SERAMBINEWS.COM - Hidayah dapat menghampiri manusia kapan pun dengan berbagai cara yang ajaib.
Seperti yang dialami oleh mantan preman asal Lombok yang satu ini.
Bli I Gede Swadiaya alias Muhammad Khairuddin menceritakan kisahnya menjadi mualaf saat ditemui, Sabtu (22/8/2020) di Pantai Pamuteran, Bali.
Udara Pantai Pamuteran Buleleng sangat bersahabat sore itu.
Matahari tampak malu mengintip di balik selarik awan yang menggaris indah.
Sementara, angin berembus lembut, ditingkahi ombak bergulung ringan dengan deburan lelahnya saat mencapai bibir pantai.
Di depan pura kecil itu, saya dan Moh Khoiruddin meriung dengan sejumlah peruqyah aswaja.
Sosoknya tegas namun ramah. Sorot matanya tajam, narasi-narasinya lugas terukur. Tangannya terlihat masih kekar berurat.
Tato tiga naga, mengukir di tubuhnya.
Ia mengawali ceritanya mengenal islam. Lalu melompat pada jejak jejak hidupnya pada 1999 silam.
Ia asli Lombok, NTB. Merantau ke Bali pada 1997 dengan berbekal beragam kesaktian, mulai kebal bacok, hingga anti bengep, ia dapatkan dari dukun dukun di daerahnya.
"Tahun 1997, saya sampai di Bali," ia mengisahkan.
Pertarungan demi pertarungan ia lakoni di kerasnya kehidupan kota besar untuk mencari nama dan ‘mengibarkan bendera’.
Hingga ia menjadi bartender di hotel bintang lima di Kuta, Bali.
Beragam jenis miras, ia rasakan. Maklum, ahli peracik miras yang levelnya bisa diadu.