Dua hari sebelum musibah kebakaran itu, ungkap Dedek, dirinya punya firasat tidak enak dan gelisah. Bahkan, pada Kamis (2/4/2020) malam sebelum kejadian, sambungnya, ia juga gelisah sehingga bangun dari tidur dan kemudian memasak air untuk membuat kopi sachet. Sekitar pukul 02.00 WIB, menurut Dedek, ia baru tidur bersama istri dan anak di kamar.
"Jika saya terlambat bangun sekitar 15 menit saja, mungkin kami semua sudah jadi abu," ungkap Dedek (38) dengan mata berkaca-kaca saat menceritakan perjuangannya menyelamatkan istrinya Nora (30) bersama lima anak dari kobaran api yang membakar rumah mereka dan tujuh rumah lain di Desa Labuhan Keude, Kecamatan Sungai Raya, Aceh Timur, Kamis (2/4/2020) pukul 04.00 WIB.
"Tak ada yang paling berharga selain anak dan istri saya. Alhamdulillah, istri dan anak selamat. Sedangkan barang semuanya ludes terbakar," ungkap Dedek kepada Serambi sambil memangku anak bungsunya, Aqila (1,5), kemarin.
Dua hari sebelum musibah kebakaran itu, ungkap Dedek, dirinya punya firasat tidak enak dan gelisah. Bahkan, pada Kamis (2/4/2020) malam sebelum kejadian, sambungnya, ia juga gelisah sehingga bangun dari tidur dan kemudian memasak air untuk membuat kopi sachet. Sekitar pukul 02.00 WIB, menurut Dedek, ia baru tidur bersama istri dan anak di kamar.
Tak lama kemudian, sanbung Dedek, ia terbangun dan melihat cahaya terang masuk melalui ventilasi kamar. "Awalnya, saya pikir cahaya terang itu karena sudah pagi. Tapi, kemudian saya berpikir lagi kok cepat sekali pagi, padahal baru saja tidur. Lalu, tiba-tiba saya merasakan hawa panas, dan saat saya keluar kamar ternyata dinding rumah kami sedang terbakar dengan api yang membubung tinggi," jelasnya.
Saat itu, kata Dedek, dalam kondisi panik, ia membangunkan istrinya Nora dan meminta untuk menyelamatkan anak-anak. "Saya lebih dulu menyelamatkan anak sulung kami, Zaira (12) ke luar rumah. Kemudian, saya masuk lagi melihat istri sedangkan membawa tiga anak kami yaitu Aini (4), Zirna (9), dan Aidil (2). Sedangkan anak bungsu kami, Aqila (1,5) masih tertidur di kamar," timpal Dedek.
Tanpa berpikir panjang, sambung Dedek, dirinya langsung menerobos api untuk menyelamatkan Aqila. "Tidak ada yang paling berharga selain nyawa anakku, Aqila," katanya. Saat itu, menurut Dedek, mereka tak bisa lagi keluar dari pintu depan karena api sudah makin membesar.
Lalu, ia bersama istri dan empat anaknya keluar lewat pintu belakang. "Padahal, pintu belakang itu sudah saya tutup mati dengan papan dan seng. Tapi, atas kuasa Allah SWT begitu mudah saya membuka pintu tersebut dan menerobos api, akhirnya kami selamat semua," ungkap Dedek yang sehari-hari bekerja sebagai buruh kebun ini.
Akibat perjuangan menyelamatkan anaknya tersebut, Dedek terlihat agak susah berjalan karena tapak kakinya melepuh akibat terbakar. Istrinya juga terkena beling pada bagian telapak kaki. "Saat itu, saya tidak ingat apapun selain menyelamatkan istri dan anak saya. Jika saya terlambat bangun, mungkin kami semua sudah jadi abu," kenangnya.
Rumah Dedek bersebelahan dengan gudang penyimpanan teratak pelaminan yang diduga menjadi sumber kebakaran. Sebagai masyarakat miskin, ia berharap belas kasihan pemerintah untuk membantu dirinya dan korban kebakaran lain. "Siapapun tidak ada yang menginginkan musibah. Karena itu, kami harapkan bantuan, terutama rumah yang baru sebagai tempat tinggal dengan istri dan anak," harap Dedek dengan nada sedih.
Amatan Serambi, kemarin, Dedek beserta istri dan anaknya saat ini menumpang di rumah tetangga. Warga setempat yang turut berduka atas musibah itu terus memberikan support dan semangat bagi Dedek dan keluarganya agar tabah menghadapi musibah tersebut. (seni hendri)