Nelayan Langsa di 86 Aparat

Terkait Pengaduan Nelayan dan Pengusaha Boat, Ini Tanggapan DPRK Langsa

Penulis: Zubir
Editor: Taufik Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Puluhan nelayan dan pemilik boat Kota Langsa saat berada di ruang rapat gedung DPRK Langsa.

Nelayan berharap ada dispensasi dari pihak Perikanan agar diberikan satu minggu disamakan dengan nelayan seperti di Kuala Langsa, karena melayan Pusong ke laut 1 hari atau 2 hari sudah pulang. 

Kemudian surat kesehatan kapal dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Cabang Lhokseumawe, yang kini ditetapkan harua mengurusnya setiap sekali berlayar. 

Padahal sebelumnya, surat kesehatan ini tidak berlaku bagi nelayan, tapi sepengetahuan mereka berlaku untuk kapal kargo antar negera.

Sehingga regulasi surat kesehatan dari Kepmenkes ini juga sangat membebankan nelayan khususnya di Pulau Pusong, yang harus bolak balik mengurusnya setiap pergi melaut 

Kelengkapan surat inilah, tambah Rahmadi Yahya, dijadikan masalah oleh oknum aparat di laut. Ditambah lagi persoalan pelampung di boat kurang 1 saja, juga jadi masalah dan dibesarkan. 

"Saat di laut ada pemeriksaan, jika surat ataubsyarat lain tak lengkap maka akan ditangkap, terkesan aparat  memang mencari-cari kesalahan hingga ujung-ujungnya nelayan harus membayar atau terjadi 86," tegasnya.

Nelayan mencari ikan di laut selama ini berstatus legal fishing, seharusnya dilakukan pembinaan bila ada hal kecil, bukan nelayan yang dibinasakan.

Seperti laporkan sebelumnya, nelayan Kota Langsa saat ini mulai takut melaut, jika ada kapal perang sedang beroperasi di laut sekitar mereka mencari ikan.

Demikian salah satu keluhan nelayan yang disampaikan seorang nelayan (tekong boat), Marzuki, saat blak-blakan mengadu ke DPRK Langsa, Kamis (06/08/2020) hari ini. 

Menurut Marzuki, mereka pikir setelah diteken perjanjian damai MoU Helsingky antara GAM dan RI, Aceh sekarang sudah aman. 

Tapi ternyata tidak, sekarang di laut sudah seperti masa konflik lagi. Nelayan memohon dewan menyikapi persoalan dihadapi nelayan ini.

Perwakilan nelayan lainnya, Zakaria, mengatakan, saat ini sangat resah, seluruh persoalan di laut selalu dipersulit baik tentang surat maupun perlengkapan lainnya oleh oknum aparat di laut.

Jika ada hal kecil saja kurang, pemilik boat harus harus membayar Rp 2 juta - Rp 10 juta.

Mereka meminta jangan semena-mena kepada nelayan, dan kondisi ini sekarang sudah sangat meresahkan. 

"Apapun mereka (oknum aparat di laut) katakan, ujung-ujungnya tetap duit. Dahulu dari zaman ke zaman tidak ada seperti sekarang," ujarnya. 

Halaman
123

Berita Terkini