Pertama dengan vaksin, yang kita belum tahu kapan akan selesai pembuatannya, datang, dan diberkan kepada publik.
Khabar terbaru awal tahun depan,
Kedua hanya akan terjadi dengan tracing-penelusuran dan tracking-pelacakan Covid-19 secara besar-besaran.
Apa dasar kedua kegiatan itu?
Dasarnya adalah test agresif yang juga massif dan melibatkan seluruh kekuatan daerah.
Lanjutkan dengan pemetaan dan pemutusan mata rantai dengan isolasi dan karantina, kalau perlu secara lebih koersif.
Bagimana test besar-besaran dapat dilakukan?
Jangan malu, minta Balitbangkes dan Unsyiah untuk melaksanakannya.
Kurang fasilitas, tambahkan, kurang dana berikan.
Kalau tidak ada kemana uang 2.7 triliun refocusing APBA itu.
Inilah prioritas Pemda sekarang, namun masker juga tetap dibagi via pemangku kepentingan lain yang cukup banyak.
Dalam keadaan seperti ini kalau Pemerintah Aceh tidak memperkuat sumber daya laboratorium daerah, tidak memperbanyak tempat pemeriksaan spesimen, tidak mempermudah akses test kepada publik secara gratis, dan tidak melakukan test agressif dan massal, tidak melakukan penelusuran, tidak melakukan isoslasi dan karantina jika diperlukan, dan tidak mau bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan, maka yang sedang terjadi adalah sebuah kejahatan kemanusiaan yang sistematis.
Jika itu semua terjadi, secara teoritis rakyat Aceh telah dibiarkan berjuang secara nafsi-nafsi, bergumul dengan serangan Covid-19 menuju herd immunity-immunitas kelompok secara alami.
Akan cukup banyak julukan “getir" yang akan diterima.
• 7 Cara Alami Mengatasi Iritasi Mata karena Kelelahan, Kena Debu dan Kelamaan Menatap HP
Dalam kaitannya dengan “carong” nya Irwandi, maka umpatan yang akan keluar tidak lagi hanya sebatas “hana carong”.