* Pengamat: DPRA Jalankan Fungsi Pengawasan
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mempelajari terlebih dahulu persoalan pembatalan sepihak proyek multiyears oleh DPRA yang sebelumnya sudah disahkan dalam Qanun APBA 2020.
"Baik, kami pelajari karena ini sudah ranah pelaksanaan domain pemda dan pengawasan DPRA," ujar Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Bahri SSTP MSi di Jakarta, kepada Serambi, Jumat (24/7/2020).
Termasuk nanti apabila diperlukan Kemendagri bisa memfasilitasi pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan setiap persoalan. "Kalau ada persoalan kita fasilitasi penyelesaian dan kerangka pembinaan dan pengawasan. Tapi ini kita pelajari dulu," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, DPRA menyetujui membatalkan proyek tahun jamak (multiyears) dengan pagu anggaran Rp 2,7 triliun. Proyek tersebut terdiri 11 ruas jalan penghubung antar daerah dan satu waduk. Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin mengatakan, pembatalan proyek itu karena ada temuan dewan soal penganggaran yang tidak sesuai prosedur, dikuatirkan akan berdampak hukum.
Kata Dahlan, perencanaan anggaran dalam proyek itu diteken oleh Ketua DPRA periode sebelumnya dan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Proyek itu masuk tiba-tiba dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2020. Namun, nota kesepahaman (MoU) proyek multiyears 2020-2022 itu tidak diputuskan dalam sidang paripurna, hanya disepakati oleh Plt Gubernur dan pimpinan DPRA pada akhir 2019 lalu, dan tidak melibatkan anggota DPRA lainnya.
"Ada mekanisme penganggaran yang dilanggar. Sepertinya juga ada penumpang gelap, kemudian tidak ada dibahas dan dibawa ke sidang paripurna," ujar Dahlan Jamaluddin.
Akibat pembatalan proyek tahun jamak tersebut, sejumlah bupati dan tokoh masyarakat di Aceh mengeluh, sebab menghentikan pembangunan di daerahnya. Proyek-proyek tersebut tersebar di kawasan pedalaman dan sangat dibutuhkan masyarakat untuk melancarkan arus transportasi di kawasan itu, seperti ruas jalan Peureulak-Lokop sampai perbatasan Gayo Lues, yang sudah sejak lama dinantikan masyarakat setempat.
Fungsi pengawasan
Sementara itu, pengamat politik dan pemerintahan, Dr Effendi Hasan MA, menilai, sikap yang ditunjukan oleh DPRA periode sekarang telah menunjukan arah perubahan positif. "Di mana terjadinya balance of power antara kedua lembaga eksekutif dan legislatif. DPRA dalam kasus tersebut telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawasan terhadap eksekutif," kata Effendi Hasan.
Pihak legislatif, kata Effendi, menemukan ada mekanisme dalam penyusunan anggaran yang tidak memenuhi prosedur penganggaran sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga harus diajukan sesuai dengan standar tersebut. Faktor ini dikhawatikan akan dipersoalkan secara hukum. DPRA meminta kepada pihak eksekutif untuk memenuhi standar yang benar dalam pengusulan proyek multiyears tersebut.
"Intinya saya ingin sampaikan bahwa pembatalan tersebut bukan berarti legislatif dipersalahkan dan dianggap tidak peka terhadap pembangunan yang bisa memberi efek petumbuhan ekonomi dan membuka daerah yang masih terisolir," kata Edfendi.
Selama kritik yang dibangun oleh DPRA konstruktif, itu berarti menunjukkan DPRA sedang membela kepentingan rakyat agar pembangunan proyek multiyears tersebut sesuai dengan standar yang berlaku sehingga nantinya tidak merugikan keuangan negara dan rakyat sendiri.
Effendi juga melihat, sikap yang ditujukan oleh Partai Golkar dan Hanura menunjukan bahwa mereka juga merupakan bagian dari partai yang kritis membela hak-hak dan kepentingan rakyat sesuai fungsi partai politik untuk memperjuangan kepentingan rakyat di parlemen.
"Mereka juga melihat bahwa pembatalan proyek multiyears tersebut lebih kepada permasalahan belum memenuhi prosedur penganggaran sesuai peraturan yang berlaku, bukan permasalahan tidak pekanya para anggota dewan periode sekarang untuk membela kepentingan rakyat," ujarnya.