SERAMBINEWS.COM – Sebuah studi terbaru mendapati pria botak lebih berisiko lebih tinggi terkena Covid-19.
Penelitian awal yang dilakukan Brown University menemukan bahwa hormon androgen, hormon yang menyebabkan kerontokan pada rambut pria, terkait dengan kasus Covid-19 yang parah.
Peneliti menyebut penemuan mereka sebagai 'Gabrin Sign' atau 'Tanda Gabrin'.
Gabrin Sign merupakan sebutan faktor risiko ini lantaran dokter Amerika Serikat yang pertama meninggal karena Covid-19 memiliki kepala yang botak bernama Frank Gabrin.
Melansir dari Telegraph, (4/6/2020), sebuah riset yang dilakukan oleh Profesor Carlos Wambier dari Brown University, AS mengungkapkan bahwa pihaknya benar-benar berpikir bahwa kebotakan adalah prediktor sempurna dalam menunjukkan tingkat keparahan Covid-19.
Wambier mengambil data sejak awal wabah yang terjadi di Wuhan, China pada Januari 2020.
Data tersebut menunjukkan bahwa pria lebih mungkin meninggal setelah terinfeksi virus corona.
Sebuah laporan dari Public Health England menemukan, laki-laki dengan usia kerja berpotensi dua kali lebih mungkin untuk mati setelah didiagnosis Covid-19 pada Juni 2020.
Perubahan gaya hidup
Sampai saat ini, para ilmuwan belum mengetahui mengapa hal ini terjadi.
Namun, mereka menunjuk pada faktor-faktor seperti gaya hidup, merokok, dan perbedaan sistem imunitas di antara kedua jenis kelamin.
Tetapi, semakin mereka percaya pada faktor-faktor tersebut bisa terjadi karena androgen (hormon seks pria seperti testosteron) mungkin berperan tidak hanya dalam kerontokan rambut, melainkan dalam meningkatkan kemampuan virus corona untuk menyerang sel.
Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa perawatan yang menekan hormon-hormon ini, seperti yang digunakan untuk kebotakan serta penyakit seperti kanker prostat, dapat digunakan untuk memperlambat virus, dan memberi pasien waktu untuk melawannya.
"Kami pikir androgen atau hormon pria jelas merupakan pintu gerbang bagi virus untuk memasuki sel kita," ujar Profesor Wambier.
Obat kanker prostat