawar dimasaknya sendiri.
Teknik masaknya bertahap, lebih dulu daging kelelawar direbus.
Kemudian, ia menyiapkan bumbu-bumbu untuk digunakan seperti santan, cabai, bawang merah, bawang putih, daung kemangi, batang serai, jahe, dan kunyit.
"Setelah itu diolah. Lebih dulu ditumis bumbunya, kemudian dimasukkan danging kelelawar.
Lalu, santan ditaruh. Proses masaknya cukup lama, sekitar dua jam sampai santan kering.
Yang paling saya suka, sayapnya," kata Lingkan.
Daging ular, babi hutan, anjing, dan kelelawar ada di Pasar Ini
Pasar Pinasungkulan Karombasan, Kota Manado, Sulawesi Utara, ramai seperti biasa.
Sejak pagi hari, hiruk pikuk sudah terdengar.
Para pedagang tampak sibuk.
Ada yang menjajakan dagangannya, ada pula yang sedang tawar menawar dengan pelanggannya.
Berbeda dengan pasar biasa, dagangan di Pasar Pinasungkulan Karombasan terbilang ekstrem.
Daging ular, babi hutan, anjing, bahkan kelelawar dijajakan di sini.
Adrian, pedagang kelelawar di Pasar Pinasungkulan Karombasan, merasakan ada penurunan permintaan setelah virus corona menyebar.
Namun, penurunan itu tidak dirasa signifikan.
"Tidak dirasakan banyak," kata Joly saat ditemui KOMPAS.com, Selasa (28/1/2020).
Joly juga tidak khawatir dengan isu daging kelelawar jadi penyebab timbulnya virus corona akan mengurangi omsetnya.
Pasalnya, dia sudah punya pelanggan tetap.
Setiap hari ada enam pengusaha katering yang membeli daging kelelawar dari Joly.
Kadang malah ada orang yang datang ke lapaknya untuk memborong semua dagangannya.
"Senin (27/1/2020) kemarin, ada yang borong jualan saya Rp 3 juta," kata Joly yang menjual seekor kelelawar dengan harga Rp 35.000.
Joly pun yakin dagangannya tidak akan jadi sumber penyakit karena hewan itu sudah dibakar sebelum dijual.
Kelelawar dituding sebagai hewan pembawa virus corona karena penyakit ini pertama kali ditemukan di Pasar Hubei yang menjual daging mamalia terbang itu.
Dalam kasus SARS, kelelawar menjadi inang.
Mereka menginfeksi hewan lain melalui kotoran atau saliva dan perantara pun tanpa disadari menularkan virus tersebut kepada manusia.
Dalam 45 tahun terakhir, setidaknya ada tiga pandemi lainnya (selain SARS) yang ditelusuri penyebabnya dari kelelawar.
Hewan-hewan tersebut juga merupakan sumber asli dari penyakit Ebola yang telah menewaskan 13.500 orang pada tahun 1976.
Selain itu, juga sindrom pernapasan Timur Tengah yang lebih dikenal dengan MERS.
Virus ini ditemukan di 28 negara.
Kemudian, juga virus Nipah, yang memiliki tingkat kematian sebesar 78 persen.
Pedagang Kelelawar di Pasar Burung Depok Solo Tak Khawatir
Kelelawar yang dijual di pasar burung Depok, Solo, Jawa Tengah, Senin (27/1/2020).(KOMPAS.com/LABIB ZAMANI)
Merebaknya virus corona yang berasal dari Wuhan akhir-akhir ini tak membuat pedagang kelelawar di Pasar Burung Depok Solo, Jawa Tengah khawatir.
Mereka tetap berjualan kelelawar karena sampai sekarang belum ditemukan adanya kasus virus tersebut di Solo.
"Pembeli kelelawar ini orang-orang tertentu saja. Paling buat jamu atau pengobatan," kata Nurul (40), pedagang kelelawar pasar burung Depok Solo, Jateng, Senin (27/1/2020).
Nurul mengatakan ada 50 - 60 ekor kelelawar yang dia jual.
Kelelawar tersebut didatangkan dari penjaring lokal Solo.
Satu ekor kelelawar dia jual dengan harga Rp 10.000.
"Kalau waktu akhir pekan bisa 5-7 ekor kelelawar yang terjual.
Mereka yang beli itu percaya bisa mengobati penyakit asma atau sesak nafas," ungkap Nurul.
Selama lima tahun berjualan kelelawar, Nurul mengatakan belum ada pelanggannya yang terindikasi virus yang diduga berasal dari kelelawar tersebut.
Nurul mengatakan, untuk mengantisipasi hal yang tak diinginkan, dirinya selalu mengutamakan kebersihan kadang kelelawar.
"Kandang kelelawar selalu saya bersihkan, supaya tetap kelihatan bersih. Makannya saya kasih buah," terang dia.
Lebih jauh, Nurul menyampaikan belum ada penyuluhan maupun pembinaan dari Pemkot Surakarta terkait penyebaran virus corona ke pedagang.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Kota Surakarta, Evi Nur Wulandari mengatakan, Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor telah mengambil sempel kelelawar yang ada di Pasar Burung Depok Solo.
Saat ini, pihaknya masih menunggu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.
Menurut Evi, jika hasilnya sudah keluar akan langsung dikirim ke Solo. "Kita tunggu dulu hasil dari Bogor," ungkap Evi.
Diberitakan Kompas.com Sabtu (25/1/2020), virus corona adalah penyakit zoonosis atau yang ditularkan dari hewan ke manusia.
Dilansir dari Business Insider, penyebaran virus corona bisa terjadi di pasar-pasar yang menempatkan manusia dengan hewan mati atau hidup di tempat yang sama.
Salah satu ilmuwan asal China, Vincent Munster mengindikasikan bahwa virus corona ini adalah virus kelelawar.
Berlainan dengan Munster, kelompok ilmuwan lainnya yang menyunting Journal of Medical Virology, spesies perantara dalam kasus ini diduga adalah kobra China.
Alasannya, analisis genetik lebih lanjut menunjukkan bahwa blok pembangun genetik virus corona Wuhan sangat mirip dengan ular.
Para peneliti berpikir bahwa populasi kelelawar dimungkinkan menginfeksi ular, yang kemudian menularkan virus tersebut kepada manusia.
Masih dari sumber yang sama, satu-satunya cara agar dapat memastikan sumber dari virus ini adalah dengan mengambil sampel DNA hewan-hewan yang dijual di pasar dan dari ular serta kelelawar di daerah tersebut.
• RSUZA Sediakan Ruang Khusus, Untuk Pasien Terpapar Virus Corona
• Suami Pergi Keluar Beli Tali, Saat Pulang Malah Dapati Istri yang Hamil Berzina dengan Oknum Polisi
• Ungkap Fakta di Balik Virus Corona, Pria Wuhan Sebut Banyak Kejanggalan hingga Resiko Ditangkap
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Virus Corona Merebak, Warga Tetap Gemar Makan Olahan Daging Kelelawar",