Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:
(كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَه.)
“Dulu hari ‘Asyura, orang-orang Quraisy mempuasainya di masa Jahiliyah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mempuasainya. Ketika beliau pindah ke Madinah, beliau mempuasainya dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa. Ketika diwajibkan puasa Ramadhan, beliau meninggalkan puasa ‘Asyura’. Barang siapa yang ingin, maka silakan berpuasa. Barang siapa yang tidak ingin, maka silakan meninggalkannya.”
3. Bulan untuk menyenangkan Keluarga
Dilansir dari konsultanfiqih.com, pada bulan Muharram ini juga terdapat keutamaan anjuran menyenangkan keluarga pada hari Asyura.
Kendati anjuran ini umum dan dapat dilakukan kapan saja, namun ada yang istimewa dengan waktu hari Asyura pada Muharram.
Diriwayatkan dalam hadist Abu Hurairah RA:
"Siapa yang melapangkan bagi keluarganya pada hari Asyura niscaya Allah akan melapangkan baginya sepanjang tahun," (HR. Al Baihaqi dan Syuabul Iman 3/366 dan Ibnu Hibban).
4. Bertaubat
Berikutnya, keutamaan dari bulan Muharram adalah waktunya bertaubat.
Meski taubat bisa dilakukan kapan saja, tetapi bulan Muharram ini menjadi pembuka pintu taubat.
Taubat artinya kembali kepada Allah secara lahir batin.
Menyesali atas dosa dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali menjadi tugas manusia seumur hidup.
Taubat merupakan karunia dan kesempatan yang diberi Allah untuk kembali kepada-Nya.
Bulan Muharram membentangkan kesempatan untuk bermuhasabah atau introspeksi diri.