Rakyat Butuh Kemakmuran

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pangdam IM, Mayjen TNI Hassanudin SIP MM, Kapolda Aceh, Irjen Pol Wahyu Widada, Wali Nanggroe, Tgk Malik Mahmud Alhaythar, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA), Muzakir Manaf (Mualem), duduk semeja dalam acara Forum Aspirasi Damai di gedung BTU Kodam IM, Banda Aceh, Jumat (14/8/2020).

* Refleksi 15 Tahun Perdamaian Aceh

BANDA ACEH - Tak terasa, Sabtu (15/8/2020) hari ini usia perdamaian Aceh memasuki 15 tahun. Tepat pada 15 Agustus 2005, sebuah perjanjian untuk mengakhiri perang ditandatangi oleh dua pihak yang berseteru, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia. Kedua pihak sepakat berdamai dan kembali bersatu.

Kini, lebih satu dekade sudah masyarakat Aceh menghirup udara damai setelah berpuluh tahun dalam kekalutan. Damai membawa Aceh dalam 'perjuangan baru' untuk bangkit, kompensasi-kompensasi dari Pusat pun diterima, salah satunya dana otonomi khusus yang bisa dikelola sendiri demi menata Aceh ke arah yang lebih baik.

Ironisnya, lebih dari Rp 70 triliun dana otsus yang diterima Aceh sejak 2008, ternyata Aceh masih tersandera dalam kategori provinsi termiskin di Sumatera, dengan tingkat persentase penduduknya 14,99 persen. Aceh menempati posisi kedua setelah Bengkulu dengan tingkat penduduk 15,03 persen sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2020.

Kondisi ini tentu menjadi refleksi semua pihak di Aceh pada peringatan 15 tahun damai hari ini. Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia, Muhammad Jusuf Kalla atau akrab disapa JK, bahkan meminta para elite di Aceh bukan sekedar memperingati damai setiap tahun, tapi juga mengevaluasi apa yang telah dilakukan selama 15 tahun ini.

Hal itu dikatakan JK saat menjadi keynote speaker secara virtual dalam acara Forum Aspirasi Damai yang digagas Kodam Iskandar Muda (IM) di Gedung BTU Makodam IM, Banda Aceh, Jumat (14/8/2020). Kegiatan itu dihadiri oleh Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haythar, Pangdam IM, Mayjen TNI Hassanuddin, Kapolda Aceh, Irjen Pol Wahyu Widada, Ketua KPA, Muzakir Manaf, para anggota DPRA, perwakilan pemerintah, bupati/wali kota, dan sejumlah eks kombatan GAM.

JK mengatakan, kesepakatan yang ditandatangani di Helsinki, Finladia, adalah sebuah awal, bukan akhir dari kisah damai Aceh. Tugas besar yang harus dilakukan saat ini, terutama bagi pemangku kepentingan Aceh, adalah mengisi perdamaian dengan meningkatkan keadilan dan kemakmuran. Menurutnya, cita-cita perdamaian masih cukup panjang dan akan dipandang berhasil jika perdamaian berubah maju dan bangkit dari keadaan sebelumnya.

"Kita harus ingat, bahwa cita-cita negara ini adalah adil dan makmur, keadilan dicapai dengan kemakmuran sesama. Maka kita evaluasi diri, bukan sekedar memperingati damai setiap tahun, tapi mengevaluasi apa yang telah kita lakukan selama 15 tahun ini," kata JK.

Saat ini, lanjut dia, Aceh masih sangat membutuhkan arah pembangunan ke arah yang lebih baik. Tak hanya itu, masyarakat juga berharap kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan. "Rakyat Aceh sama dengan seluruh rakyat Indonesia di daerah lain, membutuhkan banyak pembangunan dan kemakmuran ekonomi. Masyarakat Aceh mempunyai suatu spirit yang sama, baik untuk perjuangan dan juga dalam bidang ekonomi," imbuhnya.

Tokoh perdamaian Aceh ini juga menyentil soal dana otsus yang telah diberikan Pemerintah Pusat kepada Aceh sebagai kompensasi mengakiri perang. Meski tak mempersoalkan kemana anggaran itu digunakan, namun JK mengingatkan agar anggaran diperuntukkan untuk kebangkitan Aceh pascadamai.

"Kita tahu Aceh di masa lalu dan sekarang punya potensi kekayaan yang cukup besar, kemudian pemerintah mengembalikan itu dengan pemberian dana otsus tersendiri yang lebih besar. Mudah-mudahan ini bisa kita upayakan lebih baik lagi," kata JK.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Indonesia ini yakin, semua pemangku kebijakan di Aceh saat ini mulai dari Gubernur, Pangdam, Kapolda pasti memiliki cita-cita yang sama untuk mewujudkan Aceh yang lebih baik ke depan. "Saya walaupun tidak lagi dalam pemerintahan tapi selalu berkomunikasi untuk hal-hal yang lebih baik. Belum lama ini saya juga berjumpa dengan Muzakir Manaf, Tgk Malik Mahmud, kita bicara banyak hal," kata JK.

Dalam pidatonya kemarin, JK juga menceritakan bagaimana jalan panjang menuju perdamaian Aceh yang kemudian disetujui oleh kedua pihak. JK mengatakan, memulai konflik cukup mudah namun mewujudkan perdamaian cukup susah. "Untuk perang dibutuhkan keberanian, tapi untuk berdamai dibutuhkan orang yang lebih berani lagi karena perdamaian butuh waktu panjang, negosiasi dan saling menghormati. Keberanian bukan hanya untuk perang, tapi keberanian juga untuk berdamai," ucapnya.

Jusuf Kalla masih terbayang bagaimana saat dirinya menginisiasi perundingan di MoU Helsinki. Butuh waktu yang cukup panjang sehingga kedua pihak menyingsingkan ego masing-masing untuk duduk bersanding lalu menandatangani nota kesepahaman mengakiri perang.

JK mengutip kata-kata tokoh revolusioner dunia, Nelson Mandela. "Forgive not forget, maafkan tapi tidak melupakan. Tidak melupakan artinya sebuah pembelajaran, pengalaman yang pahit di masa lalu yang jangan kita ulangi lagi," ujar JK.

Halaman
123

Berita Terkini