“Hari ke hari, harga kopi turun drastis. Bahkan harganya saat ini sudah sangat memprihatinkan,” kata salah seorang pelaku bisnis kopi arabika Gayo, Armiyadi kepada Serambinews.com, Kamis (9/4/2020).
Laporan Mahyadi | Aceh Tengah
SERAMBINEWS.COM, TAKENGON – Penyebaran virus Corona (Covid-19) memberikan dampak besar terhadap proses perdagangan kopi arabika Gayo.
Komoditi unggulan asal Dataran Tinggi Gayo (DTG) itu bukan hanya anjlok, tetapi nyaris tidak ada pembeli.
Karena sepinya aktivitas perdagangan kopi dunia.
Ironisnya lagi, para petani kesulitan untuk menjual kopinya lantaran sebagian besar pembeli mulai 'istirahat' untuk membeli.
Bila pun ada, harganya cukup murah.
“Hari ke hari, harga kopi turun drastis. Bahkan harganya saat ini sudah sangat memprihatinkan,” kata salah seorang pelaku bisnis kopi arabika Gayo, Armiyadi kepada Serambinews.com, Kamis (9/4/2020).
• VIDEO - Update Covid-19 di Indonesia, 9 April 2020: Bertambah 40, Pasien Meninggal Jadi 280 Orang
Sebagai contoh, kata Armiyadi, untuk harga kopi kategori asalan sebelum terjadinya penyebaran virus corona, dihargai sekitar Rp 60 ribu perkilogram.
Harga tersebut berangsur turun menjadi Rp 58 ribu, Rp 52 ribu, Rp 48 ribu, hingga menyentuh harga Rp 41 ribu.
“Untuk harga gelondong atau biji merah, di daerah pinggiran ada yang sudah mencapai Rp 6 ribu per bambu,” rinci Armiyadi.
Dia menjelaskan, selain harga kopi turun, sebagian pedagang tidak mau membeli karena tidak tahu hendak dijual ke mana.
Begitu juga dengan beberapa koperasi eksportir, untuk sementara telah membatasi pembelian kopi arabika Gayo.
“Saat ini, kotrak pengiriman kopi juga tidak ada. Semestinya di Bulan April ini, ada pengiriman tetapi buyer meminta menunda sampai Bulan Juni dan Juli,” jelasnya.
Menurut Armiyadi, anjloknya harga kopi karena terjadinya hambatan mulai dari hulu hingga hilir, sejak merebaknya virus corona.
Untuk sementara, banyak cafe-cafe di negara tujuan ekspor kopi arabika Gayo yang tutup, sehingga terjadi penurunan permintaan.
• Posko Belajar Online di Gunung Mulai Digunakan, Kisah Mahasiswa Pedalaman Beutong Ateuh Nagan Raya
“Jika ekspor berkurang, tentu eskportir juga mengurangi pembelian. Begitu juga pedagang pengumpul, tidak berani membeli karena mau dijual ke mana,” tutur Armiyadi.
Bahkan, katanya, sejak anjloknya harga kopi arabika Gayo dan tidak adanya pembeli, sehingga beberapa petani menjadi putus asa.
“Tadi ada beberapa petani yang membawa kopinya ke DPR untuk dijual karena sudah tidak tahu mau dijual ke mana. Inikan sudah sangat menyedihkan. Solusinya, harus segera dicari,” keluh Armiyadi.
Armiyadi menambahkan, salah satu upaya yang bisa dilakukan, yaitu dengan memaksimalkan keberadaan resi gudang.
Pasalnya, resi gudang yang ada saat ini masih sangat terbatas, serta birokrasinya yang masih relatif rumit.
“Selain itu, jika melihat hasil produksi kopi kita, sudah bisa dipastikan resi gudang yang ada tidak bisa menampung. Makanya, harus banyak resi gudang di daerah kita ini,” imbuhnya.
Dalam waktu dekat, sebut Armiyadi, produksi kopi arabika Gayo, akan meningkat seiring mulai masuknya masa panen.
Sayangnya, permintaan pasar mulai berkurang seiring dengan adanya wabah virus Corona.
“Kondisi sekarang saja sulit untuk menjual. Bagaimana nanti karena kita tidak tahu, kapan wabah corona ini berakhir,” keluhnya.
Disisi lain, Armiyadi menjelaskan, para petani kopi arabika tidak semua petani murni, melainkan ada yang berprofesi sebagai pegawai, serta memiliki usaha lain selain bertani.
Untuk itu, dia menyarankan agar pegawai yang juga petani untuk menunda sementara menjual hasil kebunnya.
“Kalau pegawai, tentu ada penghasilan lain. Mereka bisa proses sendiri kopi dan disimpan sampai kondisi mulai membaik. Sekarang yang diprioritaskan untuk menjual, para petani murni yang tidak memiliki penghasilan lain dan hanya berharap dari hasil kebun kopinya. Ini hanya sebagai saran atau masukan,” pungkasnya. (*)
• Seminggu Demam, Pasien Positif Virus Corona tak Tahu Dirinya Terinfeksi