Corona Serang Dunia

Kisah Ibu dan 3 Anak Berusaha Menjauh dari Covid-19, Berjalan Kaki Sejauh 563 KM ke Hutan Amazon

Penulis: Agus Ramadhan
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Maria Tambo (kiri), menempuh perjalana sejauh 563 KM bersama tiga anaknya, Melec, Amelie and Yacira dari Lima ke Ucayali, Peru.

SERAMBINEWS.COM – Pandemi virus corona yang telah melanda seluruh dunia telah mengganggu aspek kehidupan manusia.

Aspek ekonomi dan pendidikan adalah aspek yang paling terpukul dari pandemi virus corona ini.

Membuat sebagaian orang memaksa dan memikirkan cara yang keras agar tidak terbelenggu terus menerus.

Seperti yang dialami oleh salah seorang Ibu bernama Maria Tambo asal Peru.

Ia dan putrinya pertama kali datang ke ibukota Peru dari sebuah desa terpencil di hutan hujan Amazon, untuk bekerja dan menyekolahkan anak tertuanya.

Tetapi ketika Covid-19 menghantam Peru, negara itu terhenti.

Kisah Pilu Ibu Hamil Ditolak Rumah Sakit, Tak Ada Biaya Tes Swab Corona, Bayi Meninggal di Kandungan

Lebih dari 70 persen orang bekerja di sektor informal, dan Pemerintah Peru mengambil kebijakan lockdown membuat Tambo kehilangan kesempatan kerja.

Setelah hampir dua bulan mereka dikurung dalam ibukota Lima, Peru.

Mereka tidak memiliki uang lagi untuk membayar kamar sewaan atau membeli makanan.

Akhinya, Tambo memutuskan untuk kembali ke desa mereka di wilayah Ucayali yang berjarak 563 Km jauhnya.

Dengan transportasi umum ditutup, satu-satunya pilihan adalah melakukan perjalanan dengan berjalan kaki.

"Saya tahu bahayanya saya menempatkan anak-anak saya, tetapi saya tidak punya pilihan," kata Tambo, mengutip dari CNN, Kamis (18/6/2020).

Kisah Siswa Demi Mendapatkan Sinyal Internet Untuk Ujian Online, Rela Habiskan 24 Jam di Atas Pohon

 "Saya mati berusaha keluar dari sini atau mati kelaparan di kamarku," ujarnya.

Koresponden CNN bertemu Maria Tambo, melalui grup WhatsApp di mana ribuan orang Peru berbicara tentang bagaimana Tambo dan keluarganya akan meninggalkan Lima untuk kembali ke rumah mereka.

"Aku belum meninggalkan rumahku sejak pemerintah mengumumkan lockdown," kata Tambo.

"Tapi aku tidak punya uang lagi untuk bertahan hidup," sambungnya.

Tambo setuju untuk membiarkan koresponden CNN mengikutinya dalam perjalanan yang berbahaya, menceritakan kisahnya, tidak yakin apa hasilnya.

Tambo dan putrinya meninggalkan Lima pada awal Mei 2020 lalu.

Kisah Keluarga Miskin di Aceh Timur dengan Tiga Anak Didera Lumpuh Layu

Dia mengenakan masker dan menggendong bayi Melec di punggungnya bersama dengan ransel warna ukuran besar.

Anaknya, Amelie berusia 17 tahun dan Yacira yang berusia 7 tahun berjalan dengan susah payah di sisinya dengan membawa barang mereka sendiri.

Namun, Tambo dan anaknya tidaklah sendirian.

Ada ribuan warga Peru lainnya yang juga berjalan, mereka putus asa dan melarikan diri dari pandemi karena hilangnya pendapatan.

Perjalanan penuh tantangan mereka lewati sepanjang jalan raya berdebu, rel kereta api, dan jalan-jalan pedesaan yang gelap.

Mereka melewati wilayah Andes yang tinggi sebelum mereka mencapai hutan hujan Amazon.

Kisah Pilot Alami Koma 2 Bulan Berjuang Melawan Virus Corona, Kini Dinyatakan Sembuh dan Membaik

Itu merupakan rute berbahaya bagi seorang wanita yang bepergian sendirian dengan tiga anak.

Berjalan di bawah terik matahari, jam demi jam, terus mereka lewati.

Air dan makanan tidak bisa mereka dapatkan, mereka terpaksa memakan makanan mentah.

Tambo menangis ketika dia menyanyikan lagu untuk tidur sang bayinya, Melec.

"Tidak ada jalan, kamu membuat jalanmu sendiri berjalan," gumamnya dalam nyanyian.

Ada saat-saat mereka mendapati keburuntungan, mereka dapat menumpang beberapa kendaraan di sepanjang jalan.

Terkadang seorang pengemudi melemparkan makanan kepada mereka saat dia lewat.

Kisah Hidup Shintaro Tsuji, Pencipta Hello Kitty yang Mundur dari Perusahaannya CEO Sanrio

Namun, sebagian besar waktu mereka lewati adalah dengan berjalan kaki.

Pada hari ketiga, mereka memasuki wilayah bersuhu dingin di Andes, memiliki ketinggian 15.000 kaki di atas permukaan laut.

Seorang sopir truk memberi tumpangan kepada mereka untuk menuju ke kota berikutnya dan mereka juga diberi makanan.

"Aku sudah berjalan begitu banyak," katanya kepada pengemudi truk,

Tambo berusaha menahan air mata ketika mengucapkan rasa terima kasih.

"Tangan putriku berubah ungu," katanya.

"Kupikir dia tidak akan berhasil (mencapai tujuan)," ceritanya.

Viral, Suami Sudah Meninggal Kirim Bunga kepada Istrinya Setiap Ultah Pernikahan, Begini Kisahnya

Perjalanan pulang mereka bukan hanya melibatkan fisik, tetapi mereka juga harus menemui pos pemeriksaan polisi yang dibentuk untuk mencegah warga dari Lima keluar.

Terlepas dari aturan pengunciannya yang keras, Peru telah menjadi salah satu negara yang paling terpukul di dunia dari pandemi Covid-19, dengan lebih dari 240.000 kasus positif dan lebih dari 7.200 kematian hingga saat ini.

Para ahli percaya jumlahnya bisa lebih tinggi, dan sistem rumah sakit telah cemas untuk menangani pandemi ini.

Di San Ramon, tepat sebelum Tambo memasuki hutan, Ia diperiksa oleh seorang petugas polisi.

"Kamu tidak bisa lewat di sini dengan anak-anak," kata petugas itu.

Kemudian, Tambo bernegosiasi dengannya.

Ini Lain Lagi Kisahnya, Coba Bunuh Teman, Kebun Binatang Joe Exotic Jadi Milik Temannya

"Aku hanya akan kembali ke pertanianku, di Chaparnaranja, di mana aku sudah seminggu disini." Katanya.

Tentu saja Tambo berbohong.

Dia tidak bisa memberi tahu petugas bahwa dia berasal dari Lima, atau dia tidak akan disuruh putar balik.

Tetapi ibu yang kelelahan itu bertahan.

Tambo mengatakan Dia akan melakukan apapun yang harus dia lakukan untuk bertahan hidup.

Setelah tujuh hari tujuh malam, Tambo dan anak-anaknya berhasil sampai ke provinsi asalnya, Ucayali, di mana penduduk asli Ashaninka juga tinggal.

Kisah Nyata Driver Ojol Antar Penumpang Mistis: Si Wanita Sudah Meninggal 4 Tahun Lalu

Sebuah rintangan terakhir harus mereka lewati, dimana masuk ke wilayah itu betul-betul dilarang karena pandemi.

"Apa yang akan terjadi jika orang yang terinfeksi masuk? Bagaimana kita melarikan diri?" kata salah satu pemimpin Ashaninka setempat memberi tahu kepada CNN.

"Satu-satunya respirator yang kita miliki adalah udara. Pusat kesehatan kita tidak memiliki apa pun untuk melawan virus," sambungnya.

Tapi Tambo bertekad, dia bernegosiasi dengan para pemimpin setempat dan diizinkan pulang dengan syarat dia dan anak-anaknya mengkarantina diri selama 14 hari.

Mereka tiba di malam hari, Tambo kewalahan ketika anjing-anjing keluarga berlari menyambut mereka.

Dia berlutut dan menangis, bersyukur kepada Tuhan karena telah mengantarnya pulang, ketika hewan-hewan mengibas-ngibaskan ekornya dan menyentuh bayi di lengannya.

Kisah Pilu Nenek Dipukuli dan Diusir Anaknya, Kini Diadopsi Pengusaha

Seketika itu air mata mengalir, suaminya, Kafet, dan ayah mertuanya muncul dari kegelapan.

Ada rasa sukacita ketia Tambo melihat wajah mereka.

 Namun, ia tak dapat menyentuh sumaminya tau ayahnya itu karena khawatir virus corona.

"Sangat sulit, kami sangat menderita," katanya dengan meneteskan air mata.

"Aku tidak ingin pergi ke Lima lagi. Kupikir aku akan mati di sana bersama anak gadis-gadisku," pungkasnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkini