Nadia yang masih berusia 36 tahun itu menceritakan dia mulai merasa tidak sehat pada malam 11 Maret 2020.
Laporan Agus Ramadhan
SERAMBINEWS.COM – Wanita ini tidak pernah berharap bahwa ia harus memerangi penyakit mematikan kedua kalinya.
Nadia Hanim adalah seorang guru sekaligus ustazah asal Singapura.
Ia dinyatakan positif terkena virus corona pada 13 Maret 2020.
Kasus dialaminya menjadi kasus 203 di Singapura.
Nadia yang masih berusia 36 tahun itu menceritakan dia mulai merasa tidak sehat pada malam 11 Maret 2020.
• Pemkab Aceh Besar Bantu Warga Miskin yang Sakit Parah, Termasuk Terdampak Covid-19
Malam itu ia baru saja merayakan ulang tahun anak keduanya.
Melansir dari The Straits Times, Selasa (14/4/2020), dirinya mengaku tiga hari yang lalu, tepatnya Minggu (8/3/2020) baru saja kembali dari perjalanan kerja di Jakarta.
Nadia mengaku bahwa dirinya merasa demam, kepalanya berdenyut-denyut dan tubuhnya sakit.
Keesokan harinya, suhu tubuhnya naik menjadi 39,2 derajat Celcius dan napasnya merasa terengah-engah.
Saat itulah Nadia memutuskan untuk mencari perawatan di Rumah Sakit Umum Changi (CGH).
Pada 13 Maret 2020, hasil tes Swab menunjukkan Nadia positif covid-19.
• Pemuda Meulaboh Cabut Laporan Kasus Video ‘Nyan Meulaboh
"Aku merasa mati rasa, tercengang, kehilangan kata-kata," kata ibu dua anak itu.
"Aku tidak panik, tetapi pikiranku kacau.
Aku mencoba mengingat orang-orang yang telah berhubungan dekat denganku. Pikiran pertamaku adalah pada anak-anak dan suamiku," ungkapnya.
Itu adalah pengalaman yang begitu melakat bagi Nadia.
Ia dinyatakan sembuh dan sudah diperbolehkan pulang pada 29 Maret 2020 setelah dirawat di rumah sakit selama tiga minggu.
• Viral, Pria Ini Rayakan Ultah via Laptop, Tetap Pakai Masker & Tiup Kue Ultah Pakai Pengering Rambut
Kemudian Nadia menceritakan bagaimana dirinya berjuang melawan virus H1N1 atau flu babi yang menyerang dirinya.
Kembali pada tahun 2009, Nadia terbangun dari tidurnya di malam hari.
Saat itu ia merasa sesak napas setelah mengalami gejala flu selama beberapa hari.
"Aku mengira itu hanya flu biasa," kata Nadia, yang bermimpi bahwa dia sedang tenggelam.
"Aku bangun terengah-engah. Seolah-olah paru-paruku tidak berfungsi,"ujarnya.
Pada saat itu, kakak perempuannya, yang tinggal sekamar, sudah berada di sisinya.
Kemudian kakaknya memanggil sang ayah untuk membawanya ke Rumah Sakit Umum Changi yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Bibirnya membiru karena kekurangan oksigen dan dia merasakan antara sadar dan tidak sadar.
“Aku benar-benar berada di ambang kematian. Aku benar-benar berpikir aku tidak akan harapan untuk hidup,” ungkapnya
Dalam perjalanan menuju ke RS, kakaknya terus menggosok punggung Nadia dan berteriak agar sang ayah mengemudi lebih cepat karena sang kakak tidak akan ‘berhasil'.
"Paru-paruku terasa terbakar dan mataku berair. Aku terengah-engah, berusaha keras untuk menghirup udara,” ujar Nadia.
“Dalam pikiranku, aku mengatakan pada Allah bahwa aku siap jika hidupku berakhir," tuturnya.
Ketika dia sampai di rumah sakit, petugas kesehatan membawanya ke fasilitas dengan kursi roda dan memeriksa suhunya.
Sebelum pingsan, dia mendengar salah satu tenaga kesehatan mengatakan bahwa suhu tubuhnya 43 derajat Celcius.
"Saya tidak dapat mengingat hal lain setelah itu," kata Nadia.
Kemudian Nadia dinyatakan positif H1N1 dan ditempatkan di ruangan isolasi.
"Lingkungan tempatku berada, sama persis dengan yang ada sekarang (ruang isolasi virus corona)," ungkapnya.
Pada 2009, H1N1 atau flu babi menjadi pandemi global.
Di Singapura saja, lebih dari 400.000 orang terinfeksi dalam kurun waktu kurang dari setahun, sekitar 20 orang dinyatakan meninggal.
Nadia membutuhkan ventilator sebagai alat bantu bernafas dan obat-obatan untuk kesembuhannya.
Akhirnya, kondisi Nadia menunjukkan kestabilan dan ia dinyataan sembuh dan diperbolehkan pulang setelah hampir dua minggu dirawat.
Sejak saat itu, setiap kali Nadia merasakan sakit, dia akan mencari bantuan medis karena pengalamannya yang tidak menyenangkan akibat virus flu babi.
Di Tahun 2020 ini, Demam tinggi yang menyang dirinya pada 11 Maret lalu, ia memutuskan memeriksakan dirinya ke RS.
Hasil pemeriksaan X-ray menunjukkan bercak di paru-paru Nadia, kemudian dirinya dikirim ke ruang isolasi.
"Saya tidak terkejut karena paru-paru saya lemah, tetapi saya sama sekali tidak memikirkan Covid-19," kata Nadia,
Nadia memberi tahu suaminya yang berusia 38 tahun untuk tinggal di rumah untuk menjaga anak-anak mereka.
"Aku tidak menaruh kecurigaan apa pun denganku. Kupikir aku akan segera keluar," ujarnya.
Tetapi kemudian dia dinyatakan positif terjangkit virus corona.
Nadia terdaftar sebagai kasus impor karena perjalanan kerjanya ke Jakarta antara 6 dan 8 Maret 2020.
Namun dia mengatakan dia tidak tahu di mana atau bagaimana dia tertular virus, karena kontak dekatnya di Indonesia juga baik-baik saja.
"Saya dibebani dengan rasa bersalah. Saya tidak tahu bagaimana menyampaikan kabar kepada suami saya. Saya akhirnya memanggilnya," kata Nadia.
Nadia meminta maaf terus menerus kepada suaminya, dia tidak tahu harus berkata apa lagi.
"Lalu, dia berkata, 'Jangan khawatir tentang kita.
Fokus untuk menjadi lebih baik'," ujar Nadia meniru perkataan suaminya.
Keluarga dekatnya, termasuk dua anaknya yang masih kecil, dikarantina hingga 26 Maret 2020.
Selama periode itu, anggota keluarga dan teman-temannya mengurus anak-anaknya.
"Ketakutan terbesar saya adalah anak-anak saya terinfeksi.
Saya akan terus berdoa untuk mereka," kata Nadia.
Ketika Nadia bangun setiap pagi, dirinya akan bertanya tentang kesehatan anak-anaknya dan apakah mereka memiliki gejala.
“Suamiku meyakinkan aku bahwa mereka baik-baik saja, dan aku akan merasa lega karenanya," tuturnya.
Untungnya, anggota keluarganya tidak tertular virus corona ini.
Nadia mengobrol dengan suami dan anak-anaknya melalui video call setiap hari.
"Aku tidak bisa memeluk anak-anakku ketika mereka sedang kesal. Aku hanya bisa menonton mereka melalui layar HP," katanya.
"Anak sulungku akan bertanya kapan aku pulang. Tapi dia tahu situasinya.
Anak mudaku tidak banyak bicara; dia hanya tersenyum di layar dan membiarkan kakaknya yang bicara," pungkasnya.
Nadia, yang mulai merasa lebih baik setelah dua minggu, akhirnya diperbolehkan pulang pada 29 Maret 2020, setelah dua tes swab negatif.
Ketika dia keluar dari RS, suaminya ada di sana. Mereka naik taksi dan pulang.
“Setelah sampai di rumah, anak-anak sangat gembira dan terus melompat-lompat,” tutur Nadia.
"Aku ingin menangis. Aku membersihkan diri dan mendekati anak-anakku, tetapi tetap menjaga jarak. Aku tahu aku harus mengambil langkah demi langkah," ucapnya.
Nadia, yang akhirnya memeluk dan mencium anak-anaknya, memutuskan untuk berbagi pengalamannya untuk menyarankan orang agar tidak menganggap enteng virus.
"Ini mengkhawatirkan bahwa ada lebih banyak kasus yang tidak memiliki gejala," tambahnya.
"Virus ini terdapat di mana saja dan dapat meyerang di siapa saja,"Pungkasnya.
Nadia juga berterima kasih kepada tim medis karena telah merawatnya. (*)