Update Corona di Aceh

UPDATE Taushiyah MPU, Kegiatan Ibadah Harus Ikuti Prosedur Kesehatan, Bagaimana Doa Tolak Bala?

Penulis: Zainal Arifin M Nur
Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aparat kepolisian Sultan Daulat, Polres Subulussalam, Minggu (29/3/2020) malam membubarkan kegiatan tolak bala yang diikuti ratusan massa di Desa Sigrun, Kecamatan Sultan Daulat.

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh meminta kepada masyarakat untuk tidak mengadakan dan melakukan acara-acara ritual keagamaan yang bersifat mengumpulkan orang ramai.

Kegiatan dimaksud bisa berupa tasyakkuran, kenduri, tahlil dan samadiah, zikir/rateb bersama, dan lain-lain.

Semua kegiatan itu dianjurkan dihentikan sampai dengan dicabutnya kondisi darurat COVID-19 di Provinsi Aceh.

Anjuran tersebut tertuang pada poin kelima “Taushiyah MPU Aceh Nomor 4 tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Ibadah dan Kegiatan Sosial Keagamaan Lainnya dalam Kondisi Darurat.”

Taushiyah tersebut diterbitkan oleh MPU Aceh, setelah menggelar Rapat Pimpinan Khusus MPU Aceh, pada tanggal 6 Syaban 1441 H atau 31 Maret 2020 M.

Ditandatangani oleh Ketua MPU Aceh, Tgk. H. M. Daud Zamzamy dan tiga Wakil Ketua yaitu, Tgk. H. Faisal Ali, Dr. Tgk. H. Muhibbuththabary, M.Ag, dan Tgk. H. Hasbi Albayuni.

Adapun bunyi lengkap poin kelima ketetapan MPU dimaksud adalah:

“Masyarakat diminta tidak mengadakan dan melakukan acara-acara keramaian berupa tasyakkuran, kenduri, tahlil dan samadiah, zikir/rateb bersama, dan lain-lain sampai dengan dicabutnya kondisi darurat.”

Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali yang dihubungi Serambinews.com, Selasa (31/3/2020) sore memaparkan, taushiyah MPU Aceh ini dibagi kepada tiga bagian.

Ketiga bagian dimaksud adalah, yang sifatnya sunat muakad, fardhu kifayah, dan fardhu ain.

Yang bersifat fardhu kifayah, kata Tgk Faisal Ali, semuanya dimohon untuk ditiadakan.

Sementara yang bersifat sunat muakad seperti shalat jamaah dan jumat, boleh diadakan dengan syarat tertentu dan memperhatikan protokol kesehatan.

“Untuk shalat Jumat, kalau masyarakat merasa yakin tidak ada kasus PDP atau ODP Corona, maka silakan melaksanakan shalat Jumat dengan tetap memperhatikan protokoler kesehatan dan anjuran pemerintah tentang social distancing,” ujarnya.

Di antara protokol kesehatan adalah jarak antara satu jamaah dengan yang lain adalah satu meter.

“Dalam kondisi darurat ini (saf berselang) dibolehkan. Kalau istilah dalam kitab, bihalalil bi udzrin (dengan alasan). Berselang karena keuzuran, seperti terhalang tiang atau tembok masjid, itu tetap dapat pahala jamaah,” papar Abu Sibreh.

MPU berharap agar Masjid Raya Baiturrahman memberikan contoh tata cara ibadah dalam masa darurat ini.

“Pengurus Masjid Raya Baiturrahman juga sudah kita beritahukan. Semoga besok sudah bisa diterapkan,” ujarnya.

BREAKING NEWS - MPU Aceh Perbolehkan Ganti Shalat Jumat dengan Shalat Zuhur di Rumah

UPDATE Taushiyah MPU, Selama Darurat COVID-19 Boleh tak Berjamaah di Meunasah dan Mushalla

UPDATE Taushiyah MPU, Masjid dan Meunasah Tetap Kumandangkan Azan, Lafaznya yang Ma’ruf

Bagaimana doa tolak bala?

Ditanya tentang kegiatan doa tolak bala, Abu Sibreh mengatakan, pihaknya tidak memutuskan hal itu secara khusus.

“Tapi tetap berlaku secara umum. Kalau masyarakat mampu menjaga prosedural kesehatan, ya silakan dilaksanakan. Tapi kalau masyarakat tidak mampu melaksanakan jangan dilaksanakan secara berjamaah,” ujarnya.

Menurutnya, pihaknya sepakat untuk tidak secara khusus melarang kegiatan doa tolak bala, karena kegiatan ini berkaitan langsung dengan upaya masyarakat melawan wabah COVID-19.

Hanya saja, kata Tgk Faisal, kegiatan tersebut harus memperhatikan protokol kesehatan dan anjuran pemerintah untuk menjaga jarak (social distancing), yang merupakan salah satu upaya mencegar penyebaran corona.

“Ini harus dipatuhi, agar doa tolak bala menjadi efektif. Kalau tidak mampu mengikuti protokol kesehatan ini, maka doa tolak bala jangan dilakukan secara berjamaah. Sebab Islam mengutamakan keselamatan dan kemaslahatan umat,” ujar Ketua PW Nahdlatul Ulama (NU) Aceh.

“Tapi untuk kegiatan keagamaan lain yang tidak berhubungan langsung dengan upaya mencegah corona, seperti samadiyah dan dakwah kita harapkan jangan dilaksanakan dulu untuk sementara ini,” imbuh Tgk Faisal Ali.

Pimpinan Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah Sibreh Aceh Besar ini menambahkan, Taushiyah ini dikeluarkan oleh MPU Aceh setelah Pemprov Aceh menetapkan status darurat untuk Aceh.

Selain itu juga ada permintaan Gubernur Aceh agar MPU mengeluarkan pendapat atau taushiyah terkait pelaksanaan ibadah pada masa darurat.

Menurut Tgk Faisal, sebenarnya dalam surat tersebut, Plt Gubernur Aceh juga meminta kepada MPU Aceh untuk mengeluarkan pendapat menyangkut pelaksanaan Shalat Tarawih dan Shalat Idul Fitri 1441 H.

Tapi MPU memilah-milah isi surat tersebut, dan hanya membahas persoalan yang mendesak saja.

“Tentang shalat Tarawih dan Shalat Idul Fitri tidak kita bahas dulu, karena masih belum mendesak. Sembari kita berdoa semoga Allah segera mengakhiri bencana wabah ini. Kita akan lihat kondisi, Insya Allah tanggal 25 Sya’ban nanti,” ujar Abu Sibreh.

Berikut isi lengkap “Taushiyah MPU Aceh Nomor 4 tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Ibadah dan Kegiatan Sosial Keagamaan Lainnya dalam Kondisi Darurat.”

Pertama, Setiap muslim wajib berikhtiar menjaga dan menjauhkan dirinya dari wabah penyakit menular dengan senantiasa beribadah, berdzikir dan berdo’a serta memperhatikan petunjuk medis.

Kedua, Dalam hal dan keadaan wabah penyakit (Covid-19) dengan potensi menular yang semakin merebak dan meluas secara pasti (Muhaqqaq) dan berdasarkan petunjuk medis serta ketetapan pemerintah, seorang muslim boleh tidak melakukan shalat berjama’ah di masjid-masjid, meunasah atau mushalla dan tidak melaksanakan Shalat Jum’at berjama’ah tetapi menggantinya dengan Shalat Dzuhur di kediaman masing-masing.

Ketiga, Setiap pengurus Masjid, Meunasah dan Mushalla tetap mengumandangkan Azan pada setiap waktu shalat fardhu dengan lafadz yang ma’ruf.

Keempat, Masjid yang melaksanakan shalat berjama’ah dan shalat Jum’at berdasarkan pertimbangan kemaslahatan di tempat itu, wajib memperhatikan prosedur medis dan protokol kesehatan seperti jarak antar jama’ah (physical distancing) dan lain-lain.

Kelima, Masyarakat diminta tidak mengadakan dan melakukan acara-acara keramaian berupa tasyakkuran, kenduri, tahlil dan samadiah, zikir/rateb bersama, dan lain-lain sampai dengan dicabutnya kondisi darurat.

Keenam, Mengingat situasi wabah penyakit yang terus merebak, maka masyarakat diimbau tidak melakukan perjalanan keluar daerah, dan yang berada di perantauan tidak kembali ke Aceh, kecuali karena sangat mendesak dan bersedia di karantina oleh pemerintah.

Ketujuh, Masyarakat diminta untuk mematuhi instruksi dan protokol yang ditetapkan oleh pemerintah dalam menghadapi wabah penyakit (epidemik) Covid-19, termasuk tidak keluar rumah pada waktu pemberlakuan jam malam dan tetap menjaga jarak aman di tempat keramaian (social distancing).(*)

Berita Terkini