SERAMBINEWS.COM - Hasil kajian terbaru dari peneliti Institut Teknologi Bogor (ITB) tentang potensi tsunami di selatan Jawa yang bisa mencapai ketinggian 20 meter mendapatkan sorotan publik.
Kajian itu telah dipublikasikan di jurnal internasional Nature pada Kamis (17/9/2020) oleh tim peneliti dengan penulis pertama S Idiantoro dari Global Geophysics Reasearch Group ITB.
Hal ini dianggap mengkhawatirkan.
Namun, apakah potensi tsunami mencapai 20 meter itu bisa terjadi?
Menanggapi kajian terbaru ini, pakar tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, angkat bicara.
Menurut Widjo, kajian atau publikasi terbaru terkait potensi tsunami 20 meter di Pantai Selatan Jawa membuka wacana baru tentang ancaman tsunami di Pantai Selatan Jawa.
" Potensi tsunami dari sumber megathrust bisa mencapai 20 meter atau lebih," kata Widjo kepada Kompas.com, Jumat (25/9/2020).
Ia menambahkan, sebenarnya di zona subduksi selatan Jawa terdapat seismik gap atau kawasan aktif secara tektonik.
Namun, seismik aktif secara tektonik tersebut bersifat senyap atau hampa gempa dalam waktu lama.
Hal tersebut perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan ancaman dengan potensi katastropik atau bencana.
• Cinta Sejati Suami, Setia Rawat Istri yang Diamputasi Tangan dan Kaki
• Sosok Letjen Muhammad Yunus Yosfiah, Purnawirawan TNI Pertama yang Larang Pemutaran Film G30S/PKI
Maka, kendati gempa belum bisa diprediksi, potensinya bisa dihitung dan, melalui model, bisa diperkirakan dampak tinggi dan waktu tibanya tsunami. "
Kalau mengulang 400-500 tahun untuk gempa besar di zona subduksi selatan Jawa, mungkin tidak terlalu lama lagi akan terjadi, jika mengacu perhitungan akhir gempa besar terakhir yang terjadi berdasarkan katalog Wichman," jelas Widjo.
Berdasarkan katalog Wichman, yang mencatat gempa bumi dan tsunami di Indonesia antara tahun 1538 hingga 1877 adalah katalog berjudul Arthur Wichmann's Die Des Indischen atau Gempa Bumi di Kepulauan Hindia Belanda, yang mengumpulkan cerita 61 gempa bumi dan 36 tsunami besar terjadi.
Selain itu, Widjo juga menyinggung bahwa potensi gempa besar yang berpeluang memicu tsunami di zona subduksi selatan Jawa itu mengacu pada mitologi Ratu Kidul yang tertulis dalam tembang atau lagu macapat-pangkur.
"Meski begitu, gempa tetap belum bisa diprediksi kapan akan terjadi," ujarnya.
• Jokowi Kabulkan Permintaan Prabowo, Tunjuk Dua Mantan Anggota Tim Mawar Menjabat di Kemenhan
Beberapa waktu yang lalu Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan potensi hasil kajian menunjukkan wilayah pesisir Sukabumi termasuk zona megathrust yang dapat memicu gempa dan tsunami.
Bahkan dari hasil pemodelan peta tingkat guncangan gempa (shakemap) oleh BMKG, dengan skenario gempa berkekuatan M 8,7 di zona megathrust menunjukkan dampak gempa di Sukabumi dapat mencapai skala intensitas VIII-IX MMI yang artinya dapat merusak bangunan.
"Jika besaran magnitudo M 8,7 ini digunakan untuk masukan skenario model tsunami, maka wilayah Pantai Sukabumi diperkirakan berpotensi mengalami status ancaman ÄWAS dengan tinggi tsunami di atas 3 meter," kata Daryono selaku Kepala Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG.
Meskipun potensi tsunami dan gempabumi di Sukabumi dan sekitarnya merupakan kajian simulasi, tetapi ahli tsunami menegaskan perlunya mitigasi dini.
Hal itu dikatakan oleh hli tsunami Widjo Kongko.
"Melihat hasil tersebut, yaitu tinggi (tsunami) lebih dari 35 meter dan waktu tibanya yang sangat singkat yaitu 10-20 menit, maka perlu dilakukan mitigasi yang seksama," kata Widjo kepada Kompas.com, Minggu (8/3/2020).
Dengan kajian ancaman megathrust dan potensi tinggi-waktu tiba yang singkat, kata Widjo, perlu dilakukan program atau implementasi mitigasi gempabumi tsunami untuk seluruh aktor atau para pihak.
Ada beberapa saran dari Widjo sebagai antisipasi jika potensi gempabumi dan tsunami ini terjadi.
"Antara lain peta ancaman atau landaan tsunami, jalur evakuasi, tempat evakuasi secara detail perlu dibuat," ujarnya.
Standar Operasional Prosedur (SOP), perangkat deteksi dini tsunami, serta gladi atau pelatihan-pelatihan perlu diadakan secara rutin.
Selain itu, program peningkatan kapasitas masyarakat atau otoritas di daerah juga perlu dilakukan.
Hal yang terpenting dilakukan juga adalah penataan tataruang wilayah dan jarak sempadan pantai.
"Apakah telah ditetapkan regulasinya dan ditegakkan implementasinya di lapangan,"tuturnya.
• Kasus Virus Corona Aceh Jaya, Enam Warga Positif Covid-19, Empat Pasien Sembuh
• Unicef Bantu 1.000 Hygiene Kits Untuk Pemerintah Aceh, Ini Sasarannya
• Ini 5 Cara Efektif Mengontrol Kolesterol Agar tak Berlebih di Dalam Tubuh
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Peneliti ITB Kaji Potensi Tsunami 20 Meter, Pakar Sebut Harus Waspada",